Thursday, January 17, 2013

Kebijakan Fiskal Islam dan Kebijakan Fiskal Era Moderen


PENDAHULUAN

Setiap tahun pemerintah menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) kemudian mengajukannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk disahkan menjadi APBN. RAPBN itu berisi berbagai perencanaan, intinya adalah kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal merupakan salah satu topik pembahasan utama dalam kajian-kajian ekonomi, termasuk kajian ekonomi Islam. Dalam kajian ekonomi Islam, Kebijakan fiskal telah dikenal  sejak zaman Rasulullah SAW dan khulafaurrasyidin yang kemudian dikembangkan oleh para ulama.
Pembahasan tentang kebijakan fiskal biasanya dimasukkan dalam kategori ilmu ekonomi makro. Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal dilatar belakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan penerimaan pemeriuntah. Pengeluaran dan penerimaan negara berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Untuk itu, dibutuhkan suatu kebijakan yang disebut sebagai kebijakan fiskal untuk menyesuaikan pengeluaran dengan penerimaan negara. Penyesuaian antara pengeluaran dan penerimaan mengakibatkan ekonomi stabil yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran dan kestabilan harga-harga umum.

PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal Modern
Kebijakan fiskal atau yang sering disebut sebagai “politik fiskal” (fiscal policy) bisa diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud utnuk memengaruhi jalannya perekonomian. Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran.
1.   Macam-macam Kebijakan Fiskal
Dalam  perkembangannya, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat macam:
  1. Pembiayaan Fungsional
  2. Pengelolaan Anggaran
  3. Stabilitasi Anggaran Otomatis
  4. Anggaran Belanja Seimbang
2.   Sumber Penerimaan Pemerintah
Sumber-sumber penerimaan pemerintah atau cara-cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendapatkan uang pada intinya dapat digolongkan sebagai berikut :
  1. Pajak yaitu pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan  tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk.
  2. Retribusi yaitu suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah yang dapat dilihat langsung adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut.
  3. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan negara seperti perusahaan minyak negara, BUMN, BUMD, dan sebagainya.
  4. Denda-denda dan penyitaan yang dilakukan oleh negara.
  5. Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah seperti pembayaran biaya-biaya perizinan.
  6. Pencetakan uang kertas. Pemerintah memiliki kekuasaan untuk mencetak uang kertas sendiri atau meminta kepada bank sentral guna memberikan pinjaman kepada pemerintah. Percetakan uang harus dilakukan dengan hati-hati karena kalau dilakukan tanpa perhitungan yang tepat dapat menimbulkan inflasi.
  7. Hasil undian negara. Dengan undian negara, pemerintah akan mendapat dana yaitu perbedaan antara jumlah penerimaan dari lembaran surat undian yang dapat dijual dengan semua pengeluarannya, termasuk hadiah bagi pemenang.
  8. Pinjaman, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pada umumnya negara sedang berkembang mengandalkan pembiayaan pembangunan melalui pinjaman.
  9. Hadiah atau hibah. Sumber penerimaan ini dapat terjadi seperti pihak swasta memberikan hadiah kepada pemerintah, atau negara sahabat memberikan hibah kepada pemerintah negara tersebut.
3.   Pengeluaran-Pengeluaran Pemerintah
Sedangkan pengeluaran yang dilakukan pemerintah dapat dibedakan menjadi dua macam:
  1. Pengeluaran konsumsi pemerintah yang bisa juga disebut Government expenditure atau Government purchase. Pengeluaran ini meliputi semua pengeluaran pemerintah dimana pemerintah secara langsung menerima balas jasanya.
  2. Pengeluaran pemerintah berupa government transfer. Dalam hal ini, misalnya pemerintah tidak menerima balas jasa langsung, sumbangan pemerintah yang diberikan kepada rakyat yang menderita akibat bencana alam, tunjangan bagi para penganggur, uang pensiun, subsidi kepada perusahaan-perusahaan, dan beasiswa.
4.   Tujuan Kebijakan Fiskal
Umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap. Artinya, tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekoniomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti di satu pihak atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum di  lain pihak.

