Tuesday, December 29, 2015

MUSYARAKAH



MUSYARAKAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk memakukan aktisitas bisnis, untuk memperoleh penghasilan guna mencukupi kebutuhan sehari baik itu untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, serta sebagai bekal dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Berbagai macam jenis usaha dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan, seperti bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau sebagai investor yang kesemuanya tergantung pada bidang keahlian yang dimiliki. Kesemuanya itu boleh dilakukan selama tidak melanggar ketentuan agama yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang dapat dilakukan sebagai pengusaha yaitu musyarokah.  Yakni perserikatan antara dua orang atau lebih dalam usaha untuk memperoleh keuntungan dengan hasil ditanggung bersama. Yang dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai musyarokah.
B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
1.      Apa yang dimaksud dari Syirkah?
2.      Apasaja rukun dan syaratnya?
3.      Apasaja macam-macam syirkah?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah
1.      Untuk memenuhi tugas matakuliah Pengantar Fiqih Muamalah.
2.      Sebagai tambahan wawasan keilmuan.

BAB II
A.    Pengertian
Menurut bahasa Syirkah berarti al-ikhtilat yang artinya campur atau percampuran. Yakni percampuran harta antara dua orang sehingga tidak tidak mungkin lagi dapat dibedakan.[1]
Secata istilah para ulama berbeda pendapat pengertian yang dimaksud dengan syirkah yaitu:[2]
1.     Menurut Sayyid Sabiq, sirkah adalah akad anatara dua orang yang berserikat pada harta dan keuntungan.
2.     Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan Syirkah ialah ketetapan hak pada sesuatu pada dua orang atau lebih dengan cara yang mashur (diketahui)
3.     Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umira yang dimaksud dengan syirkah adalah penetapan hak pada suatu bagi dua orang atau lebih.
4.     Menurut Imam Taqiyyudin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, yang dimaksud dengan syirkah ialah Ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang diketahui.
5.     Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie bahwa yang dimaksud denga syirkah, adalah akad yang berlaku diantara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungan.
6.     Menurut Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama degan syarikat dagang yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerjasama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
Dari definisi-definisi yang telah disampaikan oleh para ulama dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
B.    Hukum Syirkah
Adapun landasan kebolehannya melaksankan syirkah terdapat dalam al-Qur’an  surah Shaad ayat 24:
Terjemahnya: … dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini[3]
Dan juga dalam hadis yakni:
عَنْ ابِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قال: اِنَّ اللهِ تَعَالَى يَقُوْلُ اَنَا ثَا لِثُ الشَرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَاِنْ خَانَ اَحَدُ هُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا(رواه ابوداو: 3383)[4]
Terjemahnya: Dari Abu Hurairah sesunggungnya Allah Ta’ala Berfirman Aku ini ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang tidak menghianati temannya, apabila salah seoarang telah berhianat terhadap temannya Aku keluar dari antara mereka.(Hadis Riwayat Abu Daud: 3383)[5]
Berdasarkan dalil tersebut diatas maka para ulama bersepakat perihal kebolehan melakukan syirkah, meskipun para ulama berselisih perihal jenis-jenis syirkah yang dibolehkan.
 C.    Rukun dan Syarat
1.      Rukun
Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun dari Syirkah, menurut ulama Hanfiyah syarat syirkah ada dua yakni ijab dan kabul, karena ijab kabul yang menentukan adanya syirkah.[6] Sedangkan menurut Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkan adalah pihak yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja.[7]
2.      Syarat
Adapun syarat dari syirkah menurut ulama hanfiyah ada empat yakni:[8]
a.      Sesuatu yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu; 1) yang berkenaan dengan benda yang di adakan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, 2) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak.
b.      Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah mall (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi 1) yakni objek yang dapat dijadikan akad syirkah adalah alat pembayaran 2) yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilaksankan.
c.      Sesuatu yang berkaitan dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan 1) modal harus sama, 2) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, 3) yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdaganngan.
d.     Syarat yang berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
Sedang syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad menurut mazhab malikiyah ialah merdeka, balligh dan pintar (rusyd).
Menurut ulama syafi’iyah syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan yang lain dinyatakan batal.
Adapun syarat-syarat syirkah menurut Idris Ahmad sebagaimana dijelaskan yakni:[9]
a.      Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
b.      Anggota serikat saling mempercayai, Karen masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya
c.      Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang ataupun bentuk lainnya.
D.    Macam-Macam Syirkah
Syirkah terebagi menjadi dua macam yakni syirkah amlak dan syirkah uqud. Syirkah amlak adalah syirkah yang bersifat memaksa dalam hokum positif, sedang syirkah uqud adalah syirkah yang bersifat ikhtiariyah. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai syirkah amlak dan syirkah uqud sebagai berikut:[10]
1.     Syirkah Amlak
Ialah syirkah antara dua orang atau lebih yang memiki barang tanpa memiki akad. Syirkah ini terbagi menjadi dua macam yakni:
