Thursday, March 28, 2013

Negara, Kelompok Etnis dan Konflik Sosial


Negara, Kelompok Etnis dan Konflik Sosial
  
Disusun oleh :
Ani Rahayu

BAB I
PENDAHULUAN
            Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar secara geografis dan kependudukan. Secara geografis Indonesia terbentang dari ujung barat ke ujung timur, dari Sabang hingga ke Merauke. Masing-masing wilayah tersebut memiliki variasi suku, etnis, bahasa serta budaya. Masing-masing varian tersebut membentuk kelompok-kelompok, misal kelompok suku, kelompok etnis yang kesemuanya itu merupakan detail-detail dari kelompok sosial. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi dengan sesamanya membentuk kerjasama-kerjasama atau simbiosis. Adanya kelompok sosial tersebut merupakan suatu hal yang lumrah yang berangkat dari atau yang dihasilkan oleh pola interaksi sosial.
            Di negara kita ini, keberadaan kelompok-kelompok etnis tumbuh subur dan berkemabang demikian rupa. Sebut saja, oraganisasi-organiasasi yang berlebelkan daerah asal yang merupakan perwujudan dari pengelompokan etnis di suatu wilayah. Misal: Ikatan Keluarga Bone juga Ikatan Keluarga Makassar perwujudan dari kelompok etnis bugis, dan masih banyak lagi lainnya, diantaranya perwujudan kelompok etnis melayu dan tionghoa.
            Selain menghasilkan kelompok sosial yang salah satu diantaranya adalah kelompok etnis (detail yang kita bahas dalam makalah ini), interaksi sosial juga adakalanya menghasilkan konflik. Timbulnya konflik bermula dari adanya interaksi sosial. Jenis konflik berbeda-beda, sesuai dengan penyebab yang berbeda pula misalnya konflik karena ketegangan sosial atau kecemburuan sosial yakni etnis tertentu dalam banyak hal lebih unggul dari etnis lainnya.
           
BAB II
PERMASALAHAN
            Dalam membicarakan negara serta komponen yang masuk di dalamnya, tentu tidak lepas dari pembicaraan masalah sosial karena manusia sebagai komponen dasar negara adalah zoon politicon. Berbicara tentang masalah sosial tentu saja banyk sekali materi yang dapat diangkat  untuk kemudian dibahas lebih lanjut. Namun dalam makalah ini, saya saya hanya membatasi permasalahan seputar tema pokok “Negara, Kelompok Etnis dan Kelompok Sosial”, berangkat dari pertanyaan-pertanyaan berikut di bawah ini:
  1. Bagaimana konsep dasar tentang negara yang meliputi apa hakekat negara?, bagaimana mula terbentuknya?
  2. Selama ini kita sering mendengar istilah etnis. Apa sebenarnya etnis ini ?
  3. Setelah cukup sering mendengar istilah etnis, kita juga tidak jarang mendengar isu-isu konflik sosial yang sekitar 2 tahun lalu santer terdengar di berbagai wilayah Indonesia, yang menurut informasi burung melibatkan kelompok-kelompok etnis lokal terkait. Bagaimana bisa terjadi konflik? Mengapa melibatkan kelompok etnis?
  4. Sejauh mana peranan kelompok etnis dalam terjadinya konflik ?
  5. Ada keterkaitan apa dengan negara, kelompok etnis dan konflik sosial ?

