Akad Tabarru' pada
Asuransi dan Reasuransi Syariah
FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang
AKAD TABARRU’
PADA ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang
AKAD TABARRU’
PADA ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
Pertama : Ketentuan Hukum
1.
Akad Tabarru’ merupakan akad yang
harus melekat pada semua produk asuransi.
2.
Akad Tabarru’ pada asuransi adalah
semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.
3.
Asuransi syariah yang dimaksud pada
point 1 adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.
Kedua : Ketentuan Akad
1.
Akad Tabarru’ pada asuransi adalah
akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2.
Dalam akad Tabarru’, harus disebutkan
sekurang-kurangnya:
a.
hak & kewajiban masing-masing
peserta secara individu;
b. hak & kewajiban antara peserta
secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok;
c.
cara dan waktu pembayaran premi dan
klaim;
d.
syarat-syarat lain yang disepakati,
sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Ketiga : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru’
1.
Dalam akad Tabarru’, peserta
memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta
lain yang tertimpa musibah.
2.
Peserta secara individu merupakan
pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu,
ãÄãøä/ãÊÈÑøóÚ áå) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’-
ãÄãøä/ãÊÈÑøöÚ).
3.
Perusahaan asuransi bertindak sebagai
pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain
pengelolaan investasi.
Keempat : Pengelolaan
1.
Pembukuan dana Tabarru’ harus
terpisah dari dana lainnya.
2.
Hasil investasi dari dana tabarru’
menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’.
3.
Dari hasil investasi, perusahaan
asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad
Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah
bil Ujrah.
Kelima : Surplus Underwriting
1.
Jika terdapat surplus underwriting
atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:
a.
Diperlakukan seluruhnya sebagai dana
cadangan dalam akun tabarru’.
b.
Disimpan sebagian sebagai dana
cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi
syarat aktuaria/manajemen risiko.
c.
Disimpan sebagian sebagai dana
cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan
para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
2.
Pilihan terhadap salah satu
alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan
dituangkan dalam akad.
Keenam : Defisit Underwriting
1.
Jika terjadi defisit underwriting
atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman).
2.
Pengembalian dana qardh kepada
perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.
Ketujuh : Ketentuan Penutup
1.
Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di : Jakarta
Tanggal : 23 Shafar 1427 / 23 Maret 2006
Tanggal : 23 Shafar 1427 / 23 Maret 2006
No comments:
Post a Comment