Pembaruan Pemikiran Persis (Persatuan Islam)
Oleh : Hamrullah
PENDAHULUAN
Indonesia
kaya akan keanekaragaman budaya dan berbagai macam sejarah.Menelaah kembali
asal usul dan perkembangan dari berbagai organisasi pembaharuan dalam bidang
social dan pendidikan, bahwa tiap organisasi tersebut mempunyai sifatnya
sendiri-sendiri yang dibentuk oleh lingkungannya. Lahirnya berbagai macam
organisasi Islam di Indonesia sangat memberikan sikap nasionalisme dan
patriotisme.
Dalam hal ini terkait dengan organisasi Islam di Indonesia sangat
berpengaruh dalam kemajuan Islam yang memberikan sumbangsih kepada pembaharuan
Islam di Indonesia sejah zaman dulu. Pada makalah ini masalah yang terkait
mengenai keberdaan organisasi Islam yang salah satunya adalah Persatuan Islam
Persis.
Organisasi Persatuan Islam (Persis) ini akan menjadi pembahasan yakni;
meliputi bagaimana sejarah Persatuan Islam dan apa yang diberikan oleh
Organisasi ini kepada Negara pada masanya tersebut. Semoga dalam makalah ini
akan memberikan pengetahuan kepada kita.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Persatuan Islam
Tampilnya jam'iyyah Persatuan Islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia
pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan
pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat
Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam
kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid'ah,
takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam
terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya
Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan
"reformasi" Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak
intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan
Islam.
Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an ketika
orang-orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih maju dalam berusaha untuk
mengadakan pembaharuan dalam agama. Bandung
kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan dengan daerah-daerah
lain’ sungguhpun Sarekat Isalam telah beroperasi dikota ini semenjak tahun
1913. kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan cambuk untuk mendirikan
sebuah organisasi.
Lahirnya Persis Diawali dengan
terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di kota Bandung
yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan
kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam,
menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru
dengan ciri dan karateristik yang khas. Kelompok tadarus ini bersifat kenduri
yang diadakan secara berkala di rumah salah satu seorang kelompok yang berasal
dari Sumatera tetapi yang telah lama tinggal di Bandung. Mereka adalah keturunan dari tiga
keluarga yang pindah dari Palembang dalam abad ke 18, dan menjalin hubungan
erat melalui perkawinan antar keluarga mereka serta diperkuat oleh kepentingan
yang sama dalam usaha perdagangan, kemudian berlanjut dengan kontak antara
anggota-anggota generasi yang datang kemudian dalam mengadakan studi tentang
agama ataupun kegiatan-kegiatan lainnya. Tetapi mereka tidak merasa lagi bahwa
mereka dari Sumatera, tetapi telah merasa sebagai benar-benar orang Sunda
sehari-hari berbicara bahasa Sunda.[1]
Kelompok tadarusan yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus ini
dari lingkungan ketiga familia tadi memang mempunyai pengetahuan yang agak
luas. Kedunya sebenernya adalah pedagang tetapi mereka masih mempunyai
kesempatan dan waktu untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Islam. Zamzam
(1894-1952) menghabiskan waktunya selama tiga setengah tahun masa mudanya di
Makkah di mana ia belajar di lembaga Darul-Ulum. Sekembali dari Makkah ia
menjadi guru di Darul Muta’allimin, sebuah sekolah agama di Bandung (ssekitar tahun 1910) dan memjpunyai
hubungan dengan Syekh Ahmad Surkati dari Al-Irsyad di Jakarta. Tetapi ia hanya
dua tahun saja di sekolah ini. Muhammad Yunus, yang memperoleh pendidikan agama
secara tradisional dan mengusai bahasa Arab, tidak pernah mengajar. Ia hanya
berdagang, tetapi tidak pernah pula minatnya hilang dalam mempelajari agama.
Kekayaanya menyanggupkan ia untuk membeli kitab-kitab yang ia perlukan, juga
untuk anggota-anggota Persis setelah organisasi ini didirikan.[2]
Pada tanggal 12 September
1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara
resmi mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatuan Islam"
(Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengembalikan
umat Islam kepada tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits yaitu: mengarahkan ruhul
ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan
cita=cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan
pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha
Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103
: "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang
(aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai". Serta sebuah
hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, "Kekuatan Allah itu
bersama al-jama'ah".[3]
B.