BAB III
PEMBAHASAN

A.  KONSEPSI  DASAR
            Sebelum membahas lebih jauh mengenai negara, kelompok etnis dan konflik sosial  bijak kiranya bagi kita untuk mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian dan segala konsep dasar lainnya berkenaan dengan negara, kelompok etnis dan konflik sosial.
1.      Konsep Dasar Tentang Negara
         Kata “negara” yang akrab di telinga kita saat ini, perlu diketahui bahwa ia berasal dari kata staat, state, etat diambil dari bahasa latin statusm yang berarti keadan yang tegak[1].  Sedangkan secara terminologi negara ialah organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
         Negara ini sekurang-kurangnya harus memenuhi 4 unsur mendasar (syarat) sehingga ia dapat di sebut sebagai negara, yaitu : adanya rakyat, adanya wilayah, adanya pemerintahan dan adanya kedaulatan. Negara yang telah terbentuk, maka seiring perkembangannya ia akan masuk dalam salah satu dari 2 bentuk negara dalam konsep dan teori modern saat ini yaitu
1)  Negara kesatuan yang terbagi atas sistem sentralisasi dan desentralisasi.
2)  Negara serikat atau federasi.
         Menurut saya, bentuk pemerintahan suatu negara, pada hakekatnya tak lepas dari tinjauan kerakyatan (karakteristik rakyat serta keanekaragamannya). Hal inilah yang kemudian akan saya bahas lebih lanjut dalam makalah ini.
2.   Konsep Dasar Tentang Etnis
         Pada dasarnya rakyat yang menghuni suatu negara tidaklah homogen melainkan heterogen, keadaan seperti ini dalam sosiologi disebut diferensiasi yaitu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam golongan-golongan atau atau kelompok secara horizontal[2]. Perwujudannya adalah penggolongan penduduk atas dasar perbedaan dalam hal-hal yang tidak menujukkan tingkat, seperti profesi, klan, etnis, agama, jenis kelamin dan sebagainya. Satu hal yang menarik bagi saya untuk dibahas dari sekian perwujudan diferensiasi ini ialah mengenai etnis. Manusia gemar berkelompok secara etnis dan membentuk suatu kekuatan dalam negara di berbagai bidang, diantaranya etnis melayu, etnis tionghoa dan sebagainya.
3.   Konsep Dasar Tentang Konflik
         Apabila suatu keadaan tidak lagi tentram, terdapat pertentangan, menimbulkan keresahan, kegelisahan sosial (social unrest). Dapat dipastikan bahwa sedang terjadi apa yang disebut dengan konflik. Dalam ilmu sosiologi, konflik sosial yaitu keadaan masyarakat yang dilanda pertentangan akibat hubungan yang tidak serasi antara tindakan, norma dan nilai sosial dalam interaksi sosial. Di atas, saya katakan bahwa sifat rakyat suatu negara adalah heterogen. Keadaan yang heterogen ini berpeluang menimbulkan konflik,bila satu sama lain penduduk kurang bijak menyikapinya.
            Suatu masyarakat merupakan kumpulan manusia yang masing-masing mempunyai sejumlah kepentingan-kepentingan. Tabrakan kepentingan selalu bisa terjadi yang dapat menimbulkan perselisihan dan pertikaian, sehingga mengakibatkan gangguan terhadap keamanan umumnya dan ketertiban masyarakat khususnya. Perkembangan sosial ekonomi, kepadatan penduduk yang sangat tinggi di daerah-daerah tertentu dan sangat rendah di daerah-daerah lainnya mengandung pula permasalahan yang relatif permanen yang juga bisa menyulut terjadinya konflik. Jadi, penyebab konflik beraneka ragam meliputi banyak hal.

