Friday, April 18, 2014

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Tentang Akad Tabarru' pada Asuransi dan Reasuransi Syari'ah


Akad Tabarru' pada Asuransi dan Reasuransi Syariah


FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang
AKAD TABARRU’
PADA ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH



Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

Pertama : Ketentuan Hukum
1.     Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
2.     Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.
3.     Asuransi syariah yang dimaksud pada point 1 adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.

Kedua : Ketentuan Akad
1.     Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2.     Dalam akad Tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
a.     hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu;
b.  hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok;
c.     cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;
d.     syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Ketiga : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru’
1.     Dalam akad Tabarru’, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah.
2.     Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, ãÄãøä/ãÊÈÑøóÚ áå) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’- ãÄãøä/ãÊÈÑøöÚ).
3.     Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Keempat : Pengelolaan
1.     Pembukuan dana Tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya.
2.     Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’.
3.     Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.

Kelima : Surplus Underwriting
1.     Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:
a.     Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.
b.     Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.
c.     Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
2.     Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad.

Keenam : Defisit Underwriting
1.     Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman).
2.     Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.

Ketujuh : Ketentuan Penutup
1.     Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.     Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 23 Shafar 1427 / 23 Maret 2006

No comments:

Post a Comment