BAI’ TAQSIDH
( JUAL BELI KREDIT )
I.
Pendahuluan
Hukum-hukum mengenai muamalah telah
dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan pula oleh Rasulullah
dalam As-Sunnah yang suci. Adanya penjelasan itu perlu, karena manusia memang sangat
membutuhkan keterangan tentang masalah tersebut dari kedua sumber utama hukum
Islam. Juga karena manusia memang membutuhkan makanan untuk memperkuat kondisi
tubuh, membutuhkan pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan lainnya yang
digolongkan sebagai manusia dalam hidupnya.
Jual beli menurut pandangan Al-Qur’an,
As-Sunnah, ijma, dan qiyas adalah boleh.
Allah
berfirman: “Allah menghalalkan jual
beli”. (Al-Baqarah:275).
Dalam
syariah ada yang dinamakan dengan jual beli taqshid atau jual beli kredit yang
akan coba kita bahas. Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara segala
sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena
rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang
mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan
kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.
Namun ada sebuah pertanyaan besar yang
muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara islam, halalkah atau haram? Dan
pemakalah juga akan mencoba membahas arti dari jual beli dan syarat-syaratnya
dan pengertian kredit..
II.
Pembahasan
Pengertian jual beli:
Jual beli dalam pengertian istilah adalah
pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun
perbuatan.
Jual beli menurut pandangan Al-Qur’an,
As-Sunnah, ijma, dan qiyas adalah boleh.
Allah
berfirman: “Allah menghalalkan jual
beli”. (Al-Baqarah:275).
Semua
ulama telah sepakat tentang masalah diperbolehkannya melakukan jual beli
tersebut.[1]
Dalam
jual beli terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi sah tidaknya akad
tersebut:
1. Saling ridha.
2. Orang yang melakukan akad adalah orang yang merdeka.
3. Ada hak milik penuh.[2]
Pengertian Kredit:
Kredit adalah sesuatu yang dibayar secara
berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam-meminjam. Kredit dibolehkan dalam hukum jual beli secara Islami. Ini dikenal dengan istilah bai` bit taqshid
atau bai` bits-tsaman `ajil.
Adapun pengertian jual beli kredit secara
istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara
memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara
tertentu, lebih mahal dari harga kontan.[3]
Sulit sekali ditetapkan keuntungan krdit-kredit
yang berjangka amat pendek yang ditjukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas
usaha penawaran atas pinjam-meminjam jangka pendek ke dunia usaha.[4]
Dalam sektor produksi, permintaan total akan
kredit jangka pendek bergantung pada volume investasi jangka panjang dan
meluasnya kredit perdagangan (kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan
kepada perusahaan lainnya) sangat dominan. Kredit yang dibutuhkan untuk jangka
waktu satu minggu atau satu bulan dapat diperkirakan pada tingkat makro.
Dalam kasus pinjam-meminjam harus dijamin adanya
pelunasan, yang pada akhirnya ditangani oleh negara. Jika yang meminjam
benar-benar tidak mampu membayar, maka pelunasan juga dapat diambil dari dana
yang terhimpun dari zakat.
Menurut Anwar Iqbal Qureshi, fakta-fakta yang
objektif menegaskan bahwa Islam melarang setiap pembungaan uang. Hal ini tidak
berarti bahwa Islam melarang perkreditan sebab menurut Qureshi sistem
perekonomian modern tidak akan lancar tanpa adanya kredit dan pinjaman.[5]
Hukum Jual Beli Kredit:
Dalam hal ini, para
ulama telah berselisih pendapat semenjak dahulu hingga sekarang dan menjadi
tiga pendapat.
1.
Bahwa hal itu adalah batil secara mutlak, dan ini adalah pendapat Ibnu Hazm.
2.
Bahwa hal itu adalah tidak boleh kecuali apabila dua harga itu dipisah
(ditetapkan) pada salah satu harga saja. Misalnya apabila hanya disebutkan
harga kreditnya saja.
3.
Bahwa hal itu tidak boleh. Akan tetapi apabila telah terjadi dan harga yang
lebih rendah dibayarkan maka boleh.
Dalil madzhab yang
pertama adalah zhahir larangan pada hadits-hadits yang telah lalu, karena pada
asalnya larangan itu menunjukkan batilnya (perdagangan model itu). Inilah
pendapat yang mendekati kebenaran, seandainya tidak ada apa yang nanti
disebutkan saat membicarakan dalil bagi pendapat yang ketiga.
