Saturday, March 16, 2013

Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Islam


Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Islam
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan pengeluaran negara yang digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal telah dikenal dalam ekonomi Islam sejak zaman Rasulullah saw.
Anggaran belanja negara adalah semua anggaran yang dikeluarkan oleh seluruh tingkat pemerintahan dari pusat hingga daerah. Anggaran belanja biasa disebut budget dan biasanya direncanakan setahun sebelumnya. Budget menggambarkan banyaknya uang yang akan dibelanjakan oleh pemerintah dan untuk keperluan apa saja.
Anggaran belanja atau budget dapat dikelompokkan berdasarkan selisih antara penerimaan dan pengeluaran:
1.       Budget Surplus; keadaan di mana penerimaan pemerintah melebihi pengeluarannya.
2.       Budget Deficit; keadaan di mana penerimaan pemerintah lebih kecil daripada pengeluarannya.
3.       Balanced Budget; keadaan di mana penerimaan pemerintah sama dengan pengeluarannya.
Untuk mengatasi defisit, cara yang paling umum dilakukan adalah meningkatkan penerimaan negara melalui pajak dan/atau meminjam dana masyarakat atau pihak lain dengan menerbitkan obligasi. Apabila dibutuhkan pinjaman dari pihak lain, haruslah dipastikan kemampuan untuk mengembalikannya. Untuk negara yang pasar obligasinya tidak berkembang dengan baik, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah mencetak uang (uang primer M1).
Rasulullah saw tidak suka melakukan budget deficit. Pengeluaran hanya boleh dilakukan apabila ada penerimaan. Pada masa Rasulullah saw, defisit hanya terjadi satu kali yaitu sebelum Perang Hunain (pada saat Fathul Makkah). Defisit terjadi karena banyak orang yang masuk Islam (mu’allaf), sehingga pengeluaran Baytul Maal lebih besar dari penerimaannya.
Walaupun sejarah menunjukkan bahwa pada zaman Ibn Furad (Abbasiah), defisit pernah terjadi selama 16 tahun, dalam kasus ini tentu saja kita harus membedakan antara Islam sebagai konsep yang sempurna dengan orang-orang yang “menerapkannya” dalam kehidupan.
Sumber penerimaan berasal dari zakat, infaq, shodaqoh, khumus, ghonimah (rampasan perang), jizya (pajak yang dibayar non-muslim), kaffarah (denda), warisan tanpa ahlinya, dll.
Perekonomian dibangun berdasarkan usaha riil. Pertumbuhan diciptakan dengan :
1.      Peningkatan produksi total (produktivitas) dengan intensifikasi dan ekstensifikasi produksi, peningkatan SDM, dan peningkatan modal (kapital). Kapital diarahkan sebesar mungkin ke sektor produktif, bukan konsumtif.
2.      Meningkatkan permintaan agregat (AD) dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan partisipasi kerja, dan pemerataan distribusi pendapatan melalui instrumen zakat, infaq, shodaqoh, dll.
Anggaran dimanfaatkan untuk menstimulus peningkatan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan agregat. Anggaran disusun dengan berpegang pada asas keadilan dan pemerataan, bukan sekedar mementingkan pertumbuhan namun tanpa memperhatikan pemerataan yang akan melahirkan konglomerasi dan penguasaan sumber daya pada segelintir orang. Alokasi anggaran harus tepat sehingga menciptakan suasana perekonomian yang berkeadilan, sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal oleh banyak orang, bukan hanya segelintir orang.
Prayudi
Mahasiswa Jurusan Akuntansi FEUI

No comments:

Post a Comment