B.   KEBERADAAN KELOMPOK ETNIS DALAM NEGARA
            Agar dapat berdiri kokoh dalam berbagai bidang percaturan, percaturan perekonomian, percaturan kebudayaan, percaturan politik dan sebagainya, maka dibentuklah kelompok-kelompok oleh rakyat suatu negara di negara yang bersangkutan.   Kelompok adalah sejumlah orang yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain serta mempunyai struktur. Struktur adalah susunan intern yang memungkinkan kontinuitas (kelanjutan hidup) dan pelaksanaan fingsi.
            Adakalanya kelompok itu dibentuk demi mempertahankan keberadaan dirinya (eksistensi) yang memang telah kuat dalam arti telah dikenal, telah menguasai sektor-sektor penting kehidupan dalam negara dan kelompok lainnya melakukan pengelompokan agar ia dikenal karena sebelumnya, secara kualitas ia minoritas. Maksud minoritas di sini ialah kelompok ini senantiasa berada pada level bawah bidang kehidupan. Misalnya, kelompok ini umumnya bertindak sebagai buruh dalam percaturan perekonomian (perdagangan) atau sebagai petani/pedagang kecil. Dalam kancah perpolitikan tidak banyak dari kelompok ini yang dapat menduduki jabatan-jabatan penting kepemerintahan. Salah satu macam kelompok yang sering kita dengar dalam kehidupan ini diantaranya kelompok etnis.
            Bila dilihat dari sejarah panjang bangsa Indonesia, sebenarnya awal mula pengelompokan tersebut selain didasari atas rasa kebersatuan sesamanya (etnis yang sama) juga diperkuat dengan kebijakan pemerintahan penjajah Belanda ketika menguasai bangsa Indonesia. Ketika itu struktur masyarakat Hindia Belanda didasarkan atas pembagian rasial (etnis) yaitu kelompok Eropa (Belanda), dan kelompok pribumi atau Inlander, kelompok Timur Asing (termasuk di dalamnya orang-orang Tionghoa dan Arab juga India). Tiap kelompok diatur dengan undang-undang yang berbeda serta mempunyai hak yang berbeda pula. Misalnya untuk maksud-maksud hukum, orang Tionghoa dianggap “penduduk asli”, serta tunduk kepada hukum untuk pribumi akan tetapi di samping itu, mereka juga dianggap sebagai “non pribumi”. Contoh riil bentuk pengelompokan etnis lainnya pada masa silam seperti yang disebutkan oleh Susanto Tirtoprodjo yaitu Budi Utomo yang dipimpin oleh dr. Wahidin adalah sebuah organisasi sosial-politis dari golongan priyayi dan bertujuan untuk memajukan kebudayaan dan status ekonomi suku Jawa. Keanggotaannya terbatas pada orang Jawa dan penduduk asli di Pulau Jawa dan Madura[3]. 
            Kendatipun dengan munculnya istilah/nama kelompok-kelompok itu dirasakan sebagai ketidakadilan, karena dengan keadaan yang demikian mengakibatkan perbedaan perlakuan atas kelompok bersangkutan. Namun harus diakui, keberadaan kelompok-kelompok ini sangat penting dalam negara. Di negara besar seperti Indonesia ini, dalam pengertian besar bukan hanya secara geografis yang luas dan terpisah-pisah tetapi juga besar tingkat keanekaragaman suku bangsa,etnis dan lain-lain. Lebih lanjut, tiap-tiap suku bangsa dan etnis tersebut memiliki keberbedaan karakter, tentu saja bukan hal yang mudah untuk bisa mengatur mereka (rakyat Indonesia) secara keseluruhan. Sebagaimana dosen yang ingin secara maksimal membantu mahasiswa dalam pemahaman atas suatu ilmu maka dosen tersebut seyogyanya mengerti karakteristik mahasiswanya. Begitupun presiden serta jajaran pejabat tinggi kenegaraan lainnya perlu memahami terlebih dahulu karakteristik rakyatnya sebelum memberikan pemahaman atas kebijakan-kebijakan demi tercapai visi serta misi ke depan bangsa. Dengan keterbatasan penjangkauannya, tidaklah mungkin seorang pejabat bisa memahami segenap rakyatnya yang beraneka. Maka, disinilah letak usgensinya kelompok-kelompok etnis, karena tiada lain yang bisa lebih memahami dengan baik karakter etnis tertentu selain etnis itu sendiri. Menyampaikan maksud kepada perorangan yang memiliki kuasa atas kelompok dirasa lebih mudah bagi seorang pemimpin, kemudian perorangan tersebut menyampaikan kepada kelompok dengan style dan timing yang tepat dengan pertimbangan aspek karakter daripada harus menyampaikan langsung pada massa/kelompokbelum tentu dapat menerima dengan baik atas informasi yang disampaikan. Jadi, disini kelompok etnis berperan dalam efektifitas komunikasi antara pemerintah dan rakyat.

