PENDAHULUAN
Latar Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia selain sebagai makluk individu juga
telah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia itu butuh akan
orang lain, hal ini tentunya agar mereka bisa saling tolong menolong, tukar menukar
keperluan dalam segala macam urusan kepentingan hidup masing-masing, jadi
disini tampak jelas sekali bahwa manusia itu seakan tidak bisa lepas dari orang
lain dalam menjalankan segala macam aktivitasnya, baik aktivitas pribadi maupun
aktivitas yang ditujukan untuk kemashlahatan umum salah satu bentuk yang
menyatakan bahwa manusia butuh orang lain adalah melalui jalan interaksi
muamalah
Dalam kehidupan kira kira sering merasa berkewajiban untuk memberikan
sesuatu yang menjadi hak orang lain, salah satu hak orang lain tersebut adalah
mengembalikan barang yang hilang kepada orang yang memilikinya, dalam makalah
ini penulis mencoba untuk menguraikan sedikit tentang barang temuan dan sesuatu
yang berhubungan dengannya.
LUQATHAH
A.
Pengertian
Luqathah
Luqathah
(Barang Temuan) adalah barang-barang yang didapat (ditemukan) dari tempat yang
tidak di ketahui pemiliknya. Umumnya berlaku untuk barang-barang yang bukan
hewan, adapun penemuan hewan biasa disebut dengan al Dhallah (sesat)[1]
B.
Landasan
Hukum
1.
Al Qur’an
………dan
barang siapa menghidupkannya, maka seolah-olah telah menghidupkan seluruh
manusia. (QS. Al Maidah, 32)
2.
as Sunnah
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara
lain hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al
Juhai
“Dari Zaid ibn Khalid al
Juhani ra. Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang temuan ; emas dan perak
? Nabi menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya), bungkusnya kemudian
umumkan selama setahun, jika dalam masa
itu tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan itu anda
belanjakan,sebagai amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang
memintanya, serahkanlah (danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan
Muslim)[2]
Dalam hadits lain disebutkan juga barang yang di temukan itu harus
diketahui talinya, ukurannya dan bilanganya.
C.
Hukum
Luqathah
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan barang temuan,antara lain
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqh
Islam, yaitu :[3]
1.
Wajib ; Apabila
dalam dugaan kita barang yang kita temukan apabila kita tidak mengambilnya maka
barangtersebut akan jatuh kepada orang yang “Salah”.
2.
Sunnah ;
Apabila orang yang mengambil batang tersebut percaya kepada dirinya bahwa
dirinya sanggup untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemeliharaan barangtersebut sebagaimana mestinya.
3.
Haram ;
Apabila Orang yang mengambilnya tidak percaya terhadap dirinya dan dirinya juga
menyadari bahwa dirinya mempunyai ketamakan
terhadap harta.
D.
Syarat
dan Rukun Luqathah
Adapun rukun
luqathah meliputi :[4]
1.
Yang
mengambil, harus adil, sekiranya yang mengambil orang yang tidak adil, hakim
berhak mencabut barang itu dari orang tersebut, dan memberikannya kepada orang
yang adil dan ahli. Begitu juga kalau yang mengambilnya anak kecil, hendaknya
diurus oleh walinya.
2.
Barang
yang di dapat, sesuatu yang di dapat ada 4 macam :
a.
Barang
yang dapat disimpan lama, (seperti emas dan perak), hendaknya disimpan di
tempat yamng layak dengan keadaaan barang itu, kemudian diberitahukan kepada
umum di tempat-tempat yang ramai dalam masa satu tahun. Juga hendaklah di kenal
beberapa sifat, barang di dapatnya itu, umpamanya tempat, tutup, ikat,
timbangan, atau bilangannya. Sewaktu memberitahukannya hendaklah diterangkan
sebagian dari sifat-sifat itu jangan semuanya, agar tidak terambil oleh
orang-orang yang tidak berhak
b.
Barang
yang tidak tahan lama untuk disimpan, seperti makanan, barang yang serupa ini
yang mengambil boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggip
menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang, atau ia jual, uangnya
hendaknya dia simpan agar kelak dapat dibrikannya kepada yang punya.
c.
Barang
yang dapat tahan lama dengan usaha, seperti susu, dapat disimpan lama apabila
dibuat keju. Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi
yang empunya (dijual atau dibuat keju)
d.
Sesuatu
yang berhajat pada nafkah, yaitu binatang atau manusia, anak kecil umpamanya.
Tentang binatang ada dua macam, pertama : binatang yang kuat, berarti dapat
menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, seperti unta, kerbau,
kuda, binatang yang seperti ini lebih baik dibiarkan saja , tidak usah diambil
.kedua : binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya
binatang yang buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil, karena ditakutkan
terancam bahaya dan dapat diterkam binatang buas[5],
sesudah diambil ia harus melakukan salah satu dari tiga cara:
1)
Disembelih
terus dimakan, dengan syarat ia sanggup membayar harganya apabila bertemu
dengan yang empunya.
2)
Dengan
suka rela memberi makan pada hewan tersebut.
3)
Menjualnya
kemudian menyimpan harganya. jika ternyata si pemilik datang kepadanya, maka
sipenemu harus memberikan sejumlah uang yang diperoleh dari penjualan hewan
tersebut.[6]
E.
Mengenalkan
Barang Temuan
Wajib hukumnya bagi orang yang menemukan barang temuan untuk
mengamati tanda-tanda yang melekat pada barang temuan tersebut yang meliputi;
wadahnya, bungkus, talinya, jenisnya, bilangannya dan timbangannya[7]
serta iapun berkewajiban memelihara barang tersebut layaknya barangnya sendiri.
Dalam hal ini tidak ada bedanya untuk barang yang remeh atau barang yang
penting, barang tersebut berada padanya sebagai barang titipan ia tidak
berkewajiban menjamin jika terjadi kecalakaan, kecuali dengan disengaja,
kemudian setelah itu ia berkewajiaban mengumumkannnya kepada masyarakan dengan
berbagai cara, di pasar, di masjid dan di tempat-tempat yang lain yang diduga
kuat pemiliknya ada di situ, jika pemiliknya datang dan menyebutkan tanda-tanda
dan ciri-ciri barang tersebut dengan sempurna maka si penemu boleh untuk
mengembalikan barang tersebut, jika tidak datang maka penemu berkewajiban
memperkenalkannya selama setahun, setelah setahun tidak ada yang mengakui
barang tersebut, maka si penemu boleh memiliki dan memanfaatkan barang
tersebut.
F.
Permasalahan-permasalahan
yang berkaitan dengan luqathah
1.
Menemukan
anak yang terlantar dijalanan
Jika kita menemukan atau menjumpai anak ditengah jalan, dalam
keadaan apapun baik memang sengaja ditelantarkan oleh orang tuanya atau tampak
seperti orang yang hilang –dengan sendirinya- maka memungutnya, mendidiknya
serta mengasuhnya adalah fardlu kifayah, hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Imam Abu Suja’ dalam kitabnya Matn al Ghayah Wa al Taqrib
“Bila ditemukan seorang anak yang hilang ditengah jalan, maka
memungut, mendidik dan mengasuhnya adalah wahib kifayah, dan tidak dibiarkan
tetap (tinggal) kecuali ditangan orang yang bisa dipercaya. Bila terdapat harta
padanya, maka hakim memberi belanja padanya dari harta tersebut. Dan bila todak
terdapat padanya harta, maka belanjanya diambil dari baitul mal.”[8]
2.
Menemukan
barang-barang yang sepele atau yang terlihat sengaja dibuang
Mengenai barang yang yang sepele; seperti makanan atau uang seratus
rupiah, maka barang yang ia temukan tersebut tidak wajib untuk diperkenalkan
selama setahun, tetapi hanya perlu diperkenalkan dalam waktu dan tempo dimana
diduga kuat pemiliknya tidak lagi menuntutnya. Dan setelah itu penemu boleh
memanfaatkan barang tersebut jika ternyata tidak ada yang mengakuinya.
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pembahasan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa barang temuan atau yang biasa disebut
luqathah adalah segala macam benda yang didapatkan dari tempat yang tidak
diketahui pemiliknya. Adapun hukum asalnya adalah sunah, dan hal ini bisa
beribah sesuai dengan kondisi dari si penemu, jika si penemu ingin menguasai
barang yang ia temukan maka ia berkewajiban mengumumkan baeang tersebut selama
setahun jika barang yang ia temukan adalah barang yang berharga, sedangkan
untuk barang yang sepele maka cukup diberitahu sekiranya sampai si pemilik
tidak lagi mengungkitnya.
Wallahu a’lam
DAFTAR PUSTAKA
Abu Suja’, Imam, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, Toko
Buku Hidayah, Surabaya, NY
Mashud,
Ibnu, Fiqh Mazhab Syafi’i, PT. Pustaka Setia, Bandung, 2000
Rasjid,
Sulaiman, Fiqh Islam, PT. Sinar Baru, Bandung 1987
Sabiq,
Sayyid, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki, PT. Al Ma’arif,
Bandung, 1987
Toha,
Sulaiman, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, Pustaka al Husna,
Jakarta 1991
Sjamsudin, Anas Tohir, Himpunan Hukum Islam, Al Ikhlas,
Surabaya,1982
[1]
Lihat Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung
:PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 85
[2]
Sulaiman Toha, Terjemahan Hadits
Shahih Muslim, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1991), Cet. III, hal.33
[3]
Hanya berlaku di daerah selain Tanah Suci, ditanah suci mengambil barang temuan
hukumnya haram kecuali untuk dikenalkan, hal ini sebagaimana hadis nabi “ Tidak
boleh mengambil barang temuan kecuali orang yang akan mengumumkannya” Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru, 1987), hal. , lihat juga
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al
Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 86
[4]
Ibid, hal.
[5]
Ibnu Mashud, Fiqh Mazhab Syafi’i, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 2000), hal.
[6]
Lihat juga dalam Anas Tohir Sjamsudin, Himpunan Hukum Islam, ( Surabaya : Al
Ikhlas, 1982), hal.114
[7]
Ibid, hal. 112
makasih materinya sangat membantu
ReplyDelete