Hubungan
Antara Agama Dan Filsafat
Disusun oleh :
Ani Rahayu
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bertanya dan terus bertanya, demikianlah berfilsafat. Kemungkinan besar yang terjadi
dalam filsafat adalah pertanyaan yang terjawab dengan jawaban jawaban yang
kembali memeberikan pertanyaan.artinya manusia senantiasa berfikir dan tidak
pernah akan puas dengan jawaban yang bukan dianggap sebagai jawaban final. Hal
ini sangat mungkin dapat terjadi pada pertanyaan di bawah tema “agama”. Sidi
Gazalba dalam“Sistematika Filsafat” (buku II )mengatakan bahwa “inti soal agama
dan sasaran utamanya adalah alam ghaib”.
Berbicara tentang filsafat dan hubungannya dengan agama adalah suatu yang
sangat menarik. Betapa tidak, karena ternyata bila kita mau meruntut sejarah
filsafat itu sendiri, sungguh tidak bisa lepas dengan apa yang disebut
“kepercayaan” pada zaman dahulu, sebut saja kepercayaan atas dewa-dewi. Dalam
kepercayaan itu banyak sekali kisah yang sebenarnya sulit ditangkap oleh nalar
manusia, yang kemudian mulai banyak dipertanyakan (ciri fase
Hellenisme)demikian juga filsafat dikemudian hari juga masih seputar pembahsan
tentang sehingga melahirkan “agama-agama” ardhi, begitupun filsafat barat yang tak
lepas dari pemikiran filsuf atas kristus dan lain sebagainya, sampai pada
filsafat setela adanya Islam.
B. PERMASALAHAN
Dengan menelusuri
sejarah filsafat tu sebagaimana saya tuturkan di atas, muncul dalam benak
penulis bveberapa permasalahan yang coba diuraikan pada baba selanjutnya yaitu
:
1.
Apa sebenarnya arti filsafat dan apa arti agama secara harfiyah dan
etimologi ?
2.
Dimana letak hubungan keduanya/ serta sejauh mana pengaruh filsafat terhadap agama juga sebaliknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agama dan Filsafat
Kata
agama berasal dari bahasa sanskerta . kata dasarnya ialah gam yang
berati pergi atau berjalan. Paul Thillich mememberikan definisi agama sebagai
berikut:
“Religie is betrokkenheit op een andere(beslisende)
werkelijkheid"
agama:
keyakinan bahwa ada kenyataan lain selain adanya kenyaataan kita ini, yaitu
suatu kenyataan yang trans empiris dan yang bersifat menentukan, serta segala
tingkah laku yang berdasar pada keyakinan itu.
Definisi
lain: “suatu keyakinan kan adanya aturan atau jalan hidup yang bersumber dari
suatu kekuatan yang absolut.(Tuhan).
Kata
filsafat berasal dari kataphilosophia (Yunani). Yang terdiri dari
kata philo yang berarti cinta dan sophia berarti
kebijaksanaan. Philophia secara kseluruhan dapat diartikann seseorang
yangbmencintai keebnaran sehingga ia berupaya untuk memperoleh dan memilikinya.
Dalam
berfikir filsafat ini seseorang harus melalui empat tahap berfikir :
1.
Logis, berfikir dngan menggunakan
logika(undang-undang berfikir) yaitu melalui tiga tahap terurut sebagai berikut
pemahaman, keputusan dan argummentasi. Aplikasinya ialah dengan menetapkan
suatu statement melalui premis-premis yang ditentukan, misalnya, lam
berubah-ubah sebagai premis minor, setiap berubah-ubah baharu (premis mayor)
dan alam baru (kesimppulan).
Jadi, pernyataan alam baru tidak muncul secara kebetulan, melainkan
melalui proses logis, dimana filsafat harus senantiasa menganutnya. Euclides,
misalnya berusaha untuk menyimpulkan suatu pernyataan yang berusaha untuk
menyimpulkan semua pernyataan yang lain sebagai teori yang berasal dari
kebenaran-kebenaran yang terbukti...hanya dengan logika.
2.
Sistematis, berfikir
melalui alur fikir yang sistematis
3. radikal, yaitu berfikir sampai pada akar
setiap masalah.apabila filsafat dimulai dengan pertanyaan apa , maka jawabannya
terus diupaykan, sampai pada akhir jawaban tidak ditemukan lagi pertanyaan.
4. universal,berfikir secara umum, artinya
mencakup keseluruhan.
B.
