INGKAR SUNNAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada abad ke 2 Hijriyah muncul
pihak-pihak yang mengingkai hadits sebagai hujjah. Ada yang menolak hadits
mutawatir ataupun ahad, ada pula yang mengingkari as-Sunnah yang tidak
memberikan penjelasan atau memperkuat Al-Qur’an, bahkan ada yang menolak hadits
sebagai sumber hukum. Hal ini muncul karena ada anggapan bahwa Al-Qur’an saja
sudah cukup untuk menjadi sumber hukum.[1]
Hal
ini didasarkan pada Q.S Al-An’am : 38[2]
“…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam
al-Kitab…”
Dan
Q.S An-Nahl : 89[3]
“...Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab
(al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….”
Menurut mereka, dengan dua ayat ini,
Allah menegaskan bahwa dia telah menerangkan dan memerinci segala sesuatu
sehingga tidak perlu keterangan lain seperti Sunnah. Seandainya Al-Qur’an belum
lengkap, apa maksud dari ayat tersebut? Sekiranya demikian, berarti Allah menyalahi
pemberitaannya sendiri. Hal ini sangatlah mustahil. Padahal menurut para ulama,
kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an mencakup segala sesuatu yang
berkenaan dengan urusan agama, hukum-hukumnya dan dunia akhirat. Jika
ditelusuri, sejak zaman Asy-Syafi’i sudah ada pengingkar Sunnah, hal ini
terbukti dari kitab-kitabnya yang terdapat sanggahan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari ingkar sunnah?
2.
Bagaimana
sejarah kemunculan inkar sunnah?
3.
Apa
saja Argumentasi kelompok?
4.
Apa
kelemahan faham (ajaran) ingkar sunnah?
5.
Apa
ajaran pokok dalam ingkar sunnah?
6.
Bagaimana
bantahan para ulama?
7.
Apa
penyebab mereka mengingkari sunnah?
8.
Dalil
apa yang digunakan sebagai dasar hukum inkar sunnah?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari ingkar sunnah.
2.
Untuk
mengetahui sejarah kemunculan dan tokoh-tokoh dalam ingkar sunnah.
3.
Untuk
mengetahui argumentasi kelompok
4.
Untuk
mengetahui kelemahan ingkar sunnah.
5.
Untuk
mengetahui pokok ajaran ingkar sunnah.
6.
Untuk
mengetahui bantahan para ulama.
7.
Untuk
mengetahui penyebab mereka mengingkari sunnah.
8.
Untuk
mengetahui dasar hukum ingkar sunnah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ingkar Sunnah
Kata Ingkar sunnah terdiri dari dua kata
yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak atau tidak mengakui”,
berasal dari kata kerja, Ankara-Yunkiru-Inkaaron.[4]
Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan
atau tatacara yang telah mentradisi,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan
dinamai sunnah, meskipun tidak baik.[5]
Secara bahasa pengertian Hadits dan Sunnah
sendiri terjadi perbedaan dikalangan para ulama, ada yang menyamakan keduanya
dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan disamakan seperti pendapat
para muhaditsin, yaitu untuk menyebut hal ikhwal tentang Nabi SAW baik berupa suatu
perkataan, perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah SAW.[6]
Namun diantara para ulama ada yang
membedakan pengertian keduanya, sebagai berikut:[7]
1.
Sunnah
lebih umum daripada hadits, karena hadits lebih cenderung identik dengan sunnah
qauliyah. Pendapat ini didasarkan atas makna etimologi hadits yang diartikan sebagai berita.
2.
Hadits
diartikan segala aktifitas nabi Muhammad saw meskipun itu hanya di lakukan satu
kali dalam hidup beliau. Sedangkan sunnah harus dikerjakan berulang-ulang
sehingga menjadi suatu kebiasaan atau tradisi. Pendapat ini juga lebih
didasarkan kepada pengertian sunnah secara etimologi yang diartikan sebagai
tradisi.
3.
Sunnah
bersumber dari nabi muhannad dan para sahabat. Sedangkan hadits hanya yang
datangnya dari Rasulullah SAW saja.
Adapun fungsi hadits adalah sebagai
berikut :[8]
1.
Bayan
Ta’kid (Penegas Hukum). Dalam hal ini hadits menegaskan suatu hukum yang
subtansinya sama dengan yang di maksudkan dalam Al-Qur’an.
2.
Bayan
Tafsir (Menjelaskan maksud dari Al-Qur’an), Hal ini dapat berupa merinci ayat
yang sifatnya global, membatasi ayat yang mutlak, mengkhususkan ayat yang umum,
menjelaskan ayat yang susah di fahami.
3.
Menjelaskan
hukum yang tidak di singgung langsung dalam Al-Qur’an.
Secara definitif Ingkar As-Sunnah dapat diartikan
sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat
Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber dan
dasar syari’at Islam.[9]
Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang
timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber
kedua hukum Islam. Inkar as-sunnah tidak semata-mata penolakan total terhadap
sunnah, penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk inkar as-sunnah.
B.
Sejarah Ingkar As-Sunnah
Sejarah perkembangan
faham ingkar sunnah hanya terjadi dalam dua periode, yaitu periode klasik dan
periode modern. Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar sunnah
klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M). kemudian menghilang
dari peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad
13H/19M) kembali muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang.[10]
Ingkar Sunnah Pada Masa Periode
Klasik
Ingkar sunnah
klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (wafat 204 H). Dalam kitabnya Al-Umm
Imam Syafi’i menguraikan perdebatan beliau dengan seseorang pengingkar sunnah.[11] Menurut
Muhammad Al-Khudhari Beik, bahwa seseorang yang berdebat denga Imam Asy-Syafi’I
tersebut dari kelompok Mu’tazilah karena dinyatakan bahwa orang tersebut
berasal dari bashrah, sementara bashrah pada saat itu merupakan pusat teologi
mu’tazilah.
Dari perdebatan imam Asy-Syafi’i dengan
pengingkar sunnah, dapat difahami bahwa ada tiga jenis kelompok ingkar sunnah.
Pertama, kelompok yang mengingkari
sunnah rosulullah secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang mengingkari sunnah
yang tidak disebutkan dalam al-qur’an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga,
kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir (hadits yang diriwayatkan oleh
banyak orang di setiap periodenya) dan menolak hadits ahad (tidak mencapai
derajat mutawattir) walaupun shohih.[12]
Dilihat dari penolakan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan kedua pada hakekatnya memiliki
kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Para
ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai kelompok Inkar. Kelompok pertama dan
kedua ini sangat berbahaya, karena akan merobohkan paradigma sunnah secara
keseluruhan. Sebab sebagian besar perintah ibadah dalam Al-Qur’an bersifat
global seperti perintah sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Kemudian
diperinci penjelasannya oleh Sunnah Rosul. Dengan menolak penjelas Al-Qur’an tersebut
yakni sunnah maka mereka akan sangat mudah mendistorsi dan mempermainkan makna
dari Al-Qur’an tersebut sehingga mereka dapat menjalankan ibadah sekedarnya
sesuai yang mereka inginkan karena tidak ada penjelasan dalam Al-Qur’an mengenai
bilangan jumlah dan waktu ibadah tersebut.[13]
Inkar sunnah pada masa klasik ini
diawali akibat konflik internal umat islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum
sindiq yang berkedok pada sekte-sekte tertentu dalam islam, kemudian diikuti
oleh para pendukungnya dengan mencacimaki para sahabat. Secara umum dapat
dikatakan semua umat islam mengakui kehujahan sunnah sebagai dasar hukum, hanya
saja terdapat perbedaan dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah
tersebut.[14]
Berikut pandangan beberapa sekte dalam
Islam terhadap sunnah Rasul.
a.
Khawarij
Secara umum, khawarij dan berbagai
sempalannya berpendapat bahwa semua sahabat yang terlibat dalam fitnah perang
jamal dan gencatan senjata (tahkim) serta yang ridho akan hal tersebut dinilai
kafir. Sehingga mereka menolak seluruh sunnah yang diriwayatkan oleh mayoritas
sahabat setelah dua peristiwa tersebut. Mereka hanya menerima sunnah yang diriwayatkan dari beberapa sahabat yang tidak terlibat
dalam dua peristiwa tersebut.[15]
b.
Syi’ah
Kelompok syiah menerima sunnah dan
mengamalkannya seperti ahlussunnah, hanya mereka berbeda dalam menerima dan
menetapkan kriterianya. Mereka berpendapat bahwa mayoritas sahabat setelah
rosulullah wafat adalah murtad kecuali beberapa orang saja. Sehingga mereka
tidak mau menerima sunnah yang diriwayatkan dari mayoritas sahabat tersebut,
kecuali dari kalangan ahlul bait (keluarga Nabi Saw). Mereka mensyaratkan penuturan
sebuahhadits harus dari jalur para imam, karena menurut mereka hanya imam
merekalah yang bersifat Ma’sum
(terpelihara dari dosa).[16]
c.