Tujuan dan Aktifitas Persis
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran
dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus,
mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan
kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah
terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan jam'iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan
antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada
tanggal 4 Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk
menyebarkan agama. Usaha ini merupakan inisiatif Hassan, pesantren ini di
pindahkan kepada Bangil, Jawa Timur, ketika Hassan pindah kesana dengan membawa
25 dari 540 siswa dari Bandung. Pesantren Persis ini berkembang berbagai
lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga
perguruan tinggi.5.Kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah
antara lain majalah Pembela Islam (1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah
Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939),
Majalah Aliran Islam (1948), majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda
(Iber), serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain
pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan
diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan
Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan
dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.[4]
C.
Kepemimpinan
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan
H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang
menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan
menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam
dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang
usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi
kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis mulai melakukan reorganisasi untuk
menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan
Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para
ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum
Persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin
Saleh, dll. Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum
stabil; pemerintah Republik Indonesia
sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh
Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan negara dan masyarakat dengan
ideology Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary,
kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan
pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal
dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran
pembaharu Isa Bugis, Islam Jama'ah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syi'ah,
Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA.
(1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi
dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaannya.
(Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat perbedaan yang ckup mendasar: jika pada
awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrobersial yang bersifat
gebrakan shock therapy paa masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang
bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan
Sunnah.
D. Persis Masa Kini
Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat
pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak
terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas
kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam terutama
pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.
Dibawah kepemimpinan KH. Shiddiq Amien, anggota dan simpatan Persis
beserta otonomnya tercatat kurang lebih dari 3 juta orang yang tersebar di 14
propinsi dengan 7 Pimpinan Wilayah, 33 Pimpinan Daerah, dan 258 Pimpinan
Cabang. Bersama lima organisasi otonom Persis, yakni Persatuan Islam Istri,
(Persistri) Pemuda Persis, Pemudi Persis, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis, dan
Himpunan Mahasiswi (Himi) Persis, aktifitas Persis telah meluas ke dalam
aspek-aspek lain tidak hanya serangkaian pendidikan, penerbitan dan tabligh,
akan tetapi telah meluas ke berbagai bidang garapan yang dibutuhkan oleh umat
Islam melalui bidang pendidikan (pendidikan dasar/menengah hingga pendidikan
tinggi), da'wah, bimbingan haji, perzakatan, sosial ekonomi, perwakafan, dan
perkembangan fisik yakni pembangunan-pembangunan masjid dengan dana bantuan
kaum muslimin dari dalam dan luar negri, menyelenggarakan seminar-seminar,
pelatihan-pelatihan, dan diskusi (halakoh) pengkajian Islam. Demikian pula
fungsi Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan hukum
Islam di kalangan Persis serta Dewan Hisab dan Dewan Tafkir semakin
ditingkatkan aktifitasnya dan semakin intensif dalam penelaahan berbagai
masalah hukum keagamaan, perhitungan hisab, dan kajian sosial semakin banyak
dan beragam.
PENUTUP
Berdasarkan
uraian maka dapat disimpulkan bahwa Persatuan Islam merupakan organisasi Islam
yang berdiri di Bandung,
yang pada saat itu keadaannya memang lambat dalam mengadakan pembaharuan dalam
agama. Walaupun, sebenarnya organisasi lain yang pada saat itu sudah ada.
Kesadaran tentang hal keterlambatan ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya Persatuan Islam. Persatuan. Persatuan Islam pada masanya
berusaha untuk memajukan agama Islam dan mengembalikan Syari’at Islam kepada
asal muasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan hingga kinipun Persis mampu
berdiri tegak dalam meluruskan Syari’atau Islam dalam berbagai macam hal
ataupun masalah yang ada dinegara kita Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Harun, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta: Logos,1999
Djamaluddin.dkk, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka
Setia,1998
Zuhairi.dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1997
No comments:
Post a Comment