Sedangkan para pelaku
pendapat kedua berargumentasi bahwa larangan tersebut disebabkan oleh
ketidaktahuan harga, yaitu : ketidak pastian harga ; apakah harga kontan atau
kredit. Al-Khaththabi berkata : "Apabila (pembeli) tidak tahu harga (maka)
jual beli itu batal. Adapun apabila dia memastikan pada salah satu dari dua
perkara (harga) itu dalam satu majlis akad, maka (jual-beli) itu sah".
Syaikh Al Albani berkata
: "Alasan dilarangnya ‘dua (harga) penjualan dalam satu penjualan
disebabkan oleh ketidaktahuan harga, adalah alasan yang tertolak. Karena hal
itu semata-mata pendapat yang bertentangan dengan nash yang jelas di dalam
hadits Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud bahwa (penyebab larangan) itu adalah riba.
Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain (yang menjadi pendapat ini
tertolak) ialah karena alasan mereka ini dibangun di atas pendapat wajibnya
ijab dan qabul dalam jual beli. Padahal (pendapat) ini tidak ada dalilnya, baik
melalui Kitab Allah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan di dalam (jual-beli) itu cukup (dengan) saling rela dan senang hati.
Maka selama ada rasa saling rela dan senang hati di dalam jual beli, dan ada
petunjuk kearah sana, berarti itu merupakan jual-beli yang syar'i. Itulah yang
dikenal oleh sebagian ulama dengan (istilah) jual beli Al-Mu'aathaah yaitu akad
jual beli yang terjadi tanpa ucapan atau perkataan (ijab qabul) akan tetapi
dengan perbuatan saling rela. Seperti pembeli mengambil barang dagangan dan
memberikan (uang) harganya kepada penjual atau penjual memberikan barang dan
pembeli memberikan (uang) harganya tanpa berbicara dan tanpa isyarat, baik
barang itu remeh atau berharga.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum jual
beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yatu :
1. Jual
beli kredit di haramkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan
ulama’ kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan
dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga
murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausu’ah Al Manahi
Asy Syar’iyah 2/221 dan juga lainnya. Mereka berhujjah dengan beberapa dalil
berikut : Dari Abu Huroiroh dari Rasulullah “bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu
transaksi jual beli.”
(HR.
Turmudli 1331, Nasa’I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)
Dalam
riwayat lainnya dengan lafadl : “Barang
siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli,
maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus
pada riba.”
(HR.
Abu Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan).
2. Jual beli kredit diperbolehkan
Adapun pendapat yang kedua
mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat
demikian dikalangan para ulama’ adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul
Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin,
Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama’
yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat tertentu.
Mereka berhujjah dengan
beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :
Pertama :
Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan
pembayaran tertunda.
Firman Allah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
(QS. Al Baqoroh : 272)
Ibnu Abbas menjelaskan : “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli As Salam (3) saja.”
Imam Al Qurthubi menerangkan :
“Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual
beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku
untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.”
(Lihat Tafsir Al Qurthubi 3/243)
Kedua :
Dalil-dalil yang
menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran
atau karena penyicilan.
Firman Allah Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu.”
(QS. An Nisa’ : 29)
Keumuman ayat ini
mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan
dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
Hadits Rasulullah : Dari Abdulloh bin Abbas berkata :
“Rosululloh dartang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk Madinah melakukan
jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu atau dua tahun, maka
beliau bersabda : “Barang siapa yang jual beli salam maka hendaklah dalam
takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang jelas.”
(HR.
Bukhori 2241, Muslim 1604)
Pengambilan dalil dari hadits ini, bahwa Rosululloh
membolehkan jual beli salam asalkan takaran dan timbangan serta waktu
pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli salam uang untuk membeli
itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada barangnya. Maka begitu pula
dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang dahulu dan
uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
III. Kesimpulan
Pengertian jual beli kredit secara istilah
adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan
cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu,
lebih mahal dari harga kontan.
Dalam
jual beli kredit juga ada hukum jual beli kredit, ada pendapat ulama
yang membolehkan dan ada yang melarangnya.
Daftar Bacaan
Suhendi
Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002
Syarifuddin
Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta:
Kencana, cet. Ke 2, 2003
Al-Fauzan
Saleh, Fiqh Sehari-Hari, Jakarta:
Gema Insani Press, cet. Ke 1, 2005
Ahmad
Sabiq Abu Yusuf, Hukum Jual Beli Kredit.htm
Muhammad
Najatulallah Shidiqi, Bank Islam, Bandung:
Pustaka, 1984
Anwar
Iqbal Qureshi, Islam dan Teori Pembungaan
Uang, Jakarta: Tintamas, 1985
No comments:
Post a Comment