a.      Syirkah Ikhtiyari (sukarela)
Syirkah iktiyari adalah syirkah yang  disebabkan adanya kontran dari dua orang yang bersekutu
b.      Syirkah Ijbari (paksaan)
Syirkah ijbari adalah syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatannya.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah salah seorang yang berekutu seolah-olah sebagai orang lain dihadapan yang bersekutu lainnya. Oleh karena itu, salah seorang diantara mereka tidak boleh mengolah harta syirkah tersebut tanpa izin dari rekan syirkahnya, karena keduanya tidak mempunyai wewenang untuk menentukn bagian masing-masing.
2.     Syirkah Uqud
Syirkah ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
Menurut ulama hanabilah, syirkah ini terbagi menjadi lima yakni:
a)      syirkah inan
b)     syirkah mufawidhah
c)      syirkah abdan
d)     syirkah wujuh
e)      syirkah mudharabah
ulama Hanafiyah membaginya menjadi enam macam, yakni:
a)      syirkah amwal
b)     syirkah a’mal
c)      syirkah wujuh
Masing-masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawidah dan ‘inan.
Secara umum ulama syfi’I dan maliki dari mesir berpendapat bahwa syirkah terbagi menjadi empat macan yakni:
a)      syirkah inan
b)     syirkah mufawidhah
c)      syirkah abdan
d)     syirkah wujuh
ulama fiqih bersepakat perihal kebolehannya syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya masih diperselisihkan kebolehannya. Adapun pengertian dari masing-masing syirkah adalah sebagai berikut:
a)      Syirkah Inan[11]
Syirkah inan ialah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang bersama-sama dan membagi laba atau kerugian bersama-sama.
Para fuqoha bersepakat tentang bolehnya syirkah inan. Sirkah inan ini banyak dilkukan karena tidak disyaratkan adanya kesamaan modal dan pengelolaan, juga dalam pembagian hasil dibolehkan berbeda tergantung pada kesepakatan yang telah dibuat secara bersama.
b)     Syirkah Mufawidhah[12]
secara bahasa mufawidah artinya persamaan. Dinamakan mufauwidah karena harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya.
Sedangkan menurut istilah mufawwidah adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk melakukan perserikatan dengan persyaratan memiliki kesamaan dalam jumlah modal, keuntungan, pengelolaan serta agama yang dianut.
Dengan demikian, setiap pihak akan menjamin pihak lainnya, baik dalam penjualan ataupun pembelian. Pihak-pihak yang berserikat tersebut saling mengisi dalam hak dan kewajibannya, yakni masing-masing menjadi wakil yang lain aatau menjadi pihak yang diwakili oleh pihak lainnya.
c)      Syirkah Abdan/ Syirkah A’mal[13]
Syirkah abdan[14] yaitu pesekutuan dua orang untuk menerima pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Dan keuntungan dibagi diantara keduanya dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Ulama Malikiyah menberikan syarat untuk syirkah ini yakni, 1) usaha yang dlakukan harus sama, 2) usaha boleh berbeda bila masih ada keterkaitannya satu dengan yang lainnya, 3) keduanya harus berada di tempat yang sama, 4) pembagian keuntungan didasarkan pada kadar pekerjaan yang dilakukan.
d)     Syirkah Wujuh[15]
Syirkah wujuh[16] adalah persekutuan dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang tidak secara tunai dan menjuanya secara tunai, kemudian keuntungannya dibagi diantara keduanya dengan syarat tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Penamaan wujuh karena tidak akan terjadi jual beli secara tidak kontan jika kedunya tidak dianggap pemimpin dalam pandangan manusia secara adat.
Dalam hal pembagian keuntungan, hendaklah dihitung berdasarkan perkiraan dalam hal kepemilikan, tidak boleh lebih dari itu sebab persekutuan ini didasarkan pada tanggung jawab pada barang dagangan yang mereka beli, baik denga harta maupun dengan pekerjaan. Dengan demikian, keuntungan harus didasarkan atas tanggung jawab dan tidak boleh melebihi kadar tanggungan masing-masing.
E.     Pembagian Hasil Usaha
Pembagian hasil usaha baik itu keuntungan ataupun kerugian  dilakukan berdasarkan presentasi modal yang di sertakan dalam syirkah. Semakin besar presentasi modal yang disertakan dalan syirkah maka semakin besar pula pembagian yang diperoleh.[17]
F.     Berakhirnya Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut ini:[18]
1.     Salah satu pihak membatalkan kesepakatannya meskipun tanpa persetujuan dari pihak yang lainnya.
2.     Salah satu pihak kehilangan kemampuan dalam bertasharruf (keahlian mengelola harta)
3.     Salah satu pihak meninggal dunia, namun bila yang bersyirkah lebih dari dua orang, maka yang berakhir hanya yang meninggal saja.
4.     Salah satupihak berada dalam pengampuan.
5.     Salah satu pihak mengalami kebangrutan yang mengakibatkan tidak lagi menguasai harta yang menjadi saham syirkah.
6.     Modal para pihak yang bersyirkah hilang sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut bahasa Syirkah berarti al-ikhtilat yang artinya campur atau percampuran. Yakni percampuran harta antara dua orang sehingga tidak tidak mungkin lagi dapat dibedakan.  Sedang secara istilah, dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuia dengan kesepakatan diantara yang berserikat.
Terlepas dari perbedaan pendapat diantara para ulama, secara umum ulama berpendapat bahwa syirkah terbagi menjadi empat macan yakni: syirkah inan, syirkah mufawidhah, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.
Adapun rukun syirkah yakni pihak yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Sedangkan syarat syirkah  yaitu: 1) berkaitan dengan bentuk syirkah yakni benda yang yang diadakan harus dapat diterimakan sebagai perwakilan dan keuntungan harus jelas pembagiannya serta diketahui kedua pihak, 2) berkaitan dengan syirkah harta yakni objek yang dapat dijadikan akad syirkah adalah alat pembayaran dan ada ketika akad dilakukan 3) berkaitan dengan syarikat mufawadhah yakni modal harus sama, bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, dan objek akad disyaratkan syirkah umum, 4) berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
 
