Kebijakan Fiskal
dalam Perspektif Islam
Kebijakan fiskal adalah
kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan pengeluaran negara yang
digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal telah dikenal dalam ekonomi Islam sejak
zaman Rasulullah saw.
Anggaran belanja negara
adalah semua anggaran yang dikeluarkan oleh seluruh tingkat pemerintahan dari
pusat hingga daerah. Anggaran belanja biasa disebut budget dan biasanya
direncanakan setahun sebelumnya. Budget menggambarkan banyaknya uang yang akan
dibelanjakan oleh pemerintah dan untuk keperluan apa saja.
Anggaran belanja atau
budget dapat dikelompokkan berdasarkan selisih antara penerimaan dan
pengeluaran:
1. Budget Surplus; keadaan di mana penerimaan pemerintah melebihi
pengeluarannya.
2. Budget Deficit; keadaan di mana penerimaan pemerintah lebih kecil daripada pengeluarannya.
3. Balanced Budget; keadaan di mana penerimaan pemerintah sama dengan
pengeluarannya.
Untuk mengatasi defisit, cara yang paling umum dilakukan
adalah meningkatkan penerimaan negara melalui pajak dan/atau meminjam dana
masyarakat atau pihak lain dengan menerbitkan obligasi. Apabila dibutuhkan
pinjaman dari pihak lain, haruslah dipastikan kemampuan untuk mengembalikannya.
Untuk negara yang pasar obligasinya tidak berkembang dengan baik, alternatif
lain yang dapat dilakukan adalah mencetak uang (uang primer M1).
Rasulullah saw tidak suka melakukan budget deficit. Pengeluaran
hanya boleh dilakukan apabila ada penerimaan. Pada masa Rasulullah saw, defisit
hanya terjadi satu kali yaitu sebelum Perang Hunain (pada saat Fathul Makkah).
Defisit terjadi karena banyak orang yang masuk Islam (mu’allaf),
sehingga pengeluaran Baytul Maal lebih besar dari penerimaannya.
Walaupun sejarah menunjukkan bahwa pada zaman Ibn Furad
(Abbasiah), defisit pernah terjadi selama 16 tahun, dalam kasus ini tentu saja
kita harus membedakan antara Islam sebagai konsep yang sempurna dengan
orang-orang yang “menerapkannya” dalam kehidupan.
Sumber penerimaan berasal dari zakat, infaq, shodaqoh,
khumus, ghonimah (rampasan perang), jizya (pajak yang dibayar
non-muslim), kaffarah (denda), warisan tanpa ahlinya, dll.
Perekonomian dibangun berdasarkan usaha riil. Pertumbuhan
diciptakan dengan :
1. Peningkatan produksi total (produktivitas) dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi produksi, peningkatan SDM, dan peningkatan
modal (kapital). Kapital diarahkan sebesar mungkin ke sektor produktif, bukan
konsumtif.
2. Meningkatkan permintaan agregat (AD) dengan meningkatkan
pendapatan masyarakat melalui peningkatan partisipasi kerja, dan pemerataan
distribusi pendapatan melalui instrumen zakat, infaq, shodaqoh, dll.
Anggaran dimanfaatkan untuk menstimulus peningkatan
produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan
agregat. Anggaran disusun dengan berpegang pada asas keadilan dan pemerataan,
bukan sekedar mementingkan pertumbuhan namun tanpa memperhatikan pemerataan
yang akan melahirkan konglomerasi dan penguasaan sumber daya pada segelintir
orang. Alokasi anggaran harus tepat sehingga menciptakan suasana perekonomian
yang berkeadilan, sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
banyak orang, bukan hanya segelintir orang.
Prayudi
Mahasiswa Jurusan Akuntansi FEUI
No comments:
Post a Comment