Kisah-Kisah Dlam Al-Qur'an Sebagai Sarana Dakwah Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an
merupakan kalam Allah sebagai pedoman seluruh umat Islam yang memiliki
mukjizat paling besar. Untuk mengetahui kandungan al-Qur’an itu diperlukan
suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama Ulumul Qur’an.
Menurut
Az-Zarqani, Ulumul Qur’an ialah studi yang membahas tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan al-Qur’an, baik dilihat dari segi turunnya, kemujizatannya,
penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap al-Qur’an dan sebagainya.
Suatu peristiwa yang berhubungan
dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam
peristiwa itu terselip pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa
terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling penting yang dapat
menanamkan kesan peristiwa tersebut kedalam hati dan pada gilirannya akan
terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung didalamnya.
Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas di antara seni-seni
bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang
benar” telah menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu
kisah-kisah Qur’an. Rosihon Anwar dalam bukunya “Ilmu Tafsir”
mengemukakan bahwa al-Qur’an merupakan kalam
Allah Swt yang berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-ajarannya disampaikan
secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berisi informasi,
perintah dan larangan, ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk diskriftif
kisah-kisah yang
mengandung pelajaran
atau petunjuk yang dikenal dengan kisah-kisah dalam al-Qur’an.
Tuntunan dalam al-Qur’an adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah dengan
tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah
dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan
prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah.
Sudah
menjadi ketentuan, bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Swt mempunyai
banyak keunikan, salah satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari
cerita. Hal tersebut disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila di
dalamnya terselip pesan-pesan dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan rasa
ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Nasehat atau
pelajaran yang disampaikan tanpa variasi, walau dengan tutur kata yang indah,
belum tentu dapat menarik perhatian akal, bahkan isinya pun belum tentu dapat
dipahami. Akan tetapi bila nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang
menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan terwujudlah dengan
jelas tujuannya. Sehingga akan merasa senang mendengarkan, memperhatikannya
dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan
terpengaruh akan nasehat dan pelajaran yang terkandung di dalammya.
Dikemukakan
oleh Manna Khalil al-Kattan bahwa kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi
seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar
telah membuktikan kondisi ini dalam Uṣlub Arabi secara
jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah al-Qur’an.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng
lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam al-Qur’an kisah merupakan
petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang
senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
Secara
eksplisit al-Qur’an berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut tertera
dalam Q.S. Ali Imran (3):140
berbunyi:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ
الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Artinya: Dan kamu (pada
perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun (kafir) kena
luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang silih
berganti.
Secara garis besar makalah ini akan
menjelaskan tentang pengertian kisah al-Qur’an, macam-macam kisah al-Qur’an,
faedah dari kisah-kisah dalam al-Qur’an dan pengaruh kisah al-Qur’an dalam
pendidikan dan pengajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kisah (Qashash) al-Qur’an.
2. Apa saja macam-macam kisah (Qashash) al-Qur’an.
3. Apa tujuan dari kisah (Qashash) al-Qur’an.
4.
Apa saja pengaruh
kisah (Qashash) al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
C. Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
1.
Tujuan
Penulisan
a.
Untuk mengetahui pengertian dari kisah (Qashash).
b.
Untuk mengetahui macam-macam kisah (Qashash).
c.
Untuk
mengetahui apa saja
faedah kisah (Qashash) al-Qur’an.
d.
Dan untuk
mengetahui pengaruh kisah (Qashash) al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
2.
Kegunaan
Penulisan
a.
Diharapkan dapat memberikan kontribusi penulisan khususnya dalam dunia
dakwah dan pendidikan Islam.
b.
Untuk
melengkapi tugas Studi Qur’an di Kampus IAIN Samarinda Tahun 2016.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kisah Dalam al-Qur’an
Kata kisah diambil dari
akar bahasa Arab; قص، يقص، قصا صا(qashsha, yaqushshu, qashsha,
shan), berarti menceritakan kabar kepadanya atau bermakna pokok menunjukkan
untuk mengikuti sesuatu yang dikisahkan atau berarti dengan (menceritakan).
Sedangkan dalam bahasa Indonesia qashash menjadi kisah diartikan dengan cerita
tentang kejadian (riwayat) kehidupan seseorang. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kisah
diterjemahkan dengan cerita, kejadian (riwayat) sejarah dan sebagainya. Cerita
tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa), kejadian
dan sebagainya). Sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau. Memperhatikan
pengertian di atas, nampaknya antara kisah
dengan sejarah adalah identik, karena menyangkut dengan sifat fakta yang telah
terjadi masa lampau.
Di dalam al-Qur'an Allah Swt menampilkan beraneka ragam
kisah. Dari bentuk (shighat) yang berakar dari qasha,
yaqashu dan qishashan berjumlah 30
kali dalam berbagai surat dan ayat. Sedangkan
bukan kalimat secara langsung kata yang berakar dari qassha, tetapi ayat tersebut menceritakan peristiwa tersebut secara
langsung terdapat dalam al-Qur'an sebanyak 15 kali., Makkiyah 11 surah dan
Madaniyah 4 surah.
Memperhatikan
ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah, nampaknya al-Qur'an mengungkapkan
tentang: Pertama, peristiwa-peristiwa
sejarah yang terjadi dengan menyebutkan pelaku-pelaku dan tempat terjadinya. Kedua, peristiwa yang telah terjadi dan
masih dapat terulang kejadiannya, Ketiga,
peristiwa simbolis yang tidak menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi
namun dapat saja terjadi sewaktu-waktu.