B.  Kebijakan Fiskal Menurut Sejarah Islam
Kebijakan fiskal  pada masa awal Islam dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum ekspansi dan perode sesudah ekspansi. Unsur-unsur penting kebijakan fiskal pada periode pertama adalah kontribusi dari fay’ dan shadaqah.
Kewajiban zakat diperintahkan kepada muslim pada  tahun kedua Hijriah atau 624 M. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode Mekkah, masyarakat muslim masih sedikit dan belum memerlukan sebuah sistem keuangan publik. Pada masa Nabi Muhammad pajak tanah sudah mulai ada, namun  pajak ini merupakan sumber pendapatan yang sangat sedikit dan hanya dipraktekkan sebagai hasil perjanjian yang dibuat dengan salah satu suku Yahudi.
Pengunpulan Jizyah juga dimulai pada masa Rasulullah SAW. Namun, pajak tersebut belum distandardisasi dalam jumlah dan pada waktu tertentu dengan metode pengunpulan yang sistematis.
Pada periode awal ini, sistem keuangan negara masih berlangsung secara sederhana karena menyangkut  wilayah yang tidak begitu luas. Meskipun demikian, pada periode pertama ini umat Islam telah mempunyai pemikiran tentang mata uang sendiri.
Pada periode kedua yang dimulai pada masa kekhalifahan Umar Ibn Khatab, negara lslam Madinah telah mulai mapan. Pada masa Umar dibentuk lembaga yang mengelola administrasi kekayaan negara yang dikenal dengan nama bait al-Mal yang saebelunmnya sudah ada pada nmasa Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar.  Secara konseptual Bait al- mal tidak dipahami sebagai bangunan fisik, teaapi lebih sebagai tujuan , artinya bait al-mal lebih sebagai institusi yang abstrak.
Khalifah Umar juga menunjuk komite yang terdiri dari nassab ternama untuk membantu membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. 
1.   Sumber Pendapatan  Pemerintah Islam
Sumber-sumber pendapatan negara pada  masa pemerintahan Islam tidak terbatas pada zakat yang baru diperkenalkan pada tahun ke- 8 H.
Pada zaman Rasulullah SAW sumber pemerimaan APBN terdiri atas Kharaj, Zakat, Khums, Jizyah, dan Kaffarah.
a.      Kharaj
Kharaj adalah pajak atas tanah, setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Indonesia. Yang menentukan jumlah kharaj adalah pemerintah. Secara spesifik, besarnya kharaj ditentukan oleh 3 hal berikut:
1)      Karakteristik tanah/ tyingkat kesuburan tanah
2)      Jenis tanaman, termasuk daya jual dan jumalah
3)      Jenis irigasi
b.      Zakat
Sumber penerimaan utama negara pada masa awal Islam adalah zakat. Pada awal-awal masa pemerintah Islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai , hasil pertanian dan hasil peternakan.
Peraturan mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke-9 H ketika dasar Islam telah kokoh. Pada masa permulaan Islam, zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama yaitu, perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan, dan peternakan.
c.       Khums
Sumber pendapatan lainnya adalah khums, sebagaimana diatur dalam surat al-Anfal yang mengatur tentang pembagian rampasan perang dan menyatakan bahwa 1/5 dari harta rampasan perang itu adalah untuk Allah dan Rasul dan untuk kerabat rasul, anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Dalam bahasa Arab, bagian 1/5 tersebut dinamakan khums. Rasulullah SAW biasanya membagi khums menjadi 3 bagian; bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya; bagian kedua untuk kerabatnya; bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang membutuhkan, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
d.      Jizyah
Jizyah berupa pajak yang dibayar oleh kalangan non-muslim sebagai pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial, dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari pemerinmtah Islam, juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka. Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim setiap tahun.
e.      Kaffarah
Kaffarah atau berupa denda yang dikenakan pada seorang muslim ketika melakukan pelanggaran. Denda dibayar dalam bentuk tunai atau bentuk lain.
2.   Pengeluaran Pemerintahan Islam
Pada zaman Rasulullah SAW dan khulafaur rasyidin, pengeluaran negara antara lain diarahkan untuk penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan penjaga keamanan, serta penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
a.      Penyebaran Islam
Penyebaran Islam dipersiapkan sesuai dengan aturan dan etika yang sesuai dengan fiqih. Dampak ekonomi penyebaran Islam adalah meningkatnya AD sekaligus AS. AD meningkat dalam arti bahwa populasi negeri-negeri yang ditaklukkan itu masuk ke daerah Islam. Pada saat yang sama, banyak tanah yang tidak produktif karena tidak dapat digarap oleh golongan Anshar berubah menjadi produktif karena diolah oleh golongan Muhajirin.
Dampak lain penaklukkan negara-negara di sekitar pusat Islam adalah meningkatnya penadapatan baitul maal sebagai keuangan publik.
b.      Pendidikan dan Kebudayaan
Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW dan Khulafaur rasyidin , pendidikan dan kebudayaan mendapat perhatian utama. Kebijakan ini berlanjut pada masa pemerintahan berikutnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
c.       Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat terjadi pada waktu meletusnya Perang Haibar. Saat itu diciptakan alat perang berupa pelempar batu dan benteng yang bisa bergerak.
d.      Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat perhatian yang besar. Pada zaman Rasulullah dibangun infrastruktur berupa sumur umum, pos, jala raya, dan pasar. Pembangunan dilanjutkan oleh khalifah umar bin khattab dengan mendirikan dua kota dagang besar, yaitu Basrah dan Kota Kuffah.
Umar bin Khattab juga menginstruksikan kepada gubernurnya di Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur.
e.      Pembangunan Armada Perang dan Penjaga Keamanan
Untuk membangun armada perang dan penjaga keamanan diperlukan dana cukup besar, yang dialokasikan untuk membeli persenjataan, makanan, dan kebutuhan perang lainnya.
f.        Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Subsidi negara untuk para fuqara dan masakin diberikan dalam jumlah besar, disamping itu mereka  dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar tidak berkekurangan. Imam Nawawi mengajarkan pentingnya pemberian modal yanmg cukup besar kepada orang-orang yang tidak mampu untuk memulai bisnis sehingga mereka terangkat dari garis kemiskinan.
Langkah-langkah untuk mewujudkannya sebagai berikut:
1)      Pemenuhan kebutuhan dasar para mustahiq
2)      Peningkatan distribusi pendapatan sehingga mustahiq menjadi kelompok masyarakat dengan penghasilan mid –income. Khalifah Umar bin
Setiap sumber pendapatan negara dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.:
1)      Membantu orang yang tidak mampu
2)      Menolong fakkir maiskin
3)      Menyiapkan perumahan bagi orang yang miskin
4)      Membayar gaji bagi orang yang mengumpulkan / mengelola zakat
5)      Melunasi utang orang yang tidak mampu melunasinya
6)      Menyebarkan Islam di kalangan non muslim
7)      Membebaskan budak
8)      Membiayai kegiatan sosial.
3.   Tujuan Kebijakan Fiskal dalam Islam
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensioanl. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:
a.       Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibanding dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b.      Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan digunakan untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam QS Al-Taubah: 60.
c.       Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang dalam Islam adalah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal.
Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi islam.
a.       Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang lebih tinggi, ada prinsip bahwa “ kekayaan seharusnya tidak boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. “ Prinsip ini menegaskan bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses yang sama terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
b.      Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk pinjaman. Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan (equiblirium) dalam pasar uang (yaitu anatara penawaran dan permintaan terhadap uang). Dengan demikian, pemerintahan harus menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.
c.       Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang kurang berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran Islam seluas mungkin. Oleh karena itu, sebagaian dari pengeluaran pemerintah seharusnya digunakan untuk berbagai aktivitas yang mempromosikan Islam dan meningkatkan kesejahtaraan muslim di negara-negara yang kurang berkembang.
4.   Insttrumen Kebijakan Fiskal Pemerintah Islam
Struktur APBN Dan kebijakan yang diambil pada zaman pemerintah Islam ditopang oleh sejumlah instrumen kebijakan fiskal, yaitu:
a.       Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja. Untuk meningkatkan pendapatan naional dan partisipasi kerja, Rasulullah SAW menerapkan kebijakan sebagai berikut:
1)      Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar. Kebijakan ini mendorong terciptanya distribusi pendapatan yang pada gilirannya meningkatkan permintaan Agregatif (AD) di Madinah.
2)      Mendorong terjalinnya kerjasama kaum Muhajirin dengan Anshar. Kerjasama ini berhasil menciptakan lapangan pekerjaan, memperluas produksi, melengkapi fasilitas perdagangan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan modal
3)      Membagikan tanah dan membangun perumahan untuk kaum Muhajirin. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar akan rumah, terjadi peningkatan partisipasi kerja.
b.      Pemungutan Pajak
Kebijakan pemungutan pajak terhadap setiap jenis usaha berhasil menciptakan kestabilan harga dan mengurangi infalsi. Pada saat menurunnya AD dan AS, pajak mendorong stabilitas pendapatan dan produksi total.
c.       Pengaturan Anggaran
Dengan mengatur APBN secara cermat dan proporsional serta terus menjaga keseimbangan, tidak akan terjadi defisit, bahkan akan surplus .
d.      Penerapan Kebijakan Fiskal Khusus
Pada masa Rasulullah SAW diterapkan beberapa kebijakan fiskal khusus, yaitu:
1)      Meminta bantuan kaum muslimin secara sukarela atas permintaan Rasulullah.
2)      Meminjam peralatan dari kalangan non-muslim dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi apabila alat tersebut rusak.
3)      Meminjam uang kepada orang tertentu dan memberikannya kepada orang yang baru masuk Islam.
4)      Menerapkan kebijakan pemberian insentif.

PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan fiskal merupakan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan tujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki.
Dalam kebijakan fiskal modern, pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling utama, karena pajak berfungsi untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam  kas negara dan mengatur penyelenggaraan politiknya disegala bidang. Pemerintah lewat kebijakan fiskal, yaitu manipulasi pajak dan pengeluaran pemerintah bisa merupakan upaya untuk mencapai tingkat pendapatan atau kesempayan kerja penuh, serta stabilisasi tingkat harga (inflasi).
Sedangkan terhadap kebijakan fiskal pada masa awal Islam,  terlihat bahwa zakat memainkan peranan yang sangat penting untuk mencapai tujuan kebijakan fiskal, yaitu untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan untuk melakukan fungsi pengaturan dalam rangka mencapai tujuan ekonomi tertentu, seperti pertumbuhan ekonomi dan penciptaan investasi dan lapangan kerja.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan fungsi pajak dalam kebijakan fiskal modern. Oleh karena itu, zakat dan pajak mempunyai persamaan dalam kedudukannya dalam kebijakan fiskal.

Daftar Pustaka
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002)
Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: BPFE, 2000)
Sutarno,  Kompetensi Dasar Ekonomi, (Solo: PT Tiga Sarangkai, 2005)
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, ( Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2006)

No comments:

Post a Comment