Mu’tazilah
Menurut kesimpulan al-siba’iy, bahwa
sikap mu’tazilah tidak menentu apakah menolak sunnah atau menerima seluruhnya
atau menolak sunnah ahad saja. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa
mu’tazilah dengan ushul khamsah-nya (falsafah madzhab mu’tazilah) dan
konsep-konsep yang bermuara daripadanya merupakan kaidah yang dipatuhi oleh
teks al-qur’an dan sunnah. Ayat yang kontradiksi denga logika ditakwilkan dan
sunnah yang kontradiktif dengan rasio ditolak. Harun nasution mengungkapkan
bahwa kaum mu’tazilah tidak begitu banyak berpegang pada sunnah atau tradisi,
bukan tidak percaya pada sunnah atau tradisi nabi dan para sahabat akan tetapi
mereka ragu akan keorisinalan hadits yang mengandung sunnah tersebut.[17]
Dari uraian tersebut dapat dikatakan
bahwa mu’tazilah pada perinsipnya menerima kehujjahan sunnah. Namun mereka
mengkritik sejumlah sunnah yang kontra dengan falsafah madzhab mereka.
Ingkar
Sunnah pada Periode Modern
a.
Ingkar
Sunnah di India dan Pakistan
Ingkar sunnah lahir kembali pada abad
modern di beberapa negara pada abad 19 setelah menghilang dari Iraq pada abad
klasik. Pengingkar sunnah modern di india menyebut kelompok mereka dengan
al-qur’aniyyun (pengamal Al-Qur’an). Para tokohnya antara lain : Ahmad Khan, Ciragh
Ali, Maulevi AbdullahJakralevi, Ahmad Al-Din Amratserri, Aslam Cirachburri,
Ghulam Ahmad Parwez, dan Abd Al-Khaliq Malwaddah.
Pada masa modern ini terdapat empat
kelompok pengingkar sunnah di india yang mempunyai dua prinsip yaitu :
berpedoman hanya pada al-qur’an baik urusan dunia maupun akhirat, dan sunnah
rosul bukanlah sebagai hujjah dalam beragama.[18]
Ke kempat kelompok tersebut ialah :
1.
Ummat
muslim Ahl Al-Dzikr Wa Al-Qur’an
Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah
Jakralevi (w. 1918 M) Seorang Syeh dan Pencetus Qur’aniyyah. Ia fasih dalam
bahasa Urdu dan Arab. Ia tinggal di Lahore (sekarang Pakistan) membawahi
sekitar 1000 orang pengikut. Dan memiliki beberapa cabang di berbagai kota dan
pusatnya di dar Al-Qur’an. Disini ada masjid yang tidak memakai mihrab dan
shalatnya 3 kali sehari semalam. Bagi mereka tidak ada yang membatalkan wudhu
dan tidak ada adzan sebelum shalat, karena Al-Qur’an tidak menjelaskannya.
Hadits yang menjelaskan hal tersebut adalah bohong.[19]
2.
Umat
Muslimah
Kelompok ini dipimpin oleh Ahmad Al-Din
Amratserri bin Al-Khawajah Miyan Muhammad di India tetapi pindah ke Pakistan
pada saat kemerdekaannya (1947). Ia menguasai bahasa Persia, Arab, Inggris dan
Urdu.
Diantara pemikirannya adalah sholat
hanya dua waktu, yakni shalat fajar dan shalat isya, yang ketiga tidak wajib.
Sholat boleh dikerjakan empat rakaat atau dua rakaat dan tidak harus menghadap
kiblat (ka’bah). Namun belakangan shalat mereka sama dengan muslim lainnya
yakni lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan.[20]
3.
Thulu’
Islam
Pendirinya adalah Ahmad Parwez Bin
Fadhal Din. Lahir pada tahun 1903 di Punjab India, kemudian ia pindah ke
Pakistan pada saat kemerdekaannya. Setiap kota di Pakistan terdapat kelompok
ini bahkan di eropa juga terdapat cabangnya.
Diantara pemikirannya di dalam Al-Qur’an
tidak ada keterangan bahwa nabi pernah sholat menghadap baitul maqdis kemudian
berubah ke Ka’bah. Al-Qur’an juga tidak menjelaskan Sholat menghadap ke ka’bah
yang ada menghadap ke mekkah untuk menyatukan umat islam. Pemerintah quraniyah
boleh mengganti bagian sholat yang tidak ditetapkan dalam al-qur’an.[21]
4.
Ta’mir
Insaniyat
Kelompok ini dipimpin oleh abu Al-Khaliq
Malwadah. Diantara pemikirannya tidak lebih dari apa yang diperintahkan allah
untuk mengikuti apa yang diturunkan-nya dalam Al-Qur’an.[22]
b.
Ingkar
Sunnah di Mesir
Ada beberapa tokoh yang di kategorikan
sebagai pemikir modern ingkar sunnah di mesir oleh pakar hadits diantaranya :
1.
Taufiq
Shidqy[23]
Taufiq Shidqy adalah seorang dokter yang
bertugas di salah satu lembaga kemasyarakatan di mesir, lahir pada tanggal 19
September 1881. Di kalangan para ulama hadits tidak ada perbedaan bahwa taufiq
shidqi di catat sebagai pengingkar sunnah pertama pada masa modern di mesir
yang secara terang-terangan menolak sunnah sebagai sumber hukum islam.
Buah pemikirannya dapat di pahami dari
artikel-artikel yang ditulisnya di berbagai majalah dan Koran. Secara ringkas
berikut pokok-pokok pikiran Taufiq Shidqy :
-
Hanyalah
al-qur’an yang diwahyukan allah secara mutlak dan tidak ada kesalahan,
sedangkan sunnah tidak demikian.
-
Islam
hanyalah al-qur’an, tidak perlu tambahan lain sebab al-qur’an telah sempurna
dan tidak perlu disempurnakan lagi, dan telah jelas tidak perlu diperjelas
selain dengan al-qur’an. Sunnah bersifat kontemporer dan hanya berlaku pada
masa nabi saja dan bagi bangsa arab saja. Bagi ummat yang hidup setelah masa
nabi atau bagi bangsa non arab boleh tidak pakai sunnah.
-
Nabi
melarang penulisan sunnah. Seandainya sunnah menjadi sumber hukum islam pasti
nabi memerintahkanuntuk menulisnya seperti al-qur’an. Oleh karena itu sahabat
tidak menulis dan tidak membukukan sunnah dan kemudian banyak terjadi pemalsuan
sunnah yang tersebar di berbagai buku sunnah.
-
Ia
menolak seluruh sunnah baik mutawatir maupun ahad.
Akantetapi belakangan ia meralat
pendapatnya itu dan mengakui sunnah. Kecuali beberapa hal yang tidak disepakati
ulama seperti sunnah qauliyah, setelah mau merenung dan mendengar argumentasi
lawan diskusinya.
2.
Mahmud
Abu Rayyah[24]
Diantara pemikiran Mahmud abu rayyah
sebagai berikut :
-
Buku
induk hadits tidak dapat dijadikan pedoman dalam beragama untuk umum
sebagaimana al-qur’an, karena ia merupakan hasil ijtihad ulama belakangan. Nabi
melarang menulisnya, dengan demikian para sahabat sejak nabi wafat tidak
memperhatikan dan mengodifikasinya.
-
Secara
keseluruhan hadits hanya ahad yang bersifat zhan (menduga-duga) dan tercela
menurut al-qur’an, sedangkan hadits mutawatir tidak mungkin tejadi karena
kelangkaan persyaratan.
3.
Ahmad
Amin[25]
Ahmad amin seorang budayawan dan
sejarawan mesir lahir pada tahun 1878 dan wafat tahun 1954. Diantara
pemikirannya yaitu :
-
Hadits
tidak tertulis sejak masa nabi saw masih hidup. Hadits hanya ditulis
berdasarkan ingatan pembawanya saja, oleh karenanya ditemukan banyak hadits
palsu. Usaha ulama dalam membendung hadits palsu juga mengalami kekurangan,
karena usaha mereka tidak kritis dalam menilai keadilan para sahabat dan matan
hadits. Mereka hanya melakukan kritik sanad.
-
Para
periwayat hadits yang dinilai para ulama sebagai orang paling adil seperti
bukhari, muslim dan ahmad dinilainya tidak tsiqah karena adanya subjektifitas
politik dalam periwayatan haditsnya.
4.
Rasyad
khalifah[26]
Merupakan sarjana pertanian mesir yang
berpindah kewarganegaraan amerika serikat. Kegiatan penyebaran paham ingkar
sunnahnya berpusat di masjid Tucson wilayah Arizona. Dia bahkan mengaku menjadi
nabi yang selalu menerima wahyu dari jibril di amerika karena dari sanalah
risalah kenabian akanmenyebar ke seluruh dunia. Dia tidak sekedar menolak hadits nabi bahkan mencaci maki hadis dan
para perawinya yang dinilai paling kredibel di kalangan ummat muslim.