C.     TERJADINYA KONFLIK SOSIAL
                        Berdasarkan realita dalam kehidupan ini, maka Green seorang penulis buku sosilogi bisa mengklasifikasikan konflik pada dua jenis yaitu konflik terbuka atau terang-terangan (overt) dan konflik latien yakni konflik yang berjalan secara tidak terang-terangan. Konflik, lumrah terjadi sebagai alur alamiah kehidupan yang berangkat dari interaksi sosial. Dalam proses sosial (dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik, dalam hal ini kelompok dengan kelompok) terdapat dua kekuatan dasar yang kontradiktif satu sama lain yaitu :
1.      Kekuatan sentrifugal (mendekatkan satu sama lain), melahirkan proses interaksi sosial koperasi (co-operation)  ialah kerjasama yang dimaksudkan untuk tujuan bersama. Ada berbagai macam cara bekerja sama, Karl Bucher membaginya dalam tiga hal yaitu :
­   Koalisi (kerjasama berkawan), gesselinearbeit.
­   Kerjasama suplementer, arbeits haufung.
­   Kerjasama berdiferensiasi, arbeits verbindung.
         Dalam kelompok kerjasama-kerjasama di atas, pelaku-pelaku di dalamnya  adalah plural dalam hal etnis, suku ras, agama dan sebagainya. Jadi bisa disebut dengan kerjasama pluralitas. Suatu hal penting bagi mereka, cukup memiliki tujuan yang sama saja walau berbeda etnis, ras, agama dan sebagainya bukan masalah.
Penulis bisa tambahkan bahwa dengan menganalisa realita kehidupan ini maka penulis menemukan bentuk atau cara kerjasama lain selain yang dikemukakan Karl Bucher yaitu kerjasama singularitas, maksudnya keanggotannya bersifat singular, misalnya satu etnis saja, atau satu agama saja dan sebagainya, namun dalam hal bidang kerjasama, cakupannya lebih luas daripada cakupan bidang ketiga bentuk kerjasama di atas. Dari sini dapat saya simpulkan bahwa pengertian kelompok etnis berbeda dengan pengertian kelompok sosial, kelompok etnis adalah bagian dari kelompok sosial.
         Pada dasarnya, kerjasama dimaksudkan untuk mencapai keuntungan, yang dapat dirasakan tiap-tiap anggota dalam lingkaran kerja sama tersebut. Namun seiring berkembangnya zaman. Beberapa bentuk kerjasama tidak lagi berasaskan bentuk hidup bersama yang diliputi kasih sayang melainkan sebaliknya, kerjasama dibentuk berasaskan untung rugi, sehingga rentan menimbulkan konflik. Ferdinant Tonis (Jerman) mengemukakan dalam bukunya “Gemenschaff und Gesselchaff” bahwa community, persekutuan, paguyuban ia samakan dengan atau ia sebut sebagai gemenschaff. Dengan gemainschaff dimaksudkan suatu perikatan manusia dengan perasaan bersatu yang kuat, solidaritas yang tinggi serta tahan lama. Sedangkan society, masyarakat dan pergaulan ia sebut sebagai gesselchaff yang kental dengan perhitungan untung ruginya.
         Bila berpegang pada teori Tonis, maka bentuk kerjasama atau bentuk persatuan seperti paguyuban masyarakat Lamongan, ikatan keluarga Bone, persatuan melayu adalah bentuk dari gesselchaff bila dilihat dari intern kelompok. Namun, bila kita melihat dari sudut pandang kelompok satu terhadap kelompok lain maka ia adalah gemainschaff, kelompok etnis satu dan kelompok etnis lainnya berkompetisi dalam dunia sosial. Pada posisi demikian, keberadaan kelompok ini berpeluang menyulut konflik.
         Sebagai contoh, wilayah pemukiman di pulau Jawa telah amat padat, sedangkan di pulau Kalimantan masih banyak lahan luas yang dapat dijadikan tempat pemukiman serta peluang usaha pun asih terbuka lebar.  Hal ini tidak sesuai dengan jumlah pendudukKalimantan yang sangat jauh lebih sedikit dari jumlah penduduk Jawa, maka Pemerintah melakukan proyek pemerataan penduduk. Sebagian dari penduduk Jawa ditransmigrasikan ke Kalimantan. Keadaan demikian ini mengancam eksistensi penduduk lokal/etnis lokal sehingga baik disadari atau tidak disadari telah tertanam dalam pemikiran mereka (etnis lokal) untuk sedapat mungkin menekan kesuksesan transmigran yang selanjutnya berujung pada pertikaian antar etnis, konflik antar etnis. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab terjadinya konflik karena adanya upaya mempertahankan eksistensi etnis okal yang tidak mau dengan mudah tersaingi oleh etnis pendatang. Awal mula terjadinya konflik pada umumnya berupa sengketa tanah. Kekuatan sentripetal (mejauhkan atau memisahkan satu sama lain) melahirkan proses interaksi yang disebut konflik. Konflik adakalanya berupa :
­   Konflik intra kelompok yaitu konflik yang muncul dikemudian hari setelah terlebih dahulu diadakan koperasi (kerjasama), ternyata dalam perjalanannya  dalam kelompok yang berkoperasi ini terjadi perselisihan maka terjadi konflik intra kelompok, baik dalam yang pluralitas ataupun dalam kelompok yang singularitas.
­   Konflik antar kelompok yaitu perselisihan yang muncul anatar dua kelompok berbeda atau lebih, bisa didahului dengan koperasi antara satu dan lainnya atau tanpa didahului koperasi. Bila perselisihan tersebut tanpa didahului koperasi ada kemungkinan dahuluny kelompok-kelompok ini tidak ada hubungan apa pun, tidak kerjasama, tidak pula saling benci atau dendam atau mungkin sebaliknya kelompok-kelompok ini telah memiliki rasa benci dan dendam dari hulunya.
           
            Di atas tadi, penulis menyebutkan masalah sengketa tanah. Sengketa tanah ini bentuk mula konflik yang lazim kita temui di daerah-daerah pedalaman kawasan berpenduduk minim. Sengketa selain terjadi antar etnis, juga dapat terjadi anatara pemerintah dan kelompok etnis yang dimana kelompok etnis berpendapat bahwa tanah mereka adalah adat, pihak pemerintah bersikera lahan tersebut milik negara. Permasalahan lahan seringkali berjalan berlarut-larut sehingga tidak jarang terjadi peperangan bersenjata.
            Penyebab lain selain mempertahankan eksistensi etnis lokal dalam hal wilayah adat, ialah kecemburuan sosial. Etnis tertentu dipandang oleh etnis lainnya sebagai etnis yang selalu dominan dalam berbagai bidanag kehidupan dan dapata dengan mudah meraih kesuksesan. Hal seperti ini juga bisa berakibat pada konflik yang berkepanjangan.
            Kelompok etnis hanyalah satu dari bagian-bagian yang dapat memicu timbulnya konflik sosial. Selain karena adanya faktor etnis, konflik sosial juga bisa terjadi karena adanya lain seperti ekonomi dan agama. Walaupun sebenarnya tidaklah etis kiranya membawa-bawa agama dalam perkara konflik. Namun sepertio itulah kenyataan yang kita dapatkan di lapangan.
            Konflik yang telah terjadi berlarut-larut membangkitkan munculnya cara interaksi sosial yang lain yaitu akomodasi. Akomodasi ialah suatu cara interaki sosial untuk meredam terjadinya pertikaian yang berlangsung secara terus menerus. Berakhirnya pertikaian diantara kelompok tersebut ditandai dengan working relationship, yang kemudian disebut dengan akomodasi. Oleh karena itu akomodasi dapat disebut sebagai bagian akhir dari konflik[4]. Tapi, tidak  selamanya bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial itu selalu terjadi mengikuti aturan-aturan terurut koperasi, kompetisi kemudian konflik dan berakhir dengan akomodasi.

BAB IV
PENUTUP
            Salah satu unsur pembentuk negara adalah rakyat. Kondisi strategis bumi Indonesia yang terbentang dari barat ke timur, dari Sabang ke Merauke mengandung faktor-faktor penentu budaya yang sifatnya relatif permanen, ia adalah keanekaragaman suku bangsa, etnis, budaya, serta bahasa. Yang demikian banyak variasinya menimbulkan karakter-karakter etnis yang berbeda pula. Manusia sebagai zoon politicon cenderung melakukan pengelompokan.   Kelompok adalah sejumlah orang yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain serta mempunyai struktur. Struktur adalah susunan intern yang memungkinkan kontinuitas (kelanjutan hidup) dan pelaksanaan fungsi. Salah satu jenis penglompokan tersebut yaitu pengelompokan berdasarkan etnis. Tiap-tiap kelompok etnis di tiap-tiap wilayah negara menginginkan kelompoknya maju dan eksis.
            Perkembangan sosial ekonomi, kepadatan penduduk yang sangat tinggi di daerah-daerah tertentu dan sangat rendah di daerah-daerah lainnya mengandung permasalahan yang relatif permanen serta sukar dicari solusinya. Ketika satu kebijakan diambil oleh pemerintah menghindari kepincangan demografi. Penduduk lokal/etnis lokal menyatakan keberatannya. Sehingga menyulut timbulnya konflik.
            Kita tidak perlu menyesali konflik yang tengah terjadi, karena konflik sebenarnya merupakan bagian dari alur kehidupan yang berangkat dari adanya interaksi sosial. Yang perlu kita lakukan ialah bagaimana bisa bijak menyikapi konflik, sehingga mencegahnya berlarut-larut, berkepanjangan. Untuk itu kita perlu meredam ego diri, tidak perlu kiranya etnis yang berwatak keras selalu dalam kerasnya sehingga mengalahkan yang lemah dan tidak mau mengerti, terus mengotot melawan kebijakan pemerintah. Penduduk bangsa yang beragam seperti Indonesia ini sepatutnya mampu memahami karakter etnis demi menghindari konflik-konflik baru.
            Kendatipun kehadiran kelompok etnis cukup berpeluang memebri andil dalam mencuatnya koflik, tapi ia juga dapat memberikan manfaat besar dalam efisiensi komunikasi pemerintah dengan publik.
            Suatu masyarakat merupakan kumpulan manusia yang masing-masing mempunyai sejumlah kepentingan-kepentingan. Tabrakan kepentingan selalu bisa terjadi yang dapat menimbulkan perselisihan dan pertikaian, sehingga mengakibatkan gangguan terhadap keamanan umumnya dan ketertiban masyarakat khususnya. Oleh karena itu, upaya penertiban masyarakat secara terus menerus akan merupakan kewajiban kita bersama selaku komponen penting bangsa bersama pemerintah bidang hankamnas.

Daftar Bacaan
Dede Rosyada dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, ICCE UIN: Jakarta.
Dra. Sri Purwanti dkk, Sosiologi 1A, Seti-Aji : Surakarta.
Dr. Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, Grafiti Pers : Jakarta.
Dra. Hj. Hidajatul Hidajah M.Si, Peta Pemikiran Sosiologi dan Perkembangannya, Surabaya: Putra Pelajar.


           
             
           
           


[1] Dede Rosyada dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, ICCE UIN: Jakarta,
[2] Dra. Sri Purwanti dkk, Sosiologi 1A, Seti-Aji : Surakarta,
[3] Dr. Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, Grafiti Pers : Jakarta,
[4] Dra. Hj. Hidajatul Hidajah M.Si, Peta Pemikiran Sosiologi dan Perkembangannya, Surabaya: Putra Pelajar,

No comments:

Post a Comment