Hubungan Filsafat Dengan Agama
Bila
kita mendengarkan manusia berbicara dan berspekulasi dari ujung bumi yang satu
ke ujung lainnya agaknya sulit kita percaya bahwa manusia tidak “melakukan”
filsafat karena pada dasarnya seluruh umat manusia berfilsafat sedikit banyak
mereka pasti merenungi mengapa atau apakah bintang-bintang itu?, mengapa segala
sesuatu terjadi ?, mengapa kita mati dan apa yang akan terjadi kala kita
mati?,apa sebenarnya yang baik dan apa yang jahat?,
Seyogyanya
setiap orang berhati-hati dalam mempertimbangkan hubungan antara agama dan
filsafat. Beberapa pemikir Yunani kuno secara hati-hati memisahkan antar
keduanya hal ini berbanding terbalik dengan keadaan masa silam tepatnya ketika filsafat
barat tidak dapat dipisahkan dari tradisi-tradisi Yahudi-Kristen,bahkan ketika
para filsuf itu menghabiskan hidup mereka untuk menyerang tradisi tersebut. Di
banyak masyarakat , termasuk di sebagian besar budaya-budaya kesukuan, agama
mendefinisikan filsafat. Dalam masyarakat lainnya filsafat yang mendefinisikan
agama, khususnya pada konfusianisme dan Budhisme , keduanya adalah agama
nontheistik yakni agama tanpa Tuhan (karena Konfusius juga Budha adalah orang
yang nyata-nyata ada seperti halnya Musa, Isa ataupun Muhammad).orang bisa
saja mencoba membedakan agama dan
filsafat menurut tapal batas yang kabur antara mitos dan filsafat. Atau melalui
pembedaan dismisif antara pemikiran kritis “dogma” belaka, namun hal iniu
seringkali berarti menyalah pahami pengertian mendalam agama yang dinamis. Yang
pasti, filsafafat dapat memainkan sebuah peranan yang sangat penting baik di
dalam maupun di luar batas-batas agama,. Namu, kelirulah bila diartikan bahwa
agama, teologi dan filsafata religius (yang dipertentangkan dengan “filsafat
agama” yang lebih sekuler dan kritis) terletak di luar batas-atas filsafat.
Sebagaimna filsAfat
yang terus bersama/ beriringan dengan agama demikian pula keadaan filsafat yang
terus beriringan dengan ilmu. filsafat terus menerus bersanding dengan ilmu sebagaimana ia bersanding dengan
mitologi dan agama, walaupun ini tidak berarti bahwa mereka semuanya sama .
justru dengan pembedaan-pembedaan iyang cermat antara filsafat, mitologi, agama
dan ilmu yang kita camkan dalam pikiran , maka kitra dapat mendekati permulaan
filsafata. Di Barat, filsafat di asuh dalam rengkuhan kosmologi atau tepatnya
kosmogoni, yaitu tentang bagaimana dunia menjadi seperti apa adanya[1].
C. Peran Filsafat Terhadap Agama Dan Sebaliknya
Agama, dalam pelaksanaanya selalu
tidak dapat terlepas terhadap kepercayaan akan hal-hal yang ghaib. Masalah-masalah yang ghaib ini
bisa diterangkan dan diulas secara terperinci secara rasional sedapat mungkin.
Maka tugas filsafat di sini adalah untuk menerangkan , menafsirkan, mengukas
atau merinci kepercayaan agama yang dimiliki oleh hati dan dibawa ke alam budi
sehingga ia juga merpakan kebenaran sebagai hasil fikir.[2]
Baik
filsafat maupun agama, keduanya mengabdi kepada kebenaran, yang kedudukan
kebenaran itu terletak dalam kedudukan masing-masing. Pada filsafat kebenaran
itu terletak di ujung, is mulai dengan keraguan/kesangsian, kemudian berfikir
selangkah demi selangkah secara teratur (sistematis), sadar dan konsisiten
sehingga pada akhirnya di ujung pemikiran sampai kepada kebenaran. Pada agama,
kebenaran itu terletak pada pangkal, ia mulai dengan meyakini kemudian ia
berfikir.
BAB III
PENUTUP
Seruan berfilsafat dalam
mendalami agama menurut penulis adalah telah menjadi sejogyanya karena manusia
beragama bukanlah manusia-manusia primitif yang kental dengan doktrinasi tanpa
mencoba mengembangkan diri. Namun demikian, pemikiran ini harus selalu bertumpu
pada apa yang menjadi tolak ukur atau pangkal kebenaran agama tanpa harus melenceng
dari tolak ukur tersebut.
Agama dan filsafat
merupakan suatu item-item yang mengabdi kepada kebenaran. Agama yang dimiliki oleh
hati dapat dibawa ke alam budi demi menemukan rasionalitas yang dalam hal ini
menjadi tugas filsafat. Agama dapat di terangkan dengan filsafat, diulas dan
diperinci dengan jelas oleh filsafat sehinga tidak menimbulkan keraguan, karena
berfilsafat dilakukan secara logis, sistematis, radikal dan universal tentang
Tuhan, manusia dan alam semesta.Yang mana yang difilsafatkan dalam hal ini
adalah agama yang merupakan suatu keyakinan akan adanya aturan / jalan hidup
yang bersumber dari suatu kekuatan yang absolut yakni Tuhan.
Daftar Bacaan
Sejarah Fisafat, Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins, Bentang Budaya:
Yogyakarta, 2002,
Sistematika Filsafat (buku
II), Bulan:Bintang : Jakarta, 1973
No comments:
Post a Comment