5.
Ahmad
Shubhy Manshur[27]
Adalah seorang alimni al-azhar yang
mendapat gelar doctor dalam bidang sejarah. Merupakan murid dari rasyad
khalifah. Ia dijanjikan menggantikan gurunya sebagai nabi setelah gurunya wafat
sesuai dengan namanya “ahmad” sebagaimana yang tertera dalam al-qur’an.
Diantara pemikirannya :
-
Sunnah
yang ada sekarang adalah buatan penguasa masa abbasiyah yang semula merupakan
fatwa ulama atau fuqaha khalifah yang melayani untuk melegitimasi kehendak sang
khalifah
-
Sunnah
yang terkodifikasi ke dalam jutaan naskah sesat dan bertenytangan dengan
al-qur’an.
-
Cara
sholat telah diketahui melalui shalatnya nabi-nabi terdahulu sebagaimana
dijelaskan dalam al-qur’an.
6.
Musthafa
Mahmud[28]
Permasalahan yang dikritisi musthafa
Mahmud adalah sunnah tentang syafaat yang menurutnya bertentangan dnegan
al-qur’an. Namun pada dasarnya ia menolak sunnah secara umum sebagai
konsekuensi logis penolakannya terhadap syafaat. Diantara pemikirannya :
-
Setiap
orang yang masuk ke neraka akan kekal didalamnya. Tidak ada di dalam al-quran
penjelasan tentang masuk neraka dalam waktu terbatas.
-
Hadits
syafaat palsu karena bertentangan dengan teks al-qur’an.
-
Hadirts
tidak terpelihara dari kesalahan seperti al-qur’an.
-
Sunnah
seperti sejarah, adakalanya benar dan ada kalanya salah, boleh di ambil dan
boleh tidak.
c.
Ingkar
Sunnah di Indonesia
Pemikiran modern ingkar sunnah muncul di
Indonesia secara terang-terangan sekitar tahun 1980-an. Kemungkinan besarnya
jauh sebelum itu telah ada penyebaran secara sembunyi-sembunyi. Pemikiran inkar
sunnah bergerak di beberapa tempat dan pada 1983-1985 mencapai puncaknya
sehingga menghebohkan masyarakat Islam dan memenuhi halaman surat kabar. Adapun
penyebaran kelompok inkar sunnah di Indonesia meliputi wilayah Jakarta, Bogor,
Tegal, dan Padang.[29]
Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah” yang
tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia),
Ir. Ircham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis (karyawan kantor DePag Padang
Panjang), Nazwar Syamsu, As’ad bin Ali Baisa, H. Endi Suradi. Para penginggkar sunnah
di Indonesia secara keseluruhan menolak sunnah sebagai sumber hukum dan mereka
dari kalangan bukan orang yang ahli agama dan masih dalam tahap belajar
kemudian mengklaim dirinya ahli agama dan secara eksklusif merasa paling benar
dan yang lain salah.[30]
C.
Argumentasi Kelompok Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar
as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argument-argumen yang dijadikan
landasan mereka. Tanpa argument-argumen itu, pemikiran mereka tidak berpengaruh
apa-apa.
Argument mereka antara lain :[31]
1.
Agama
bersifat konkrit dan pasti Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan
pada hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai hadits, berarti
landasan agama itu tidak pasti. Al-Qur’an yang kita jadikan landasan agama itu
bersifat pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadits , ia
tidak akan memiliki kepastian karena hadits itu bersifat dhanni (dugaan), dan
tidak sampai pada peringkat pasti.
2.
Al-Quran
sudah lengkap Jika kita berpendapat bahwa Al-Qur’an masih memerlukan
penjelasan, berarti kita secara jelas mendustakan Al-Qur’an dan kedudukan Al-Qur’an
yang membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dalam syariat Allah
tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Qur’an.
3.
Al-Qur’an
tidak memerlukan penjelas Al-Qur’an tidak memelukan penjelasan, justru
sebaliknya Al-Qur’an merupakan penjelasan terhadap segala hal.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang
digunakan mereka sebagai alasan menolak sunnah secara total adalah Qur’an Surat
an-Nahl ayat 89 [32]
Terjemahnya : “(Dan ingatlah) akan hari (ketika)
Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri
dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan
Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang
berbunyi:[33]
Terjemahnya : “Dan Tiadalah binatang-binatang yang
ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Menurut mereka kepada ayat tersebut
menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan
ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan dari Sunnah. Bagi mereka perintah
shalat lima waktu telah tertera dalam Al-Qur’an, misalnya surat Al-Baqarah ayat
238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain. Adapun alasan lain
adalah bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab yang tentunya Al-Qur’an tersebut akan dapat
dipahami dengan baik pula. Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya
menerima hadits Mutawatir. Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan
beberapa ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
Terjemahnya : “…Dan Sesungguhnya Persangkaan itu
tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran…”[34]
Berdasarkan ayat di atas, mereka
berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah atau pegangan dalam
urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada dalil
yang qath’i yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu
hanya Al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah
atau sumber ajaran Islam.
D.
Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai
dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1.
Pada
umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan
kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan
bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan. Menurut Asy-Syafi’i
ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global,
seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan
secara tehnis tata cara pelaksanaannya.Dengan demikian surat an-Nahl sama
sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat
tersebut menekankan pentingnya hadits.[35]
2.
Surat
Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai
hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang
keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka
dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang
dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya
dan tidak ada kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas
hadits.
3.
Keshahihan
hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi
yang dapat dipertanggung jawabkan.
E.
Pokok-Pokok
Ajaran Aliran Sesat Ingkar As-Sunnah
- Tentang Dua Kalimat Sahadat
Mereka
tidak mengaku 2 kalimat syahadat karena tidak ada dalam Al-Qur’an.[36]
- Tentang Shalat Cara mereka mengerjakan shalat bermacam-macam, yaitu :
1.
Ada
yang mengerjakan shalat tiga kali sehari masing masing boleh empat rakaat atau
dua rakaat.[37]
2.
Ada
yang shalatnya rata-rata dua rakaat, tetapi bacaannya berbeda-beda ada yang
seperti biasa, bagian shalat yang tidak tertera dalam al-qur’an boleh dig anti.[38]
3.
Ada
yang shalatnya sebanyak-banyaknya, selagi mampu dan tidak berlebihan
4.
Shalat
diwajibkan bagi yang faham al-qur’an.[39]
c.
Tentang
Puasa Di Bulan Ramadhan.
mereka
hanya mengikuti wajibnya puasa saja. Adapun hari dan bulannya meraka
mengingkari dengan alasan tidak ditentukan dalam al-Qur’an makanya mereka tidak
mengakui puasa Ramadhan karena tidak ada keterangan ayat al-Qur’an.[40]
d.
Tentang
Zakat
Pada
umumnya mareka tidak memunaikan zakat. Yang mereka akui adalah perintah member
kepada fakir miskin.[41]
e.
Rukun
islam
Rukun
islam yang 5 tidak berfungsi apa-apa, yang terpenting adalah pemahaman
al-qur’an[42]
F.
Bantahan
Ulama
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa
orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang
kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu
tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan
berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk
mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk menentang perintah
yang diketahui bearsal dari Rasul. Firman allah :
Terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman
taatilah allah dan taatilah rasulnya dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada allah
(al-qur’an) dan rasulnya (sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada
allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya (Q.S. An-Nisaa : 59)[43]
Ayat tersebut secara jelas memerintahkan
mentaati allah (Al-qur’an) dan rosulnya (sunnah rosul). Allah telah membuat
semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan
memberikan bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari kewajiban-kewajiban
yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas yang amat
besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat
maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus
mengetahui hal-hal yang ada dalam sunnah , baik dalam maknanya, penafsiran
bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik
dalam hal ini adalah masalah ibadah shalat. Tegasnya setiap bagian Sunnah Rasul
SAW berfungsi menerangkan semua petunjuk maupun perintah yang difirmankan Allah
di dalam Al-Quran.[44]
Siapa saja yang bersedia menerima apa
yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula menerima
petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan
untuk selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada
Rasul berarti tunduk kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk
tunduk kepadaNya. Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya
berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu Allah SWT). [45]
Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak
atau mengingkari sunnah sama saja dengan menolak ketentuan-ketentuan Al-Quran,
karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima dan mengikuti sunnah
Rasulullah SAW.
G.
Sebab Peng-ingkaran Terhadap Sunnah Nabi SAW
Melihat dari beberapa permasalahan di
atas yang berhubungan dengan adanya pengingkaran sunnah dikalangan umat Islam,
dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengingkaran tersebut, diantaranya:[46]
1.
Pemahaman
yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka
dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, demikian menurut Imam
Syafi’i.
2.
Kepemilikan
pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah
periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
3.
Keraguan
yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan
adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para
pemalsu dan pembohong.
4.
Keyakinan
dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur’an sebagai kitab yang memuat
segala perkara.
5.
Keinginan
untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur’an berdasarkan kemampuan rasio
semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi
penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian
ini, disebabkan oleh keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh
norma-norma tertentu, khususnya yang berkaitan dengan hadits Nabi SAW.
6.
Adanya
statement al-Qur’an yang menyatakan bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala
sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya
tenggang waktu yang relatif lama antara masa kodifikasi hadits dengan masa
hidupnya Nabi SAW (wafatnya beliau).
7.
Pengaruh
pemikiran Orientalis Barat[47]
H.
Dalil-Dalil Inkar Sunnah
Dalil-dalil atau alasan-alasan inkar
sunnah dibagi menjadi dua macam, yaitu dalil Al-Qur’an dan alasan akal. Yang
berupa dalil Al-Qur’an diantaranya:
Al-Qur’an
surat An-nahl ayat 89
Terjemahnya : “…..Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an
untuk menjelaskan sesuatu…..”.[48]
- Al-Qur’an surat al An’am ayat 38
Terjemahnya : “Tidak kami alfakan
sesuatupun didalam Al-Qur’an”.[49]
- Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3
Terjemahnya : “Pada hari ini telah kusempurnakan
bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridloi
Islam itu sebagai agamamu.”[50]
Dari ketiga ayat diatas menunjukan bahwa
Al-Qur’an telah menunjukan semuanya (segala sesuatu). Al-Qur’an tidak
membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang islam sebagai
agama yang telah sempurna.
- Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4
Terjemahnya : Dan tidaklah ia (Muhammad) bertutur
benurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu yang diwahyukan kepadanya.[51]
Menurut
mereka yang diwahyukan itu sudah tertuliskan dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an
surat Ali Imran ayat 20, Al-Maidah ayat 92, Ar-Ra’d ayat 40, An-Nahl ayat
35 dan 82, An-Nur ayat 45, Al-‘Angkabut ayat 18, Asy-Syura ayat 48.
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa tugas
nabi Muhammad hanyalah menyampaikan pesan Allah dan tidak berhak memberikan
penjelasan apapun.
Al-Qur’an
surat Al-Fathir ayat 31
Terjemahnya : “ Dan apa yang telah kami wahyukan
kepadamu yakni Al-Qur’an itulah yang benar (haq)….. ”[52]
Al-Qur’an
surat Yunus ayat 36
Terjemahnya : “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali ahli persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun
berguna untuk mencapai kebenaran….”[53]
Jadi hadits itu hanyalah persangkaan yang
tidak layak untuk dijadikan hujjah.
Adapun dalil akal diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an
dalam bahasa arab yang jelas, maka orang yang faham bahasa arab maka faham
terhadap Al-Qur’an.
2.
Perpecahan
umat islam karena berpegang pada hadits yang berbeda-beda.
3.
Hadits
hanyalah dongeng karena baru muncul pada zaman tabi’in dan tabi’ittabi’in.
5.
Tidak
satu haditspun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelumnya pencatatan
hadits, manusia berpeluang berbohong.
6.
Kritik
sanad baru muncul setelah satu setengah abad wafatnya Nabi.
7.
Konsep
tentang seluruh sahabat adil, muncul setelah abad ketiga Hijriyah.
Analisis terhadap argumen inkar sunnah
dalil-dalil naqli dan argumen aqli inkar sunnah itu seluruhnya lemah. Hal ini
dapat diperkuat dengan argumen-argumen tokoh ikar sunnah dari Malaysia, Kassim
Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara saintifik membuktikan ketulenan
Al-Qur’an sebagai perutusan Tuhan kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara dan
menarik perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, kelengkapannya, dan
keterperinciannya, menyebabkan manusia tidak memerlukan buku-buku lain sebagai
sumber bimbingan. Lebih dari ini, Kassim Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan
tentang penolakan Rosyhad Khalifa terhadap sunnah, yakni bahwa hadits merupakan
penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad dan tidak boleh diterima sebagai sumber
perundang-undangan adalah benar.[54]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Faham
inkar sunnah adalah paham yang mengingkari keberadaan hadits-hadits Rasulullah
SAW .
