KEPAILITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN
A.
Kepailitan
Kepailitan
berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang -utang debitur yang telah
jatuh tempo. Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua orang atau lebih
kreditor dan tidak mampu membayar satu atau lebih utangnya yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih.
Pihak-pihak yang tergolong debitur atau
seseorang yang dapat dinyatakan pailit adalah (zainal Asikin, 2001: 34):
1.
Siapa
saja/ setiap orang yang menjalankan perusahaan
atau tigak menjalankan perusahaan.
2.
Badan
hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas, firma, koprasi,perusahaan
Negara, dan badan-badan hukum lainnya.
3.
Harta
warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang
meninggal dunia itu semasa hidupnya itu berada dalam keadaan berhenti membayar
utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak
mencukupi untuk membayar utangnya.
4.
Setiap
wanita bersuami (si istri )yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan
tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri.
Seorang debitur
hanya dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh pengadilan Niaga. Pihak
yang dapat mengajukan permohonan agar seorang debitur dikatakan pailit adalah:
1.
Debitur
itu sendiri
2.
Para
kreditur
3.
Jaksa
penuntut umum
Permohonan dapat
diajukan kepada panitera pengadilan Niaga pada pengadilan negeri. Pengadilan
Niaga yang dimaksudkan adalah sebagai berikut. (pasal 2 UU No.4 Tahun 1998):
1.
Pengadilan
dalam daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur.
2.
Jika
debitur meninggalkan wilayah Republik Indonesia, pengadilan Niaga adalah
pengadilan dalam wilayah hukum tempat tinggal / kedudukan terakhirdari debitur.
3.
Dalam
hal debitur adalah persero suatu firma, pengadilan yang berwenang untuk
memeriksa adalah pengadilan Niaga dalam wilayah hukumnya/kedudukan firma
tersebut.
4.
Dalam
hal debitur tidak berkedudukan di dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi
menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah republik Indonesia, pengadilan
yang berwenang memutuskan perkara kepailitan adalah pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan kantor debitur menjalankan profesi atau
usahanya.
5.
Dalam
hal debitur adalah suatu badan hukum, pengadilan yang berwenang memutuskan
perkara kepailitan adalah pengadilan yang meliputi tempat kedudukan hukumnya
sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar badan hukum tersebut.
1)
Tata cara Permohonan Kepailitan
Permohonan
kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh pemohon yang isinya antara lain
:
1.
Nama,
tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan
2.
Nama,
tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur perusahaan yang berbentuk
perseroan terbatas
3.
Nama,
tempat kedudukan para kreditor
4.
Jumlah
keseluruhan utang
5.
Alasan
pemohon
Selanjutnya,
dalam pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004 ditentukan bahwa panitera pengadilan,
setelah menerima permohonan itu, melakukan pendaftaran dalam registernya dengan
memberikan nomor pendaftaran dan kepada pemohon diberikan tanda bukti tertulis
yang ditandatangani panitera.
Tanggal
bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran permohonan. Dalam
jangka waktu 1 x 24 jam, panitera menyampaikan permohonan kepailitan itu kepada
ketua pengadilan untuk dipelajari selama 2 x 24 jam untuk kemudian oleh ketua
pengadilan akan ditetapkan hari persidangan.
Setelah
hari persidangan ditetapkan, para pihak (permohonan dan termohon) dipanggil
untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus sudah dilakukan
paling lambat dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan di kepaniteraan.
Dalam
hal pemanggilan para pihak, pasal 8 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 menentukan sebagai
berikut :
1.
Jika
permohonan kepailitan diajukan debitur, pengadilan tidak wajib memanggil
debitur dalam persidangan.
2.
Sebaliknya
jika permohonan diajukan oleh kreditor/ para kreditor atau kejaksaan, debitur wajib
dipanggil. Pemanggilan tersebut dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari
persidangan guna memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempelajari
permohonan kepailitan.
Selama
permohonan pailit belum ditetapkan oleh Pengadilan, setiap kreditor atau jaksa,
Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar Modal, Badan Pengawasan Pasar Modal atau
Menteri Keuangan, yang mengajukan permohonan dapat juga memohon kepada
Pengadilan untuk:
a.
Meletakkan
sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur
b.
Menunjuk
curator sementara, yang bertugas:
1)
Mengawasi
pengelolaan usaha debitur
2)
Mengawasi
pembayarankepada para kreditur
3)
Mengawasi
pengalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur
Apabila
dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitur berada dalam keadaan berhenti
membayar, hakim akan menjatuhkan putusan kepailitan kepada debitur. Putusan
atau penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling lambat
tiga puluh hari sejak tanggal pendaftaraan permohonan kepailitan, dan putusan
ini harus diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.
Setelah
keputusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan dalam
jangka waktu dua hari harus memberitahukan dengan surat dinas tercatat atau
melalui kurir tentang putusan itu beserta salinannya, kepada:
a.
Debitur
yang dinyatakan pailit
b.
Pihak
yang mengajukan permohonan pernyataan pailit
c.
Curator
serta Hakim Pengawas
Di
samping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah dikeluarkan, dalam jangka
waktu paling lambat lima hari sejak tanggal diputuskannya permohonan kepailitan,
curator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
sekurang-kurangnya dalam dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim
Pengawas. Dalam pengumuman itu harus dikemukakan hal-hal yang menyangkut:
a.
Ikhtisar
putusan kepailitan
b.
Identitas,
pekerjaan, dan alamat debitur
c.
Identitas,
pekerjaan, dan alamat anggota sementara kreditur (apabila telah ditunjuk)
d.
Tempat
dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur
e.
Identitas
Hakim Pengawas
Di
samping itu, Panitera Pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum untuk
mencatat setiap perkara kepailitan, yang secara berurutan harus memuat:
a.
Ikhtisar
putusan pailit atau pembatalan pailit
b.
Isi
singkat perdamaian dan pengesahannya
c.
Pembatalan
perdamaian
d.
Jumlah
pembagian dalam pemberesan
e.
Pencabutan
kepailitan dan
f.
Rehabilitasi,
dengan menyebut tanggalnya masing-masing
Dalam
putusan pernyataan kepailitan, selain dapat menetapkan debitur dalam keadaan
pailit, hakim juga dapat menetapkan curator tetap dan Pengawas sepanjang
diminta oleh debitur atau kreditor. Akan tetapi, apabila debitur atau kreditor
tidak meminta, Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku curator.
Dengan
demikian, selain penetapan kepailitan, yang akan ditetapkan dalam putusan hakim
adalah sebagai berikut.
a.
Curator
tetap
Pihak yang dapat ditunjuk sebagai
curator adalah:
1)
Balai
Harta Peninggalan
2)
Curator
lainnya, yaitu
a)
Perseorangan
atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit,
dan telah terdaftar pada kementerian yang lingkup dan tanggung jawabnya di
bidang hukum dan peraturan perundang-undangan
b)
Telah
terdaftar pada kementerian yang lingkup dan tanggung jawabnya di bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan.
Tugas
Kurator adalah:
a)
Melakukan
pengurusan atau pemberesan harta pailit
b)
Melakukan
perhitungan utang debitur dan jika didasarkan mampu melakukan pembayaran terhadap
utang debitur pailit
c)
Melakukan
penyegelan terhadap harta pailit dengan seizing Hakim Pengawas
Pengadilan
setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian curator, setelah memanggil dan
mendengar curator lain dan atau mengangkat curator tambahan atas:
1)
Permohonan
curator sendiri
2)
Permohonan
curator lainnya (jika ada)
3)
Usul
Hakim Pengawas atau
4)
Permintaan
debitur pailit
Di
samping itu, pengadilan harus memberikan atau mengangkat curator atas
permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan rapat kreditor yang
diselenggarakan oleh semua kreditor, dengan persyaratan putusan tersebut
diambil berdasarkan suara setuju satu perdua dari jumlah kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari (seperdua) jumlah
piutang kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Selanjutnya, Zainal Asikin (2001:75-76) menyatakan bahwa tugas Balai Harta
Peninggalan (selaku curator,pen)
sebagai tersurat di atas, tampaknya cukup sederhana, tetapi di dalamnya
tersirat tugas yang cukup banyak, yang meliputi:
1)
