Wednesday, April 17, 2013

PEMBARUAN PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI



PEMBARUAN PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL-AFGANI
A.     Pendahuluan
Berawal dari Jamaluddin al-Afghani, mulailah gerakan pembaharuan Islam abad modern. Sebagai tokoh dengan kepribadian menarik, dia berhasil memberikan pengaruh pada pribadi-pribadi pembaharu pada abad ini. Disamping mengilhami urgensi pembaharuan dalam agama Islam.
Pada masa itu, memang sosok seperti dialah yang dibutuhkan. Dengan suara yang lantang, dia mengatakan akan “kewajiban” suatu pembaharuan, sebuah jeritan panjng yang membangunkan tidur panjang dan mengembalikan harapan lama yang telah hilang direnggut penjajahan. Penjajahan yang menyebabkan sikap pasrah, putus asa dan rela dengan situasi di sekitar mereka sebagai sebuah takdir yang tidak mungkin untuk dilawan. Maka datanglah Jamaluddin al-Afghani yang memberikan semangat-semangat dalam jiwa yang pesimis, mengembalikan optimisme dan kepercayaan mereka pada kemampuan diri mereka sendiri.
Gerakan pembaharuan Islam di abad modern pada masa itu, bukanlah seorang hakim yang dibutuhkan, karena seorang hakim pada masa itu tidak bisa lepas dari pesanan dan intervensi pemerintah. Dan pada masa itu, bukan pula seorang faqih yang dibutuhkan untuk memperbaharui hukum-hukum Islam klasik. Sekalipun mereka hidup pada masa itu, maka keberadaan merekapun juga tidak mampu untuk mengubah keadaan yang ada. Sesungguhnya yang dibutuhkan pada masa itu adalah seorang revolusioner Islamis seperti yang terdapat dalam jiwa Jamaluddin al-Afghani.
Afghani memang bukan seorang hakim, tapi dia punya syarat dan kapabilitas untuk menjadi seorang hakim dan diapun bukan seorang faqih yang menguasai dunia literatur fiqh, walaupun dia bukan pula orang yang buta dan taklid dalam berfiqh. Tetapi dia adalah seorang revolusioner Islamis, seorang penggugah dalam tidur yang berkepanjangan, seorang pengilham bagi jiwa-jiwa pesimisme. Dengan jiwa revolusinya dan kepribadian Islamnya membuat dia mampu untuk menuntun bangsanya untuk bersama-sama menghadapi dua problematika dasar pada masa itu. Pertama, penjajahan dari luar dan kedua adalah otoritarianisme pemerintahan dari dalam. Dang dengan tegas dia katakan bahwa dua hal ini bisa hilang bukanlah sebuah kemungkinan, namun sebuah keharusan yang bisa tercapai bila kaum dan bangsanya mempercayai.
Dari suatu kelebihan dari diri Jamaluddin al-Afghani ialah kemampuannya untuk menghentak kesadaran bangsa Mesir saat itu untuk secara keseluruhan sadar dalam kembali dalam menghadapi cengkraman penjajahan Eropa lebih khususnya Inggris dalam kepemimpinan Ratu Victoria. Adapun perjuangan Afghani dibagi dalam dua tahap, merombak sistem yang ada saat itu dan membangun kembali sistem yang baru. Dalam tahap pertama dilakukan dengan cara melawan penjajahan dari luar dan mengencam diktatorisme pemerintah dari dalam. Adapun tahap kedua, dia sadar bahwa ini memerlukan waktu yang lama, adapun pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh para pembaharu-pembaharu selanjutnya yang hidup di masa sesudah meninggalnya Jamaluddin al-Afghani. Sepeninggal Afghani muncul beberapa upaya untuk meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani muncul beberapa upaya untuk meragukan kembali perjuangan dan kontribusi Afghani bagi umat Islam saat itu, namun semua itu mengalami kegagalan dan jauh yang diharapkan.
B.   Biografi Jamaluddin Al-Afgani
Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 (1254 H).[1] Al-afghani menghabiskan masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India bahkan Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak hanya menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi. [2]
Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke -19.[3] Sayyid Sand adalah ayah Afghani, yang dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong bangsawan terhormat dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan nama Jamaluddin al-Afghani diberi title “Sayyid”.[4] Afghani melanjutkan belajar ke India selama satu tahun. Di india Afghani menekuni sejumlah ilmu pengetahuan melalui metode modern. Didorong keyakinannya, ia melanglang buana ke berbagai negara. Dari India, Jamaluddin melanjutkan perjalanan ke mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya ke Kabul ia diminta penguasa Afghanistan Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864,, ia diangkat menjadi penasehat Sher Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Namun karena campur tangan Inggris, Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris menilai Jamaluddin sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaharuannya, terus mengawasinya.[5]
C.     Pemikiran – Pemikiran Jamaluddin al-Afghani
