Thursday, March 28, 2013

Hubungan Antara Agama Dan Filsafat


Hubungan Antara Agama Dan Filsafat

Disusun oleh :
Ani Rahayu

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Bertanya dan terus bertanya, demikianlah berfilsafat. Kemungkinan besar yang terjadi dalam filsafat adalah pertanyaan yang terjawab dengan jawaban jawaban yang kembali memeberikan pertanyaan.artinya manusia senantiasa berfikir dan tidak pernah akan puas dengan jawaban yang bukan dianggap sebagai jawaban final. Hal ini sangat mungkin dapat terjadi pada pertanyaan di bawah tema “agama”. Sidi Gazalba dalam“Sistematika Filsafat” (buku II )mengatakan bahwa “inti soal agama dan sasaran utamanya adalah alam ghaib”.
Berbicara tentang filsafat dan hubungannya dengan agama adalah suatu yang sangat menarik. Betapa tidak, karena ternyata bila kita mau meruntut sejarah filsafat itu sendiri, sungguh tidak bisa lepas dengan apa yang disebut “kepercayaan” pada zaman dahulu, sebut saja kepercayaan atas dewa-dewi. Dalam kepercayaan itu banyak sekali kisah yang sebenarnya sulit ditangkap oleh nalar manusia, yang kemudian mulai banyak dipertanyakan (ciri fase Hellenisme)demikian juga filsafat dikemudian hari juga masih seputar pembahsan tentang sehingga melahirkan “agama-agama” ardhi, begitupun filsafat barat yang tak lepas dari pemikiran filsuf atas kristus dan lain sebagainya, sampai pada filsafat setela adanya Islam.

B.   PERMASALAHAN
Dengan menelusuri sejarah filsafat tu sebagaimana saya tuturkan di atas, muncul dalam benak penulis bveberapa permasalahan yang coba diuraikan pada baba selanjutnya yaitu :
1.                  Apa sebenarnya arti filsafat dan apa arti agama secara harfiyah dan etimologi ?
2.                  Dimana letak hubungan keduanya/ serta sejauh mana pengaruh  filsafat terhadap agama juga sebaliknya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Agama dan Filsafat
Kata agama berasal dari bahasa sanskerta . kata dasarnya ialah gam yang berati pergi atau berjalan. Paul Thillich mememberikan definisi agama sebagai berikut:
“Religie is betrokkenheit op een andere(beslisende) werkelijkheid"
agama: keyakinan bahwa ada kenyataan lain selain adanya kenyaataan kita ini, yaitu suatu kenyataan yang trans empiris dan yang bersifat menentukan, serta segala tingkah laku yang berdasar pada keyakinan itu.
Definisi lain: “suatu keyakinan kan adanya aturan atau jalan hidup yang bersumber dari suatu kekuatan yang absolut.(Tuhan).
            Kata filsafat berasal dari kataphilosophia (Yunani). Yang terdiri dari kata philo yang berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Philophia secara kseluruhan dapat diartikann seseorang yangbmencintai keebnaran sehingga ia berupaya untuk memperoleh dan memilikinya.
Dalam berfikir filsafat ini seseorang harus melalui empat tahap berfikir :
1.      Logis, berfikir dngan menggunakan logika(undang-undang berfikir) yaitu melalui tiga tahap terurut sebagai berikut pemahaman, keputusan dan argummentasi. Aplikasinya ialah dengan menetapkan suatu statement melalui premis-premis yang ditentukan, misalnya, lam berubah-ubah sebagai premis minor, setiap berubah-ubah baharu (premis mayor) dan alam baru (kesimppulan).
Jadi, pernyataan alam baru tidak muncul secara kebetulan, melainkan melalui proses logis, dimana filsafat harus senantiasa menganutnya. Euclides, misalnya berusaha untuk menyimpulkan suatu pernyataan yang berusaha untuk menyimpulkan semua pernyataan yang lain sebagai teori yang berasal dari kebenaran-kebenaran yang terbukti...hanya dengan logika.
2.      Sistematis, berfikir melalui alur fikir yang sistematis
3.      radikal, yaitu berfikir sampai pada akar setiap masalah.apabila filsafat dimulai dengan pertanyaan apa , maka jawabannya terus diupaykan, sampai pada akhir jawaban tidak ditemukan lagi pertanyaan.
4.      universal,berfikir secara umum, artinya mencakup keseluruhan.

B.    Hubungan Filsafat Dengan Agama
            Bila kita mendengarkan manusia berbicara dan berspekulasi dari ujung bumi yang satu ke ujung lainnya agaknya sulit kita percaya bahwa manusia tidak “melakukan” filsafat karena pada dasarnya seluruh umat manusia berfilsafat sedikit banyak mereka pasti merenungi mengapa atau apakah bintang-bintang itu?, mengapa segala sesuatu terjadi ?, mengapa kita mati dan apa yang akan terjadi kala kita mati?,apa sebenarnya yang baik dan apa yang jahat?,
            Seyogyanya setiap orang berhati-hati dalam mempertimbangkan hubungan antara agama dan filsafat. Beberapa pemikir Yunani kuno secara hati-hati memisahkan antar keduanya hal ini berbanding terbalik dengan keadaan masa silam tepatnya ketika filsafat barat tidak dapat dipisahkan dari tradisi-tradisi Yahudi-Kristen,bahkan ketika para filsuf itu menghabiskan hidup mereka untuk menyerang tradisi tersebut. Di banyak masyarakat , termasuk di sebagian besar budaya-budaya kesukuan, agama mendefinisikan filsafat. Dalam masyarakat lainnya filsafat yang mendefinisikan agama, khususnya pada konfusianisme dan Budhisme , keduanya adalah agama nontheistik yakni agama tanpa Tuhan (karena Konfusius juga Budha adalah orang yang nyata-nyata ada seperti halnya Musa, Isa ataupun Muhammad).orang bisa saja  mencoba membedakan agama dan filsafat menurut tapal batas yang kabur antara mitos dan filsafat. Atau melalui pembedaan dismisif antara pemikiran kritis “dogma” belaka, namun hal iniu seringkali berarti menyalah pahami pengertian mendalam agama yang dinamis. Yang pasti, filsafafat dapat memainkan sebuah peranan yang sangat penting baik di dalam maupun di luar batas-batas agama,. Namu, kelirulah bila diartikan bahwa agama, teologi dan filsafata religius (yang dipertentangkan dengan “filsafat agama” yang lebih sekuler dan kritis) terletak di luar batas-atas filsafat.
Sebagaimna filsAfat yang terus bersama/ beriringan dengan agama demikian pula keadaan filsafat yang terus beriringan dengan ilmu. filsafat terus menerus bersanding  dengan ilmu sebagaimana ia bersanding dengan mitologi dan agama, walaupun ini tidak berarti bahwa mereka semuanya sama . justru dengan pembedaan-pembedaan iyang cermat antara filsafat, mitologi, agama dan ilmu yang kita camkan dalam pikiran , maka kitra dapat mendekati permulaan filsafata. Di Barat, filsafat di asuh dalam rengkuhan kosmologi atau tepatnya kosmogoni, yaitu tentang bagaimana dunia menjadi seperti apa adanya[1].

C.  Peran Filsafat Terhadap Agama Dan Sebaliknya
            Agama, dalam pelaksanaanya selalu tidak dapat terlepas terhadap kepercayaan akan hal-hal yang ghaib. Masalah-masalah yang ghaib ini bisa diterangkan dan diulas secara terperinci secara rasional sedapat mungkin. Maka tugas filsafat di sini adalah untuk menerangkan , menafsirkan, mengukas atau merinci kepercayaan agama yang dimiliki oleh hati dan dibawa ke alam budi sehingga ia juga merpakan kebenaran sebagai hasil fikir.[2]
            Baik filsafat maupun agama, keduanya mengabdi kepada kebenaran, yang kedudukan kebenaran itu terletak dalam kedudukan masing-masing. Pada filsafat kebenaran itu terletak di ujung, is mulai dengan keraguan/kesangsian, kemudian berfikir selangkah demi selangkah secara teratur (sistematis), sadar dan konsisiten sehingga pada akhirnya di ujung pemikiran sampai kepada kebenaran. Pada agama, kebenaran itu terletak pada pangkal, ia mulai dengan meyakini kemudian ia berfikir.

BAB III
PENUTUP
Seruan berfilsafat dalam mendalami agama menurut penulis adalah telah menjadi sejogyanya karena manusia beragama bukanlah manusia-manusia primitif yang kental dengan doktrinasi tanpa mencoba mengembangkan diri. Namun demikian, pemikiran ini harus selalu bertumpu pada apa yang menjadi tolak ukur atau pangkal kebenaran agama tanpa harus melenceng dari tolak ukur tersebut.
Agama dan filsafat merupakan suatu item-item yang mengabdi kepada kebenaran. Agama yang dimiliki oleh hati dapat dibawa ke alam budi demi menemukan rasionalitas yang dalam hal ini menjadi tugas filsafat. Agama dapat di terangkan dengan filsafat, diulas dan diperinci dengan jelas oleh filsafat sehinga tidak menimbulkan keraguan, karena berfilsafat dilakukan secara logis, sistematis, radikal dan universal tentang Tuhan, manusia dan alam semesta.Yang mana yang difilsafatkan dalam hal ini adalah agama yang merupakan suatu keyakinan akan adanya aturan / jalan hidup yang bersumber dari suatu kekuatan yang absolut yakni Tuhan.

Daftar Bacaan
Sejarah Fisafat, Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins, Bentang Budaya: Yogyakarta, 2002,
Sistematika Filsafat (buku II), Bulan:Bintang : Jakarta, 1973


[1] Sejarah Fisafat, Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins, Bentang Budaya: Yogyakarta, 2002,
[2]  Sistematika Filsafat (buku II), Bulan:Bintang : Jakarta, 1973

No comments:

Post a Comment