Mengumumkan
keputusan hakim tentang kepailitan itu di dalam berita negara dan surat-surat
kabar yang disetujui oleh Hakim Komisaris
2)
Melakukan
penyitaan terhadap harta-harta si pailit, berupa perhiasan, efek-efek,
surat-surat berharga, uang tunai, dan benda-benda lainnya, kecuali
barang-barang dalam Pasal 22 UU No. 37 Tahun 2004
3)
Menyusun
inventarisasi harta pailit dan daftar utang-piutang si pailit
4)
Membuka
semua surat si pailit yang berkenaan dengan harta si pailit
5)
Memberikan
uang nafkah pada si pailit (yang diambilkan dari harta pailit), setelah
mendapat izin dari Hakim Komisaris
6)
Menjual
benda-benda si pailit apabila dipandang bahwa benda-benda itu tidak tahan lama,
dan hasil penjualannya dimasukkan menjadi kekayaan (boedel) pailit
7)
Membuat
suara akor (akkoord-perdamaian)
setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari hakim komisaris, dan nasihat
dari panitia para kreditor
8)
Berhak
untuk meneruskan perusahaan si pailit atas izin dari hakim komisaris. Akan
tetapi, apabila ada panitia para kreditor panitia ini tidak dapat memberikan
usul atau persetujuan untuk meneruskan perusahaan si pailit tanpa perlu
mendapat izin dari hakim komisaris.
Dalam
melaksanakan tugas ini, curator:
1)
Tidak
diharuskan memperoleh persetujuan dari dan menyampaikan pemberitahuan kepada si
pailit
2)
Dapat
mengajukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai
harta pailit. Dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga, curator perlu
membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek,
atau hak agunan atas kebendaan lainnya, maka pinjaman harus terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan harta pailit ini hanya dapat
dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang.
b.
Hakim
Pengawas
Pihak yang dapat
ditunjuk sebagai Hakim Pengawas adalah seorang Hakim Pengadilan yang dianggap
mampu menjalankan tugasnya. Tugas Hakim Pengawas adalah:
1)
Memimpin
rapat verifikasi
2)
Mengawasi
pelaksanaan tugas curator/Balai Harta Peninggalan, memberikan nasihat dan
peringatan kepada curator/Balai Harta Peninggalan atas pelaksanaan tugas
tersebut
3)
Menyetujui
atau menolak daftar tagihan-tagihan yang diajukan oleh para kreditor
4)
Meneruskan
tagihan-tagihan yang tidak dapat diselenggarakan dalam rapat verifikasi kepada
Hakim Pengadilan Niaga yang telah memutus perkara tersebut
5)
Mendengar
saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan
6)
Memberikan
izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian, meninggalkan tempat
kediamannya
7)
Menentukan
hari perundingan pertama atau rapat verifikasi dengan kreditor
Hal-hal yang
harus dibicarakan dalam rapat pertama adalah sebagai berikut:
1)
Pencocokan
utang, yaitu mencocokan jumlah utang yang tercatat dalam perusahaan/ debitur
pailit dengan catatan para kreditor
2)
Penentuan
kreditor konkuren, yaitu kreditor yang diutamakan pembayaran utangnya. Pihak
yang termasuk kreditor konkuren adalah:
1.
Para
pekerja dari perusahaan pailit yang gaji/upahnya belum dibayar
2.
Para
kreditor pemegang Hak Pertanggungan Atas Tanah (HPAT)
3.
Mengadakan
perdamaian. Hal yang perlu untuk diusahakan agar tercapai perdamaian atau
persetujuan para kreditor adalah: pembayaran gaji, uang pesangon, dan uag
penghargaan masa kerja pekerja/buruh yang diberhentikan karena pailit dan
penundaan pembayaran utang debitur.
2.
Upaya Hukum
terhadap Putusan Kepailitan
Berdasarkan UU
No. 37 Tahun 2004, upaya hukum yang dapat dilakukan berkenaan dengan adanya
putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah “kasasi” dan “peninjauan
kembali”.
Prosedur Kasasi yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
a.
Pemohon
mengajukan permohonan kasasi dalam jangka waktu delapan hari terhitung sejak
tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan dengan mendaftarkannya ke
panitera pengadilan yang telah menetapkan putusan pailit iu, dan kepada pemohon
diberikan tanda terima permohonan kasasi oleh panitera. Dan pemohon kasasi
wajib menyampaikan memori kasasinya kepada panitera pada saat permohonan
kasasinya didaftarkan.
b.
Dalam
waktu dua hari, panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi beserta memori
kasasi itu kepada termohon kasasi
c.
Termohon
kasasi dalam waktu paling lambat tujuh hari wajib menyampaikan kontra memori
kasasinya kepada panitera.
d.
Dalam
waktu paling lambat empat belas hari panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi
dan kontra memori kasasi ke Mahkamah Agung melalui Panitera Mahkamah.
e.
Mahkamah
Agung paling lambat dua hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi itu
diterima mempelajari permohonan tersebut, kemudian menetapkan hari siding.
f.
Siding
permohonan kasasi dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan
kasasi didaftarkan
g.
Putusan
permohonan kasasi itu harus sudah ditetapkan paling lambat tiga puluh hari
sejak permohonan kasasi didaftarkan, dan keputusankan itu diucapkan dalam
siding terbuka untuk umum.
h.
Dalam
waktu dua hari salinan Putusan Mahkamah Agung yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan wajib disampaikan kepada Panitera
Pengadilan Niaga, pemohon, termohon, curator, dan Hakim Pengawas.
Selanjutnya,
mengenai prosedur peninjauan kembali dapat diuraikan sebagai berikut
a)
Permohonan
peninjauan kembali harus diajukan oleh pemohon atau ahli warisnya wakilnya yang
khusus dikuasakan untuk itu (advokat), paling lambat 180 hari sejak tanggal
putusan yang dimohonkan peninjauan kembali itu mempunyai kekuatan hukum yang
tetap
b)
Permohonan
diajukan ke Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan Niaga yang memutus perkara
tersebut
c)
Panitera
Pengadilan memberikan atau mengirimkan permohonan peninjauan kembali tersebut
kepada pihak lawan selambat-lambatnya dua hari terhitung sejak permohonan
didaftarkan agar pihak lawan dapat memberikan jawabannya. Dalam hal ini pihak
lawan diberikan waktu sepuluh hari untuk menyampaikan jawabannya
d)
Panitera
menyampaikan permohonan peninjauan kembali ke Panitera Mahkamah Agung dalam
jangka waktu satu hari terhitung sejak permohonan didaftarkan, dan bila ada
jawaban dari termohon, jawaban termohon itu harus disampaikan dan dikirim
paling lambat dua belas hari sejak permohonan itu didaftarkan. Mahkamah Agung
harus telah memberikan keputusan atas permohonan peninjauan kembali itu paling
lambat tiga puluh hari sejak pendaftaran. Dan keputusan itu harus sudah
disampikan salinannya kepada para pihak paling lambat 32 hari sejak permohonan
itu diterima oleh Panitera Mahkamah Agung.
3.
Akibat Hukum
Putusan Pengadilan
Zainal Asikin,
menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit. Hal yang utama adalah
dengan telah dijatuhkannyaputusan kepailitan, si debitur (si pailit) kehilangan
hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Pengurusan
dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke tangan curator/Balai Harta
Peninggalan.
Namun, tidak
semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan pengurusannya ke curator/
Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini (kepalitan) adalah:
a)
Benda,
termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan sehubungan dengan pekerjaannya,
perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahkan
makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya
b)
Segala
sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian
suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu, dan uang tunjangan, sejauh yang
dientukan oleh Hakim Pengawas
c)
Uang
diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya member nafkah. (pasal 22
UU No. 37 tahun 2004)
Si
pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum apabila
dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta kekayaannya.
Apabila
ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan pailit, curator/
Balai Harta Peninggalan dapat mengumukakan pembatalan perbuatan hukum tersebut.
Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut:
a)
Dalam
hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbale balik
yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan
debitur dapat meminta kepada curator untuk memeberikan kepastian tentang
kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati
oleh curator dan pihak tersebut.
b)
Dalam
hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan curator mengenai
jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan menetapkan jangka waktu tersebut
c)
Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan curator menyatakan kesanggupannya,
curator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan
perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika curator tidak memberikan jawaban atau
tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian tersebut
dinyatakan berakhir dan pihak yang bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan
akan diberlakukan sebagai kreditor konkuren.
d)
Apabila
dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah diperjanjikan untuk
menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu
tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda dagangan yang biasa
diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan
benda tersebut belum menyerahkannya setelah putusan pailit dikeluarkan,
perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal pihak lawan (yang mengadakan perjanjian)
dirugikan karena penghapusan perjanjian tersebut, yang bersangkutan dapat
mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkanganti rugi.
e)
Dalam
hal debitur telah menyewa suatu benda, baik curator maupun pihak yang
menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat
pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai
dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling singkat Sembilan puluh
hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan, pemberitahuan perjanjian sewa
tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka waktu pembayaran sewa tersebut.
Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang sewa dinyatakan sebagai boedel pailit.
f)
Wpekerja/buruh
yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan kerja, atau curator dapat
menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan perjanjian kerja dan peraturan
yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan
memberitahukan paling singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit
ditetapkan, upah kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan
pailit dinyatakan sebagai utang boedel pailit
g)
Warisan
dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh curator
tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila menguntungkan
harta pailit.
h)
Pembayaran
suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan
bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitur
sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran utang tersebut merupakan akibat
dari persengkokolan antara debitor dengan kreditor dengan maksud menguntungkan
kreditor tersebut melebihi kreditor lainnya. Jika pembayaran yang sudah
diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk karena memang
sudah jatuh tempo, pembayaran tersebut tidak dapat diambil kembali.
Dengan
demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur dan
perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditor serta dilakukan dalam
jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan, sedangkan
perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, (kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan
dianggap mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Perbuatan hukum tersebut:
a.
Merupakan
perikatan dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa
perikatan tersebut dilakukan
b.
Merupakan
pembayaran atas atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan
belum dapat ditagih
c.
Dilakukan
oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:
1)
Anggota
atau istrinya, anak angkat atau keluarganya sampai derajat ketiga.
2)
Suatu
badan hukum dimana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angaka 1
adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak-pihak tersebut, baik
sendiri-sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung dalam kepemilikan
badan hukum tersebut paling kurang sebesar 5o% dari modal disetor.
d.
Dilakukan
oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau terhadap:
1.
Anggota
direksi atau pengurus debitur atau suami/istri atau anak angkat atau keluarga
sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus tersebut
2.
Perorangan
baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak angkat/keluarga
sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut serta secara langsung
atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar 50 %
dari modal disetor
3.
Perorangan
yang suami/istri atau anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut
secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling
kurang sebesar 50% dari modal disetor
e.
Dilakukan
oleh debitur yang merupakan badan hukum/dengan atau terhadap badan hukum
lainnya, apabila:
1.
Perorangan
anggota direksi atau penghubung pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah
orang yang sama
2.
Suami/istri/anak
angkat/keluarga sampai derajat ketiga merupakan anggota direksi/pengurus pada
badan hukum lainnya, atau sebaliknya
3.
Perorangan
anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada debitur, atau
suami/istri/anak angkat/keluarga sampai derajat ketiga, ikut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang
sebesar 50% dari modal disetor
4.
Debitur
adalah anggota direksi/pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya
5.
Badan
hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau tidak dengan
suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga sampai derajat
ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada
debitur paling kurang sebesar 50% dari modal disetor
f.
Dilakukan
oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum
lainnya dalam kelompok badan hukum di mana debitur merupakan anggotanya.
Selain
itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan kepailitan,
adalah hal-hal yang berkaitan dengan sebagai berikut.
a.
Penghibahan
Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah
yang dilakukan debitur dapat dimintakan pembatalan apabila curator dapat
membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau
patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkankerugian bagi
kreditor (pasal 44 UU No. 37 Th 2004).
b.
Pembayaran
utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau debitur melakukan
perbuatan yang tidak wajiib, perbuatan itu dapat dibatalkan demi keselamatan
harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan bahwa pada waktu dilakukannya
perbuatan tersebut, baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatannya
(debitur) itu akan merugikan pihak kreditor (pasal 45 UU No. 37 Th 2004).
4.
Berakhirnya
Kepailitan
Suatu kepailitan
dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai berikut.
a.
Perdamaian
Debitur pailit
berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Rencana
perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah
selesainya pencocokan piutang.
Keputusan
rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditor oleh lebih
dari seperdua jumlah kreditor konkuren
yang hadir dalam rapat dan yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah
seluruh piutang konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui oleh kreditor
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih
dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan mewakili
paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai hak
suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam jangka waktu paling
sedikit delapan hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus
diselenggarakan pemungutan suara kedua. Pada pemungutan suara kedua kreditor
tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada pemungutan suara pertama.
Dalam setiap
rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Hakim
Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat
tersebut harus memuat:
1.
Isi
perdamaian
2.
Nama
kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3.
Suara
yang dikeluarkan
4.
Hasil
pemungutan suara, dan
5.
Segala
sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)
Setiap orang yang berkepentingan dapat
melihat dengan Cuma-Cuma berita acara rapat yang disediakan paling lambat tujuh
hari setelah tanggal berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.
Isi perdamaian yang termuat dalam berita
acara perdamaian harus dimohonkan pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan
keputusan kepailitan. Pengadilan harus mengeluarkan penetapan pengesahan paling
lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang pengesahan.
Namun demikian,
pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
a)
Harta
debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda,
jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
b)
Pelaksanaan
perdamaian tidak cukup terjamin, dan
c)
Perdamaian
itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih kreditor,
atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah
debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat
(2) UU No.37 Th 2004).
Selanjutnya, dalam hal permohonan
pengesahan perdamaian ditolak, baik kreditor yang menyetujui rencana perdamaian
maupun debitur pailit, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan
pengadilan diucapkan dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana
perdamaian sisahkan atau dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah
putusan pengadilan diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:
a)
Kreditor
yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan suara
b)
Kreditor
yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut dicapai
berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004
diatas
b.
Insolvensi
Insolvensi
merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana
harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil
penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya
yang disahkan dalam akor.
Dengan adanya
insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa curator/Balai Harta
Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta
pailit,yaitu:
1)
Melakukan
pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap
piutang-piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana
penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan
sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris
2)
Melanjutkan
pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan, namun
pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
3)
Membuat
daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama
kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran
yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
4)
Melakukan
pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
Dengan demikian,
apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya
sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur
kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah
pengawasan curator/Balai Harta Peninggalan.
B.
Penundaan Pembayaran
Permohonan penundaan
pembayaran itu harus diajukan oleh debitur kepada pengadilan dan oleh penasihat
Hukumnya, disertai dengan :
1.
Daftar-daftar
para kreditor beserta besar piutangnya masing-masing;
2.
Daftar
harta kekayaan (aktiva/pasiva) dari si debitur.
Surat permohonan
dan lampiran tersebut diletakkan di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat
oleh semua pihak yang berkepentingan.
Selanjutnya, prosedur permohonan
penundaan pembayaran tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Setelah
pengadilan menerima permohonan penundaan pembayaran, secara langsung atau
seketika pengadilan harus mengabulkan permohonan untuk sementara dengan
memberikan izin penundaan pembayaran.
2.
Hakim
pengadilan paling lambat 45 hari melalui panitera harus memanggil para
kreditor, debitur dan pengurus untuk diadakan sidang.
3.
Dalam
sidang tersebut akan diadakan pemungutan suara (jika perlu) untuk memutuskan
apakah penundaan pembayaran tersebut dikabulkan atau ditolak. Berdasarkan hasil
pemungutan suara inilah pengadilan akan dapat memutuskan secara definitif
terhadap permohonan penundaan pembayaran.
a.
Permohonan
penundaan pembayaran utang akan dikabulkan atau ditetapkan apabila disetujui
lebih dari setengah kreditor konkuren
yang hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga bagian dari seluruh tagihan
yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya
yang hadir dalam sidang tersebut.
b.
Permohonan
penundaan pembayaran utang tidak akan dikabulkan apabila :
1)
Adanya
alasan yang mengkhawatirkan bahwa debitur selama penundaan pembayaran akan
mencoba merugikan kreditor-kreditornya.
2)
Apabila
tidak ada harapan bagi debitur, selama penundaan pembayaran dan setelah itu,
untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor.
4.