Pada saat kembalinya Jamaluddin ke India untuk kedua kalinya setelah pergi meninggalkan Mesir karena ketidaksenangan Inggris yang telah menghasut kaum teolog untuk melawan jamaluddin atas kegiatan-kegiatan Jamaluddin yang menyebabkan banyaknya orang kristen yang masuk Islam. Di sini, ia menuliskan risalah yang sangat terkenal, Pembuktian Kesalahan Kaum Materialis, risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan materialis.[6]
Jamaluddin al-  Afghani pernah menerbitkan jurnal Al-Urwat-Al-Wuthqa yang mengecam keras Barat. Jurnal tersebut juga dikenal sebagai jurnal anti penjajahan, yang diterbitkan di Paris. Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialisme dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan barat yang penasaran dan kagum dengan kecermelangan Afghani.
Pada tahun 1889, al-Afhgani diundang ke Persia untuk suatu urusan persengketaan politik antara Persia dengan Rusia. Bersamaan dengan itu al-Afghani melihat ketidakberesan politik dalam negeri Persia sendiri. Karenanya, ia menganjurkan perombakan sistem politik yang masih otokratis.[7]
Dan beberapa kontribusi al-Afghani yang lain adalah perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah negeri-negeri Islam (terutama terhadap penjajah Inggris). Kemudian upaya melawan pemikiran naturalisme India, yang mengingkari adanya hakikat ketuhanan. Menurutnya dasar aliran ini merupakan hawa nafsu yang menggelora dan hanya sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa mempertimbangkan kepentingan umat manusia  secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan adanya pengingkaran terhadap hakikat Tuhan dan anggapan bahwa materi mampu membuka pintu lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia sebagai hamba Tuhan. Dari situlah al-Afghani berusaha menghancurkan pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa agama mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dengan syari’at san ajaran-ajarannya.
Afghani juga mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh.
Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan-Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan pesatuan umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang tiap sistem pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat.
Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan.
Afghani mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintahan republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang yang lain yang dapat mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.
D.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke -19. Sayyid Sand adalah ayah Afghani, yang dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong bangsawan terhormat dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan nama Jamaluddin al-Afghani diberi title “Sayyid”.
Dan semua pemikiran-pemikirannya adalah berdasarkan kepercayaannya, yaitu Islam adalah yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perbuahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum dalam al-Qur’an dan Hadits. Untuk interprestasi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka. Kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
Dan pada buku Prof. Ahmad Amin dari Kairo yang berjudul Zuma al-Islah, para penulisnya sepakat bahwa al-Afghani memiliki dua tujuan yang jelas dan pokok yang menggarisbawahi misinya yang besar :[8]
1.      Mengisi semangat baru di Timur sehingga ia menghidupkan kembali kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebersihan agamanya yang kaya, sehingga membebaskan kepercayaannya dari tahayul, dan menjernihkan moralnya dari apa yang telah terkumpul di sekitar mereka dan kemudian kembali kepada kekuasaan dan landasan yang pernah mereka pegang dan miliki.
2.      Melawan dominasi asing (Imperialisme Barat) sehingga negara-negara Timur dikembalikan kepada kemerdekaannya, yang dperkuat ileh persekutuan dan pertalian yang mungkin, agar dapat menjaga diri mereka sendiri terhadap bahaya-bahaya yang datang (yang ditimbulkan oleh Barat)
Daftar Bacaan
Hadi, Saiful., 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta : Insan Cemerlang
Mohammad, Herry, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta : Gema Insani, 2006
Munawir, Imam, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa Ke Masa, Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1975

[1] Saiful Hadi, 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah., Jakarta : Insan Cemerlang.
[2] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta : Gema Insani, 2006.
[3] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1975.
[5] Herry Mohammad., Op.Cit.
[6] Ibid.
[7] Saiful Hadi, Op,Cit.
[8] Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa Ke Masa, Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006.

2 comments: