Thursday, April 3, 2014

Luqathah (Barang Temuan)


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia selain sebagai makluk individu juga telah menjadikan manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia itu butuh akan orang lain, hal ini tentunya agar mereka bisa saling tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala macam urusan kepentingan hidup masing-masing, jadi disini tampak jelas sekali bahwa manusia itu seakan tidak bisa lepas dari orang lain dalam menjalankan segala macam aktivitasnya, baik aktivitas pribadi maupun aktivitas yang ditujukan untuk kemashlahatan umum salah satu bentuk yang menyatakan bahwa manusia butuh orang lain adalah melalui jalan interaksi muamalah
Dalam kehidupan kira kira sering merasa berkewajiban untuk memberikan sesuatu yang menjadi hak orang lain, salah satu hak orang lain tersebut adalah mengembalikan barang yang hilang kepada orang yang memilikinya, dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan sedikit tentang barang temuan dan sesuatu yang berhubungan dengannya.

LUQATHAH
A.    Pengertian Luqathah
Luqathah (Barang Temuan) adalah barang-barang yang didapat (ditemukan) dari tempat yang tidak di ketahui pemiliknya. Umumnya berlaku untuk barang-barang yang bukan hewan, adapun penemuan hewan biasa disebut dengan al Dhallah (sesat)[1]
B.     Landasan Hukum
1.      Al Qur’an
………dan barang siapa menghidupkannya, maka seolah-olah telah menghidupkan seluruh manusia. (QS. Al Maidah, 32)
2.      as Sunnah
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai barang temuan antara lain hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Zaid ibn Khalid al Juhai
 “Dari Zaid ibn Khalid al Juhani ra. Sesungguhnya Nabi Saw ditanya perihal barang temuan ; emas dan perak ? Nabi menjawab, ketahuilah olehmu talinya (ikatannya), bungkusnya kemudian umumkan selama setahun,  jika dalam masa itu tidak ada yang mengakuinya,bolehlah barang tenuan itu anda belanjakan,sebagai amanat ditanganmu, jika kemudian pemiliknya datang memintanya, serahkanlah (danti barangnya/ harganya) ………. (HR. Bukhori dan Muslim)[2]
 Dalam hadits lain disebutkan juga barang yang di temukan itu harus diketahui talinya, ukurannya dan bilanganya.
C.    Hukum Luqathah
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan barang temuan,antara lain sebagaimana yang telah disampaikan oleh Sulaiman Rasjid dalam bukunya Fiqh Islam, yaitu :[3]
1.      Wajib ; Apabila dalam dugaan kita barang yang kita temukan apabila kita tidak mengambilnya maka barangtersebut akan jatuh kepada orang yang “Salah”.
2.      Sunnah ; Apabila orang yang mengambil batang tersebut percaya kepada dirinya bahwa dirinya sanggup untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemeliharaan barangtersebut sebagaimana mestinya.
3.      Haram ; Apabila Orang yang mengambilnya tidak percaya terhadap dirinya dan dirinya juga menyadari bahwa dirinya mempunyai ketamakan  terhadap harta.
 D.    Syarat dan Rukun Luqathah
Adapun rukun luqathah meliputi :[4]
1.      Yang mengambil, harus adil, sekiranya yang mengambil orang yang tidak adil, hakim berhak mencabut barang itu dari orang tersebut, dan memberikannya kepada orang yang adil dan ahli. Begitu juga kalau yang mengambilnya anak kecil, hendaknya diurus oleh walinya.
2.      Barang yang di dapat, sesuatu yang di dapat ada 4 macam :
a.       Barang yang dapat disimpan lama, (seperti emas dan perak), hendaknya disimpan di tempat yamng layak dengan keadaaan barang itu, kemudian diberitahukan kepada umum di tempat-tempat yang ramai dalam masa satu tahun. Juga hendaklah di kenal beberapa sifat, barang di dapatnya itu, umpamanya tempat, tutup, ikat, timbangan, atau bilangannya. Sewaktu memberitahukannya hendaklah diterangkan sebagian dari sifat-sifat itu jangan semuanya, agar tidak terambil oleh orang-orang yang tidak berhak
b.      Barang yang tidak tahan lama untuk disimpan, seperti makanan, barang yang serupa ini yang mengambil boleh memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggip menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang, atau ia jual, uangnya hendaknya dia simpan agar kelak dapat dibrikannya kepada yang punya.
c.       Barang yang dapat tahan lama dengan usaha, seperti susu, dapat disimpan lama apabila dibuat keju. Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi yang empunya (dijual atau dibuat keju)
d.      Sesuatu yang berhajat pada nafkah, yaitu binatang atau manusia, anak kecil umpamanya. Tentang binatang ada dua macam, pertama : binatang yang kuat, berarti dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, seperti unta, kerbau, kuda, binatang yang seperti ini lebih baik dibiarkan saja , tidak usah diambil .kedua : binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil, karena ditakutkan terancam bahaya dan dapat diterkam binatang buas[5], sesudah diambil ia harus melakukan salah satu dari tiga cara:
1)      Disembelih terus dimakan, dengan syarat ia sanggup membayar harganya apabila bertemu dengan yang empunya.
2)      Dengan suka rela memberi makan pada hewan tersebut.
3)      Menjualnya kemudian menyimpan harganya. jika ternyata si pemilik datang kepadanya, maka sipenemu harus memberikan sejumlah uang yang diperoleh dari penjualan hewan tersebut.[6]
E.     Mengenalkan Barang Temuan
Wajib hukumnya bagi orang yang menemukan barang temuan untuk mengamati tanda-tanda yang melekat pada barang temuan tersebut yang meliputi; wadahnya, bungkus, talinya, jenisnya, bilangannya dan timbangannya[7] serta iapun berkewajiban memelihara barang tersebut layaknya barangnya sendiri. Dalam hal ini tidak ada bedanya untuk barang yang remeh atau barang yang penting, barang tersebut berada padanya sebagai barang titipan ia tidak berkewajiban menjamin jika terjadi kecalakaan, kecuali dengan disengaja, kemudian setelah itu ia berkewajiaban mengumumkannnya kepada masyarakan dengan berbagai cara, di pasar, di masjid dan di tempat-tempat yang lain yang diduga kuat pemiliknya ada di situ, jika pemiliknya datang dan menyebutkan tanda-tanda dan ciri-ciri barang tersebut dengan sempurna maka si penemu boleh untuk mengembalikan barang tersebut, jika tidak datang maka penemu berkewajiban memperkenalkannya selama setahun, setelah setahun tidak ada yang mengakui barang tersebut, maka si penemu boleh memiliki dan memanfaatkan barang tersebut.
F.     Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan luqathah
1.      Menemukan anak yang terlantar dijalanan
Jika kita menemukan atau menjumpai anak ditengah jalan, dalam keadaan apapun baik memang sengaja ditelantarkan oleh orang tuanya atau tampak seperti orang yang hilang –dengan sendirinya- maka memungutnya, mendidiknya serta mengasuhnya adalah fardlu kifayah, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Abu Suja’ dalam kitabnya Matn al Ghayah Wa al Taqrib
“Bila ditemukan seorang anak yang hilang ditengah jalan, maka memungut, mendidik dan mengasuhnya adalah wahib kifayah, dan tidak dibiarkan tetap (tinggal) kecuali ditangan orang yang bisa dipercaya. Bila terdapat harta padanya, maka hakim memberi belanja padanya dari harta tersebut. Dan bila todak terdapat padanya harta, maka belanjanya diambil dari baitul mal.”[8]
2.      Menemukan barang-barang yang sepele atau yang terlihat sengaja dibuang
Mengenai barang yang yang sepele; seperti makanan atau uang seratus rupiah, maka barang yang ia temukan tersebut tidak wajib untuk diperkenalkan selama setahun, tetapi hanya perlu diperkenalkan dalam waktu dan tempo dimana diduga kuat pemiliknya tidak lagi menuntutnya. Dan setelah itu penemu boleh memanfaatkan barang tersebut jika ternyata tidak ada yang mengakuinya.

PENUTUP
Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa barang temuan atau yang biasa disebut luqathah adalah segala macam benda yang didapatkan dari tempat yang tidak diketahui pemiliknya. Adapun hukum asalnya adalah sunah, dan hal ini bisa beribah sesuai dengan kondisi dari si penemu, jika si penemu ingin menguasai barang yang ia temukan maka ia berkewajiban mengumumkan baeang tersebut selama setahun jika barang yang ia temukan adalah barang yang berharga, sedangkan untuk barang yang sepele maka cukup diberitahu sekiranya sampai si pemilik tidak lagi mengungkitnya.
Wallahu a’lam

DAFTAR PUSTAKA
Abu Suja’, Imam, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, Toko Buku Hidayah, Surabaya, NY
Mashud, Ibnu, Fiqh Mazhab Syafi’i, PT. Pustaka Setia, Bandung, 2000
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, PT. Sinar Baru, Bandung 1987
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki, PT. Al Ma’arif, Bandung, 1987
Toha, Sulaiman, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, Pustaka al Husna, Jakarta  1991
Sjamsudin, Anas Tohir, Himpunan Hukum Islam, Al Ikhlas, Surabaya,1982

[1] Lihat Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 85
[2] Sulaiman  Toha, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, (Jakarta : Pustaka al Husna, 1991), Cet. III, hal.33
[3] Hanya berlaku di daerah selain Tanah Suci, ditanah suci mengambil barang temuan hukumnya haram kecuali untuk dikenalkan, hal ini sebagaimana hadis nabi “ Tidak boleh mengambil barang temuan kecuali orang yang akan mengumumkannya” Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru, 1987), hal. , lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, Pent. : Kamaluddin A. Marzuki (Bandung :PT. Al Ma’arif, 1987),Cet. I, hal. 86
[4] Ibid, hal.
[5] Ibnu Mashud, Fiqh Mazhab Syafi’i, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 2000), hal.
[6] Lihat juga dalam Anas Tohir Sjamsudin, Himpunan Hukum Islam, ( Surabaya : Al Ikhlas, 1982), hal.114
[7] Ibid, hal. 112
[8] Imam Abu Suja’, Matn al Ghayah Wa al Taqrib, (Surabaya : Toko Buku Hidayah, NY), hal. 148

1 comment: