Sunday, April 7, 2013

Makalah Mamageman Keuangan Islami : Manajemen Resiko Bank Syariah


Manajemen Resiko Bank Syari'ah
A.    Pendahuluan
Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. Risiko dalam bidang perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan. Risiko ini haruslah dimanaj sedemikian rupa untuk dapat diminimalisir potensi terjadinya.
Setiap perbankan bukan hanya di bank konvensional tapi juga di perbankan syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai macam risiko baik itu risiko eksternal maupun risiko internal yang melekat pada perusahaan, risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari melaingkan bisa dikelola dan dikendalikan sehingga tidak memberikan efek yang besar bagi perusahaan.
Seperti juga perbankan pada umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan tata kelola yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang disebut sebagai manajemen risiko.
Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
Seiring dengan pertumbuhan perbankan Syari’ah yang sedemikian pesat, maka manajemen risiko menjadi sesuatu yang penting untuk dikelola dengan baik. Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, hal tersebut dapat dipahami bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Selanjutnya, dalam makalah ini akan di jelaskan lebih lanjut tentang managemen risiko, apa saja jenis dari risiko pada bank, serta proses dari manajemen risiko tersebut.
B.     Karakter Manajemen Risiko dalam Bank Islam
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank islam dengan bank konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa yang dinilai.[1]
Adapun karakter manajemen risiko pada bank Islam adalah :
1.      Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai risiko yang ada pada banl-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi risiko yang khas hanya ada pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan bank islam terletak pada enam hal:
a.       Proses transaksi pembiayaan.
b.      Proses manajemen.
c.       Sumber daya manusia.
d.      Teknologi.
e.       Lingkunga eksternal.
f.       Kerusakan.
2.      Penilaian Risiko
Dalam penilaian risiko, keunikan bank islam terlihat pada hubungan antara probability dan impact, atau yang biasa dikenal sebagai Qualitative Approach.
3.      Antisipasi Risiko
Antisipasi risiko dalam bank bertujuan untuk :
a.       Preventive. Dalam hal ini, bank islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. di samping itu, bank islam juga memerlukan opini bahkan fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar kewenangannya.
b.      Detective. Pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS.
c.       Recovery. Koreksi atas suatu permasalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah.
4.      Monitoring Risiko
Aktivitas dalam bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah.[2]
C.    Proses Manajemen Risiko
Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada  tahap awal bank syariah harus secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut, bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. proses ini terus berkesinambungan sehingga menjadi sebuah lifecycle.[3]
Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Identifikasi risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap:
a.       karakteristik risiko yang melekat pada aktivitas fungsional,
b.      risiko dari produk dan kegiatan usaha.
2.      Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:
a.       evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko,
b.      penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.
3.      pemantauan risiko dilaksanakan dengan melakukan:
a.       evaluasi terhadap eksposur risiko,
b.      penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan system informasi manajemen risiko yang bersifat material.
4.      pelaksanaan proses pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.[4]
D.    Jenis-jenis Risiko
Bank Indonesia sebagai bank sentral pengatur kebijakan peraturan perbankan di Indonesia juga memikirkan pentingnya suatu pengelolaan risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah yang beroperasi di Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia mengeluarkan: Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/29/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum Syariah dan Unit Syariah.
Tujuan Peraturan Bank Indonesia ini untuk mengakomodasi karakteristik kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak sepenuhnya sama dengan perbankan konvensional dan dalam rangka memenuhi amanah pasal 38 UU no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Penerapan manajemen risiko pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank umum syariah dan unit usaha syariah.[5]
Agar dapat menerapkan manajemen risiko di perbankan maka perlu diketahui jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh perbankan. Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:
1.    Risiko Kredit atau Pembiayaan
Risiko kredit diartikan sebagai risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya atau risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu counterparty akan gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo.
Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury dan investasi, dan pembiayaan perdagangan; yang tercatat dalam banking book maupun trading book.
2.    Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko yang muncul yang disebabkan oleh adanya pergerakan variable pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar termasuk derivasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga option.
Risiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional bank seperti kegiatan treasury dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.
3.    Risiko Operasional (Operational Risk)
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional bank, seperti kegiatan perkreditan, treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.
4.    Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko likuiditas dikategorikan menjadi:
a.       Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan o_setting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar (market disruption).
b.      Risiko Likuiditas Pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.
5.    Risiko Hukum (Legal Risk)
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6.    Risiko Reputasi (Reputation Risk)
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif dari masyarakat terhadap bank.
7.    Risiko Strategik (Strategic Risk)
Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8.    Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.[6]
9.    Risiko Modal (Capital Risk)