Dalam
putusan hakim yang mengabulkan penundaan pembayaran definitif tersebut,
ditetapkan pula lamanya waktu penundaan pembayaran paling lama 270 hari
terhitung sejak penundaan sementara ditetapkan.
5.
Pengurus
wajib segeramengumumkan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara
dalam berita Negara Republik Indonesia, dan paling sedikit dalam dua surat
kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas, dan pengumuman tersebut harus
memuat undangan untuk hadir dalam persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan
hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu siding tersebut, nama Hakim Pengawas,
dan nama serta alamat pengurus.
6.
Setelah
pengadilan mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang, panitera
pengadilan wajib mengadakan daftar umum perkara penundaan kewajiban pembayaran
utang dengan mencantumkan untuk setiap penundaan kewajiban pembayaran utang, di
antaranya:
1)
Tanggal
putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan tetap berikut
perpanjangannya
2)
Kutipan
putusan pengadilan yang menetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang
sementara maupun tetap dan perpanjangannya
3)
Nama
hakim pengawas dan pengurus yang diangkat
4)
Ringkasan
isi perdamaian dan pengesahan perdamaian tersebut oleh pengadilan,dan
5)
Pengakhiran
perdamaian
Sepanjang jangka
waktu yang ditetapkan untuk penundaan pembayaran, atas permintaan pengurus,
kreditor, hakim pengawas atau atas prakarsa pengadilan, penundaan kewajiban
pembayaran utang dapat diakhiri dengan alasan-alasan berikut ini (pasal 255 UU
No. 37 Th 2004)
1.
Debitur
selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang bertindak dengan iktikad
tidak baik dala melakukan pengurusan terhadap hartanya.
2.
Debitur
mencoba merugika para kreditornya
3.
Debitur
tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu
bagian dari hartanya
4.
Debitur
lalai melakukan kewajiban yang ditentukan oleh pengadilan dan yang disyaratkan
oleh pengurus
5.
Keadaan
harta debitur selama penundaan pembayaran tidak memungkinkan lagi bagi debitur
untuk melakukan kewajibannya pada waktunya
Dengan dicabutnya
penundaan kewajiban pembayaran utang, hakim dapat menetapkan si debitur dalam
keadaan pailit sehingga ketentuan kepailitan berlaku bagi si debitur.
Debitur yang
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dapat mengajukan rencana
perdamaian melalui pengadilan. Perdamaian itu diajukan pada saat atau setelah
mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Hal ini berbeda
dengan perdamaian pada kepailitan, yaitu sebagai berikut:
1.
Dari
segi waktu, akor penundaan pembayaran diajukan pada saat atau setelah
permohonan penundaan pembayaran, sedangkan akor pada kepailitan diajukan
setelah adanya putusan hakim
2.
Pembicaraan
(penyelesaian) akor dilakukan pada siding pengadilan memeriksa permohonan
penundaan pembayaran, sedangkan akor kepailitan dibicarakan pada saat rapat
verifikasi, yaitu setelah adanya putusan pengadilan
3.
Syarat
penerimaan akor pada penundaan pembayaran haruslah disetujui setengah dari
jumlah kreditor konkuren yang diakui atau sementara diakui yang hadir pada
rapat permusyawaratan hakim, yang bersama-sama mewakili dua pertiga bagian dari
seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tesebut, dan mewakili tiga perempat dari jumlah
piutang yang diakui. Sementara itu, akor pada kepailitan harus disetujui oleh
dua pertiga dari kreditor konkuren, yang mewakili tiga perempat jumlah semua
tagihan yang tidak mempunyai tagihan istimewa.
4.
Kekuatan
mengikatnya akor pada penundaan kewajiban pembayaran utang berlaku pada semua
kreditor (baik konkuren maupun prepent), sedangkan akor kepailitan hanya
berlaku bagi kreditor konkuren.
Akibat hukum apabila akor penundaan
kewajibanpembayaran utang ditolak adalah hakim dapat langsung menyatakan
debitur dalam pailit. Sementara itu, apabila akor diterima, harus dimintakan
pengesahan kepada hakim. Dengan tercapainya penyelesaian melalui perdamaian
(akor) yang telah disahkan, berakhirlah penundaan kewajiban pembayaran utang.
No comments:
Post a Comment