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007)

Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, (Kamaluddin, A. Marzuki) Fikih Sunnah (Bandung: al-Ma’arif Bandung, 1988)

Sunan Abu Daud Juz 2, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah: 1996)
 

[1] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007)
[2] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[3] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)
[4] Sunan Abu Daud Juz 2, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah: 1996)
[5] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, (Kamaluddin, A. Marzuki) Fikih Sunnah (Bandung: al-Ma’arif Bandung, 1988)
[6] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[7] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[8] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[9] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[10] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)
[11] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[12] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[13] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[14] Ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan dari syirkah abdan ini, ulama Malikiyah, Hanbilah dan Zaidiyah membolehkan dengan alasan bahwa tujuan dari perserikatan adalah mendapat keuntungan, sebab perserikatan tidak hanya dapat terjadi pada harta namun juga pada pekerjaan, seperti dalam mudharabah. Sedangkan ulama Syafi’iyah, Imamiyah dan Zafar dari golongan Hanafiyah berpendapat bahwa syirkah seperti ini tidak sah, karena syirkah dikhususkan pada harta dan bukan pada pekerjaan. Dengan alasan syirkah dalam pekerjaan mengandung unsur penipuan karena salah seorang yang melakukan persekutuan tidak mengetahui temannya bekerja atau tidak, sealin itu juga kedua orang tersebut dapat berbeda dalam postur tubuh, aktivitas dan kemampuannya. Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[15] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[16] Ulam berbeda pendapat mengenai kebolehan syirkah  wujuh ini, ulama Hanafiyah, Hanabilah, Zaidiyah membolehkan perserikatan jenis ini sebab mengandung unsur adanya perwakilan seorang kepada rekannya dalam penjualan dan pembelian. Sedangka ulama Syafi’iyah, Malikiyah, Zhahiriyah, Imamiyah, Laits, Abu Sulaiman dan Abu Tsun, berpendapat bahwa perserikatan semacam ini tidak karena perserikatan jenis ini tidak memiliki unsur modal dan pekerjaan yang harus ada dalam suatu perserikatan. Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[17] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah
[18] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah