Jenis Harta Yang Wajib Dizakati
Dan Nishabnya
A.
Pendahuluan
Zakat termasuk rukun
Islam yang ke-3. Di antaranya firman Allah SWT , “… dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang
yang ruku’.” (QS. Al- Baqarah [2]: 43).
Kata zakat (atau
zakah) mengandung banyak arti, antara lain keberkahan, kesuburan, kesucian, dan
kebaikan. Berasal dari kata zaka[1] dan yazku[2] yang berarti bertambahnya jumlah sesuatu atau tumbuhnya
tanaman dengan subur. Adapun kata zakiy digunakan
untuk menyebut seseorang yang banyak berbuat kebajikan atau yang dipujikan
sebagai orang yang baik hati, terpercaya dan sebagainya.
Zakat tidak diwajibkan
atas orang-orang kafir, mengingat bahwa ia merupakan salah satu rukun Islam,
sama seperti shalat, puasa dan haji, tiga rukun lainnya yang hanya diwajibkan
pelaksanaanya atas kaum Muslim saja. Adapun orang-orang non-Muslim yang hidup
di suatu Negara Muslim diwajibkan membayar jizyah,
semacam pajak khusus yang ditetapkan atas mereka. Namun beberapa ulama di
masa-masa lalu akhir ini cenderung memungut pajak Negara atas mereka sebesar
jumlah zakat yang diwajibkan atas kaum Muslim, sepanjang mereka juga memiliki
hak dan kewajiban yang sama sebagai warganegara.
Selain itu, setiap jenis harta yang telah
mencapai nisab, wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah dimiliki selama satu
tahun penuh (atau yang disebut haul dalam
istilah fiqih). Yang dimaksud di sini adalah tahun Hijriah (354 hari).
Pada harta
perdagangan, nisabnya hanya perlu terpenuhi pada akhir haul-nya saja. Dengan demikian, seandainya modal pertama suatu
usaha perdagangan jumlahnya kurang dari nisab, (yakni senilai 85 gram emas)
tetapi pada akhir haul-nya ternyata
mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan pada harta berupa
emas, perak, uang dan hewan ternak hanya wajib dizakati apabila jumlahnya pada
awal dan akhir haul telah mencapai
nisab. Artinya, apabila emas, perak dan uang yang tersimpan atau hewan (sapi
atau domba) yang diternakkan menjadi berkurang pada suatu saat di pertengahan
tahun sampai dibawah nisab, kemudian bertambah lagi ditengah-tengah tahun,
sehingga mencapai nisab pada akhir tahunnya itu, maka haul-nya tetap diperhitungkan sejak semula. Keterangan tentang
nisab akan diuraikan kemudian secara lebih rinci, ketika membahas tentang
masing-masing harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Dari latar belakang
diatas kami ambil kesimpulan yang telah dirumuskan dalam beberapa rmusan
masalah yaitu pertama harta yang nampak meliputi emas dan perak, binatang
ternak. Kedua yaitu harta yang tidak Nampak dan ketiga nishab yang wajib
dizakati.
Dalam sistematika
penulisan ini kami telah memaparkan bahwa dapat dijelaskan penulisan ini
didahulukan dengan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
sistematika penulisan, pembahasan dan kesimpulan.
B.
Harta yang
Nampak
1.
Emas dan perak
Jenis
barang emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya, berdasrkan firman Allah: “ orang-orang yang menimbun emas dan perak dan
tidak mau membelanjakannya di jalan Allah, maka ingatkanlah mereka dengan siksa
neraka yang pedih, “ (At-Taubahah: 34).
Dan
berdasarkan hadits Ali yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi, bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “ sungguh telah
saya bebaskan kamu dari zakat kuda dan budak, tetapi bayarlah zakat perak
tiap-tiap 40 dirham 1 dirham dan 190 dirham belum wajib dizakati. Tetapi
kalau sampai 200 dirham zakatnya 5 dirham.”
Nisab emas ialah 85 gram (sama dengan 20 dinar). Maka
jika seseorang memiliki simpanan emas sebanyak 85 gram atau lebih dan telah
cukup haul-nya[3] wajibah ia mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5% (dua
setengah persen) dari jumlah emas miliknya itu. Selanjutnya, apabila emas
tersebut masih ada padanya sampai setahun kemudian, wajiblah ia mengeluarkan
zakatnya sebanyak 2,5% dari sisa yang dimilikinya. Dan begitulah seterusnya.