Unsur lain yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk). Salah satu fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank. jumlah modal yang dibutuhkan untuk melindungi para penyimpan dana berhubungan dengan kualitas dan risiko dari asset bank.
Risiko modal berkaitan dengan kualitas asset. Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai asset yang berisiko perlu perlu memiliki modal penyangga yang besar ntuk sandaran bila kinerja asset-aset itu tidak baik. tingkat modal itu juga penting untuk menyangga risiko likuiditas.
Sumber-sumber risiko yang berkaitan dengan perbankan juga dapat dijumpai akibat kehilangan karena pencurian, perampokan, penipuan dan kecurangan. Sehubungan dengan itu manaajemen harus mengasuransikan beberapa jenis risiko tertentu guna menerapkan system pengawasan untuk melindungi kerugian-kerugian tersebut.[7]
E.     Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Syariah
Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank, dalam hal ini BI sendiri baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak 1992. Sementara itu, bank dengan prinsip Syari’ah lahir pertama kali di Indonesia pada tahun yang sama. Jadi jika dilihat dari usia sistem perbankan Syari’ah, hal ini merupakan tantangan yang berat.
Bank Syari’ah pun akan sangat sulit mengikuti konsep yang telah dijalankan perbankan konvensional dalam hal manajemen risiko, mengingat perbankan konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun sistem dan mengembangkan teknik manajemen risiko.
Di lain pihak, operasi bank Syari’ah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen risiko juga harus diimplementasikan oleh bank Syari’ah agar tidak hancur dihantam risiko.
Maka cara yang paling cepat dan efektif adalah mengadopsi sistem manajemen risiko bank konvesional yang disesuaikan dengan karakteristik perbankan Syari’ah. Inilah yang dilakukan BI sebagai regulator perbankan nasional yang akan menerapkan juga bagi perbankan Syari’ah.
Dalam hal ini Islamic Financial Services Board (IFSB) telah merumuskan prinsip-prinsip manajemen risiko bagi bank dan lembaga keuangan dengan prinsip Syari’ah. Disebutkan bahwa kerangka manajemen risiko lembaga keuangan Syari’ah mengacu pada Basel Accord II[8] (yang juga diterapkan perbankan konvensional) dan disesuaikan dengan karakteristik lembaga keuangan dengan prinsip Syari’ah.
Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan Syari’ah bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip Syari’ah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank Syari’ah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan Syari’ah, risiko-risiko yang dihadapi bank Syari’ah pun menjadi berbeda.[9]
Bank Syari’ah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank Syari’ah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank Syari’ah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.
Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial risk merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank Syari’ah. Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi model pembiayaan dan kepatuhan pada prinsip-prinsip Syari’ah.
withdrawal risk adalah risiko penarikan dana yang disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan Syari’ah atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor. Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.[10]
Dalam pengembangannya ke depan, perbankan Syari’ah menghadapi tantangan yang tidak ringan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini, seperti pemilihan instrumen finansial yang sesuai dengan prinsip Syari’ah termasuk juga instrumen pasar uang yang bisa digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai ) terhadap risiko.
Oleh karena BI dan IFSB mengacu pada aturan Basel Accord II, maka pemahaman yang matang mengenai manajemen risiko bank konvensional akan sangat membantu penerapan manajemen risiko di bank Syari’ah.[11]
F.     Kesimpulan
Risiko adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya.
Sedangkan Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. Adapun karakter manajemen risiko pada bank Islam adalah : Identifikasi Risiko, Penilaian Risiko, Antisipasi Risiko  dan Monitoring Risiko.
Selain karakter yang terdapat pada manajemen risiko, terdapat pula jenis-jenis risiko, diantaranya adalah : Risiko Kredit atau Pembiayaan, Risiko Pasar (Market Risk), Risiko Operasional (Operational Risk), Risiko Likuiditas (Liquidity Risk), Risiko Hukum (Legal Risk), Risiko Reputasi (Reputation Risk), Risiko Strategik (Strategic Risk), Risiko Kepatuhan (Compliance Risk), Risiko Modal (Capital Risk).
Adapun penerapan menajemen risiko adalah dengan mengadopsi sistem manajemen risiko bank konvesional yang disesuaikan dengan karakteristik perbankan Syari’ah.
Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan Syari’ah bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip Syari’ah.
Dalam pengembangannya ke depan, perbankan Syari’ah menghadapi tantangan yang tidak ringan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini, seperti pemilihan instrumen finansial yang sesuai dengan prinsip Syari’ah termasuk juga instrumen pasar uang yang bisa digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai ) terhadap risiko, maka pemahaman yang matang mengenai manajemen risiko bank konvensional akan sangat membantu penerapan manajemen risiko di bank Syari’ah.

Daftar Pustaka
A. Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Cet. 3. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/381-penerapanmanajemenrisikobagibankumumsyariahdanunitusahasyariah
Khan, Tariqullah. Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syari’ah (terj.) Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Edisi Revisi, Cet. Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011.
Rivai, Veithzal. dkk, Bank and Financial Institution (terj). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.

[1]Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Cet. 3, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
[2] Ibid,
[3] Ibid,
[4] Ibid,
[6] Veithzal Rivai dkk, Bank and Financial Institution,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007)
[7] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Edisi Revisi, Cet. Kedua, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011)
[8] Komite Basel (The Basel Committee) untuk pengawasan perbankan dicetuskan pada tahun 1974 yang diprakarsai oleh para gubernur Bank Sentral. Basel adalah sebuah kota di Swiss tempat para gubernur bank sentral tersebut berkumpul. kesepakatan basel telah menjadi tolak ukur bagi bank sentral seluruh dunia dalam merancang regulasi MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN yang berlaku di Negara masing-masing termasuk Indonesia.
[9] www.ifsb.org. 03 Mei 2012
[10] Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syari’ah (terj.), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
[11] Ibid.

No comments:

Post a Comment