2.
Inkar
sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah wafatnya
Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya adalah golongan
Khawarij, golongan Mu’tajilah serta golongan Syi’ah, sedang pada zaman modern
tokoh inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah Rasyad Khalifa dari Mesir,
Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi dari Mesir,Kasim Ahmad dari
Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu Abdul Rahman, Moh. Irham,
Sutarto, dan Lukman Saad.
3.
Sebab
peng-ingkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a. Pemahaman yang tidak terlalu mendalam
tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga
ajarannya secara keseluruhan.
b. Kepemilikan pengetahuan yang kurang
tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits,
metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
c. Keraguan yang berhubungan dengan
metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang
melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan
pembohong.
d. Keyakinan dan kepercayaan mereka yang
mendalam kepada al-Qur’an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
e. Keinginan untuk memahami Islam secara
langsung dari al-Qur’an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan
melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang
memiliki karakteristik tersendiri.
4.
Alasan
mendasar yang mereka kemukakan untuk menolak keberadaan hadis Nabi saw. sebagai
sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an adalah statement al-Qur’an
yang menyatakan bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan
dengan ajaran Islam (QS. al-Nahl [16]: 89).
Di
samping itu mereka juga meragukan keabsahan kitab-kitab hadis (yang memuat
hadis-hadis Nabi saw.) yang kodifikasinya baru dilakukan jauh setelah Nabi saw.
wafat. Menurut para ulama, seperti al-Syafi’i, argumentasi mereka tersebut
adalah keliru. Kekeliruan sikap mereka itu sejauh ini diidentifikasi sebagai akibat
kedangkalan mereka dalam memahami Islam dan ajarannya secara keseluruhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah:
Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412
H)
Ham,
Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang : Aneka Ilmu, 2000)
Khon,
Abdul Majid, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, pendekatan Ilmu Hadits,
(Jakarta : Kencana, 2011)
Smeer,
Zeid B., Ulumul Hadits, Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang : UIN
Malang Press, 2008)
http://othoy09.Øblogspot.com/2012/02/inkar-as-sunnah.html [10 April
2013]
http://riwayat.wordpress.com/2007/11/18/inkar-sunah/
2013]Ø[12 April 2013]
http://wonk-ciperna.blogspot.com/2011/07/ingkar-sunnah.html
http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/ulumul-hadits-inkar-sunnah.html
http://wonk-ciperna.blogspot.com/2011/07/ingkar-sunnah.html
http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/ulumul-hadits-inkar-sunnah.html
[1] Abdul Majid Khon, Pemikiran
Modern Dalam Sunnah, pendekatan Ilmu Hadits, (Jakarta : Kencana, 2011)
[2] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek
Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)
[3] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah,
[4] Abdul Majid Khon,
[5] Musahadi Ham, Evolusi
Konsep Sunnah, (Semarang : Aneka Ilmu, 2000)
[6] Musahadi Ham,
[7] Abdul Majid Khon,
[8] Zeid B. Smeer, Ulumul
Hadits, Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008)
[9] Abdul Majid Khon
[10] Zeid B. Smeer
[11] Zeid B. Smeer
[12] Zeid B. Smeer
[13] Abdul Majid Khon
[14] Abdul Majid Khon
[15] Abdul Majid Khon
[16] Abdul Majid Khon
[17] Abdul Majid Khon
[18] Abdul Majid Khon
[19] Abdul Majid Khon
[20] Abdul Majid Khon
[21] Abdul Majid Khon
[22] Abdul Majid Khon
[23] Abdul Majid Khon
[24] Abdul Majid Khon
[25] Abdul Majid Khon
[26] Abdul Majid Khon
[27] Abdul Majid Khon
[28] Abdul Majid Khon
[29] Abdul Majid Khon
[30] Abdul Majid Khon
[31] Abdul Majid Khon
[32] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[33] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[34] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[35] Abdul Majid Khon
[36] Abdul Majid Khon
[37] Abdul Majid Khon
[38] Abdul Majid Khon
[39] Abdul Majid Khon
[40] Abdul Majid Khon
[41] Abdul Majid Khon
[42] Abdul Majid Khon
[43] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah,
[44] Abdul Majid Khon
[45] Abdul Majid Khon
[46] Abdul Majid Khon
[47] Abdul Majid Khon
[48] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[49] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[50] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[51] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[52] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[53] Departemen Haji dan
Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[54] Abdul Majid Khon
No comments:
Post a Comment