Thursday, August 15, 2013

Problematika Remaja (Islam, Remaja, Pornografi dan Porno Aksi)


’PROBLEMATIKA REMAJA’
(Islam, Remaja, Pornografi dan Pornoaksi)
Oleh : Moh. Fadholi

A. Pengaruh Budaya Barat (Western Culture) terhadap Remaja.
Memperhatikan apa yang  terjadi disekeliling kita akhir-akhir ini, begitu banyaknya remaja yang sudah terpengruh oleh kebudayaan-kebudayaan Barat yang dapat merusak mental dan keperibadian diri sebagai umat yang beragama.  Sudah sepantasnya kita umat islam menyiman keperihatinan yang begitu memdalam, karna sudah begitu banyak umat islam yang terpengaruh oleh kebudayaan barat yang dapat merusak keimanan. Seperti gaya berpakaian mereka yang tidak segan-segan membuka atau memamerkan lekuk-lekuk tubuh mereka, tontonan-tontonan yang tidak mendidik dan kesemuanya ini sudah menjangkit dikalangan umat islam.
Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka usaha adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang sangat kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan menghadapi adaptasi dan adjustment menyebabkan banyak kebimbangan, kebingungan, kecemasan dan komflik, baik komflik eksternal yang terbuka,  maupun yang internal dalam batin sendiri  yang tersembunyi dan tertutup sifatnya. Sebagai dampaknya orang lalu mengembangkan pola tingkah-laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semau sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi, kemudian mengganggu dan mjerugikan orang lain.
Pada zaman modern ini bertemulah banyak kebudayaan sebagai hasil dari makin akramnya komunikasi daerah, nasional dan internasional. Keluluhan bermacam-macam budaya itu dapat berlangsung lancar dan lembut, akan tetapi tidak jarang proses melalui komflik personal dan sosial yang hebat. Banyak peribadi yang mengalami gangguan jiwani, dan muncul komflik budaya yang ditandai dengan keresahan sosial serta ketidak rukunan kelompok-kelompok sosial.
Situasi sosial demikian ini mengkondisioner timbulnya banyak prilaku patologis atau sosiopatik yang menyiompang dari pola-pola umum. Mereka bertingkah laku sweenaknya sendiri tampa mengindahkan kepentingan orang lain, akibatnya banyaklah muncul masalah sosial yang disebut juga sebagai tingkah sosiopatik, deviasi sosial, disorganisasi sosial, disintegrasi sosial dan deferensiasi sosial. Dengan banyaknya masalah yang timbul ini maka terjadilah deviasi situasional kumulatif, misalnya dalam bentuk “kebudayaan” deviasi seksual yang dipicu dengan adanya pornografi dan pornoaksi.
Di sini penulis akan mencoba sedikit mengulas tentang pornoaksi dan ponografi. Porno (cabul) adalah segala hal (Grafik, aksi, suara) yang mampu menaikan nafsu birahi seseorang yang berkenaan dengannya. Jadi porno merupakan salah satu stimulasi manusia. Kita mengenal hawa nafsu dengan berbagai bentuk, nafsu sex, nafsu makan, nafsu minum, nafsu amarah dan nafsu-nafsu lainnya. Nafsu merupakan salah satu sifat kodrati yang dimiliki makhluk hidup.