Sedangkan nisab perak ialah 200 dirham atau kira-kira 595
gram. Maka jika seseorang memiliki perak sebanyak 595 gram atau lebih dan telah
cukup haul-nya, wajiblah ia
mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5% dari jumlah perak yang dimilikinya sejak
setahun yang lalu itu.
2.
Binatang ternak
Jenis binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya
unta, sapi dan kambing. Binatang ternak yang dipakai untuk membajak atau
menarik pedati tidak wajib dizakati berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Tiada zakat pada sapi yang dipakai bekerja.”
( HR. Dawud dan Daruquthni).
Nishab unta dan zakatnya: Tidak wajib zakat kecuali
jumlahnya mencapai 5 ekor unta atau lebih. Apabila jumlahnya telah melewati
jumlah 121 ekor, maka pada setiap 40 ekor unta zakatnya seekor anak unta usia 2
tahun atau lebih dan pada tiap 50 ekor, zakatnya seekor anak unta usia 3 tahun
atau lebih.
Nishab sapi atau kerbau dan zakatnya: Tidak wajib zakat
atas sapi atau kerbau kecuali jumlahnya mencapai 30 ekor. Seterusnya setiap 30
ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi usia 1 tahun atau lebih. Dan
setiap 40 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi usia 2 tahun.
Nishab kambing dan zakatnya: Tidak wajib zakat atas
kambing kecuali setelah mencapai 40 ekor. Maka jika telah mencapai 40 ekor
zakatnya adalah seekor domba berusia 1 tahun atau kambing berusa 2 tahun. Dan
apabila mencapai lebih dari 120 ekor, zakatnya adalah 2 ekor domba usia satu
tahun. Dan jika jumlahnya lebih dari 200 ekor, zakatnya 3 ekor domba usia satu
tahun, setelah itu, pada setiap seratus ekor, zakatnya seekor domba usia satu
tahun atau kambing usia dua tahun.
3.
Harta terpendam (rikaz)
Seseorang
yang memperoleh harta rikaz dari segi ekonomi dapt dibedakan menjadi dua:
pertama, harta rikaz termasuk harta yang bernilai ekonomi seperti penemuan
perhiasan emas dengan berliannya, dan kedua harta rikaz termasuk harta yang
tidak bernilai ekonomi seperti penemuan sendok, tempurung dan kapak batu. Apakah harta rikaz yang tidak bernilai secara ekonomi
wajib dizakati?
Dalam qawl qadim,
Imam al Syafi’i berpendapat bahwa harta rikaz yang tidak bernilai secara
ekonomi wajib dizakati, sebab meskipun tidak bernilai ekonomi, ia termasuk
rikaz (yang karenanya wajib dizakati).
Sedangkan dalam qawl
jadid, Imam al Syafi’I berpendapat
sebaliknya yaitu harta rikaz yang tidak bernilai ekonomi tidak wajib
dizakati, karena zakat rikaz berhubungan dengan manfaat, maka kewajiban zakat
rikaz gugur apabila harta rikaz itu tidak bermanfaat ( karena tidak bernilai
ekonomi ).[4]
Argument qawl qadim
tentang zakat harta rikaz yang tidak bernilai ekonomi adalah logika (bukan
hadits), begitu juga argumen qawl jaded-nya.
Dengan demikian, baik dalam qawl qadim maupun
qawl jadid tentang zakat harta rikaz
yant tidak bernilai ekonomi, Imam al Syafi’I tidak menjadikan hadits sebagai
argument.
Nishab harta rikaz: sebagian benda yang dizakati
diharuskan ada nishab (batas mnimal). Apakah dalam zakat harta rikaz terdapat
nishab? Dalam qawl qadim, Imam al
Syafi’I berpendapat bahwa dalam zakat harta rikaz tidak terdapat nishab. Oleh
karena itu, baik sedikit maupun banyak, harta rikaz wajib dizakati.
Sedangkan dalam qawl
jadid, Imam al Syafi’I berpendapat bahwa dalam zakat harta rikaz terdapat
nishab, karena rikaz itu berhubungan dengan hasil bumi dan dalam zakat hasil
bumi terdapat nishab.[5]
Argument qawl qadim
tentang nishab zakat harta rikaz adalah logika (bukan hadits), begitu juga
argument qawl jadid-nya. Dengan
demikian, baik dalam qawl qadim
maupun qawl jadid tentang bab zakat harta rikaz, Imam al Syafi’I tidak
menjadikan hadits sebagai arumen.
No comments:
Post a Comment