B. Islam dan Kebudayaan

Dalam hubungannya dengan kebudayaan, Islam memegang peranan yang sangat menentukan bagi terbentuknya kebudayaan ummat. Karena kebudayaan itu sendiri adalah manifestasi dan perwujudan segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Atau dengan kata lain, kebudayaan merupakan perwujudan dari ide, pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk tindakan dan karya.  Perwujudan itu sangat tercermin dari adanya penghargaan terhadap waktu, ilmu dan tekhnologi, serta etos kerja.
Kejelasan Islam sebagai sumber konsep yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Terbukti pada abad-abad kejayaanya, Islam telah mengangkat martabat kaum kafir Arab sehingga mereka tampil sebagai bangsa reformator yang mewarnai dunia dengan tatanan kehidupan yang harmonis. Hal demikian menepis anggapan bahwa “Bangsa Arab yang telah membesarkan Islam”, akan tetapi sebenarnya Islam-lah yang membesarkan penganutnya.
Erat kaitannya dengan itu, selama paling tidak dalam masa dua dasawarsa
terakhir, sebagaimana ditulis Azra (1999: 216-228), telah terjadi
peningkatan yang cukup signifikan dalam penerbitan buku-buku Islam dalam
berbagai disiplin, baik karya asli intelektual Indonesia maupun yang
berasal dari penerjemahan karya asing; muslim dan nonmuslim. Kegiatan itu
berdampak dan sekaligus menunjukkan beragamnya wacana intelektual keislaman
yang berkembang di Indonesia.
Berdasarkan paparan tersebut, secara teoretis Islam Indonesia pada milenium
ketiga akan lebih menampakkan wajah intelektual ketimbang wataknya yang
ideologis. Sebagai fenomena intelektual, Islam tidak lagi dijadikan sebagai
pemersatu emosional atau alat pengerah massa sebagaimana ketika ia menjadi
sebuah ideologi, namun ia lebih diarahkan kepada pengembangan wacana dan
dialog untuk menemukan kebenaran yang sebenarnya dalam rangka menyebarkan
rahmat bagi sekalian alam. Pada perspektif ini, hal-hal yang menunjukkan
sikap intelektualitas seperti penalaran dan kedewasaan berpikir akan
menjadi karakteristik yang paling kental. Sebaliknya, sikap emosional,
eksklusif, mau menang sendiri serta tidak mau mengakui kebenaran pendapat
yang lain merupakan hal yang dijauhi dan dihindari.
ITULAH hipotesis di atas kertas. Di lapangan dan kehidupan konkret "Islam"
(pakai tanda kutip, karena sebagaimana akan dijelaskan adalah bukan Islam
yang sebenarnya) menggambarkan hal yang lain. Dalam tataran praktik sebagai
umat Islam Indonesia, Islam masih sering dilekatkan dengan ideologi atau
persoalan-persoalan politik praktis, bahkan oleh sebagian kelompok
dijadikan justifikasi untuk melakukan kekerasan. Pada satu sisi, meskipun
pada dekade terakhir menuju milenium ketiga Islam Indonesia ditandai dengan
intensitas nuansa intelektual, yang tentunya ramah dan menganut pluralisme,
pada sisi yang lain agama tersebut juga dikotori dengan munculnya konflik
dan kekerasan yang dimuati dengan isu-isu keagamaan.
Dengan keterlibatan semua--yang mayoritas beragama Islam, keyakinan masih
begitu tebal bahwa Islam Indonesia di pergantian abad menuju milenium
ketiga akan menampakkan wajahnya yang ramah. Mainstream umat Islam akan
lebih condong mengembangkan Islam yang berwatak intelektual yang penuh
keterbukaan dan dialog. Karena itu, setiap ada kegarangan dan kemarahan
pada sebagian umatnya sehingga mengancam eksistensi kelompok agama lain,
maka hal itu tidak akan pernah menjadi fenomena yang umum karena itu
merupakan distorsi, bukan berasal dari ajaran Islam dan bukan kecenderungan
mayoritas umat. Mereka pasti menolaknya sampai kapan pun. Insya Allah.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam kawasan yang ditetapkan dan dibimbing oleh satu budaya yang dikongsi bersama. Perubahan sosial ialah sebuah transformasi budaya dan institusi sosial yang terhasil dalam jangka masa yang berterusan dan menghasilkan kesan positif dan negatif.  Proses ini tidak semestinya berlaku dalam kadar dan kepantasan yang sama atau dengan tenaga dan daya yang sama.  Namun proses ini tidak dapat dielakkan, adakala dilakukan secara sengaja tetapi selalunya proes perubahan ini berlaku tanpa diduga atau dirancang.  Dalam buku ini kita melihat perubahan sosial yang terhasil akibat proses pembangunan dan globalisasi.  Pengantarabangsaan pemilikan dan pengawalan modal serta pengglobalisasian ekonomi yang mengiringnya adalah perubahan paling signifikan yang berlaku dalam beberapa dekad yang lepas.  Dalam proses perubahan dan pembangunan sesebuah negara, masyarakatnya dijangka akan menikmati faedah yang datang bersama proses tersebut.  Walau bagaimanapun disebabkan faktor tertentu ada yang tercicir daripada arus perdana tetapi ini tidak bermakna mereka disisihkan sepenuhnya kerana mereka berada di sisi arus tersebut 

C.    Islam dan Pornografi dan Pornoaksi

Berbicara tentang pornografi dan pornoaksi maka kita tidak lepas dengan pembicaraan tentang hawa nafsu. Dalam islam, hawa nafsu memang sudah menjadi perhatian khusus. Hawa nafsu ini  memang diatur dan dijelaskan secara baik mengingat hawa nafsu ini bisa menimbulkan dampak yang dapat merugikan diri sendiri   maupun merugikan orang lain. Yang sangat fatal adalah hawa nafsu yang dapat merugikan orang lain, salah satunya adalah nafsu sex  liar yang mampu menimbulkan pemerkosaan (sex sepihak). Kembali lagi, porno merupakan stimulasi ampuh yang menaikan nafsu sex (birahi) tadi. Nafsu timbul dari dalam diri manusia. Yang mampu mengaturpun hanya manusia itu sendiri.
Jadi jelas Islam sangat tidak suka dengan memasyarakatnya kebudayaan pornografi dan pornoaksi dalam kehidupan islam itu sendiri, selain itu dengan beredarnya pornografi dan pornoaksi dapat merusak mental-mental pemuda kita yang seharusnya menjadi tulangpunggung pemegang estaveta perjuangan dalam menyebarkan syi’ar islam.
Dan yang lebih memprihatinkan kebanyakan atau bisa dikatakan keseluruhan yang menjadi objeknya adalah para wanita yang seharusnya kita jaga kehormatannya bukan malah menjatuhkan harga diri mereka yang seharusnya patut untuk dimuliakan.
Mungkin inilah potret realita dari bangsa kita sebagai negara ketiga ketika pendidikan masih harus masuk ruang tunggu dan terkalahkan oleh politik dan ekonomi. Sehingga jika pada saat inipun pada era yang katakanlah sudah [menyerap] modern, ternyata masih banyak yang bersikap puritan terhadap pornografi, masih banyak yang bersikap hipokrit terhadap sekularitas, masih banyak yang menggunakan superfisial terhadap tubuh. bahkan puritanisme, hipokrisi, dan superfisial itupun juga menghinggapi mereka, kaum intelektual yang katanya sudah tercerahkan oleh sekolah dan kampus, baik mereka itu seniman, komikus, kurator, profesor, akademisi, dll.

Lihat Juga : 
Makalah Psikologi Pendidikan : Pengaruh Guru Dalam Pendidikan
Makalah Psikologi Perkembangan : Dampak TV Terhadap Remaja

No comments:

Post a Comment