Dengan demikian kisah memberi faedah
terutama dalam menjelaskan Islam kepada masyarakat, seperti diungkap oleh Hasbi
Ash-Shiddiqi:
1. Pengajaran yang tinggi yang menjadi cermin perbandingan
bagi segala ummat. Di dalamnya kita dapati akibat kesabaran. Sebagaimana
sebaliknya kita dapati akibat keingkaran.
2.
Mengokohkan Muhammad, membuktikan kebenarannya. Muhammad adalah seorang
ummy dan yang hidup dalam masyarakat yang ummy. Maka bagaimana ia dapat
meriwayatkan sejarah-sejarah yang penting kalau bukan yang demikian itu dari
wahyu.
3. Memberi petunjuk kepada penyeru,
jalan jalan yang harus mereka
turuti dalam melaksanakan seruan dalam menghadapi kaum-kaum yang ingkar.
4. Menerangkan betapa kesungguhan dan ketelitian ulul 'azmi
dalam memberikan petunjuk kepada manusia.
Pada sisi lain Masyfuk Zuhdi memberikan gambaran tentang
manfaat kisah yang terkandung dalam al-Qur'an sebagai berikut:
1.
Sebagai pelajaran bagi manusia sekarang ( umat Muhammad ) tentang
bagaimana nasib manusia yang ingkar dalam melawan Allah.
2. Sebagai hiburan bagi Nabi Muhammad clan umat Islam pada
permulaan Islam, agar Nabi sahabat-sahabatnya tetap berteguh hati, tidak
berkecil hati dalam menghadapi segala hambatan dan tantangan di dalam
menjalankan dakwah Islamiyah atau misinya.
Manna Khalil al-Qattan mengemukakan bahwa kisah merupakan
metode yang digunakan bagi juru dakwah dan pendidik. Karena mereka tertarik
mendengar atau membaca suatu kisah yang tanpa disadarinya mereka telah menerima
pesan berupa nasehat, petunjuk, pengajaran dan sebagainya dari kisah tersebut.
Terutama dapat membekali audiensnya tentang peri kehidupan Nabi, berita-berita
tentang umat dahulu.
Kisah yang baik dan
cermat akan digemari dan akan
menebus relung jiwa manusia dengan mudah. Kisah yang terdapat dalam al-Qur'an
tidak membosankan dan jemu sedangkan kisah diluar al-Qur'an sering membuat para
pendengar bosan mendengar atau membadanya. Kisah yang terdapat dalam al-Qur'an
merupakan bahan yang subur bagi da'i dalam membantu kesuksesan dalam
melaksanakan tugasnya dan membekali diri mereka dengan petunjuk para Nabi atau
Rasul, berita- berita umat terdahulu dan hal ikhwat tentang bangsa-bangsa
sebelumnya. Semestinya para da'i mampu menyuguhkan kisah-kisah qur'ani dengan
uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar para audience. Penggunaan metode
kisah dalam berdakwah memegang peranan penting, karena kisah salah satu cara
untuk memusatkan perhatian para pendengar terutama dalam ceramah yang memakai
waktu panjang. Dengan demikian penanaman akidah kepada pendengar yang paling
utuh adalah dengan pendekatan metode kisah yang terdapat dalam al-Qur'an.
Secara etimologi Qashash (قصص) merupakan
bentuk jamak dari kata (قصة)
yang berarti berita, kisah, perkara dan keadaan.
Sesuai
firman Allah Swt:
إِنَّ
هَٰذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ ۚ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya: "Sesungguhnya
ini adalah kisah-kisah yang benar." (QS.
Ali Imran: 62).
Juga berarti
mengikuti jejak.
Sesuai
firman Allah Swt:
قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
Artinya: "Lalu
keduanya mengikuti kembali jejak mereka sendiri."(QS. Al-Kahfi: 64).
Al-Qur’an telah menyebutkan kata
kisah dalam beberapa konteks, pemakian dan tashrif konjugasinya dalam
bentuk fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr dan mashdar.
Secara terminologi, Qashash al-Qur'an adalah kisah-kisah di dalam al-Qur'an
yang menceritakan keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-Nabi mereka serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan
datang.
Sedangkan Mana' al-Qathan mendefinisikan Qashash al-Qur'an adalah pemberitaan al-Qur’an
tentang hal-ihwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
B. Macam-Macam
Kisah Dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an banyak di kisahkan beberapa peristiwa yang pernah
terjadi dalam sejarah. Dari al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang
pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam seperti kisah para
Nabi dan kaumnya. Kisah Yahudi, Nasrani, Majuzi, dan lain sebagainya. Selain
itu Al-qur’an
juga menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah Saw. Seperti kisah
peperangan (Badar, Uhud, Hunain) dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain
sebagainya. Kisah-kisah dalam al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam diantanya
yaitu:
a.
Dari segi
waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah dalam
al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1.
Kisah hal
ghaib yang terjadi di masa lalu. Contohnya:
a). Kisah tentang dialog malaikat
dengan tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan dalam
(QS. Al-Baqarah: 30-34).
b). Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana yang diungkapkan dalam (QS. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).
c). Kisah tentang penciptaan nabi adam
dan kehidupanya ketika di surga sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-a’raf:
11-25).
2. Kisah
hal gaib yang terjadi pada masa kini. Contohnya:
a)
Kisah tentang turunya
malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti diungkapkan dalam (QS.
Al-Qadar: 1-5).
b)
Kisah tentang kehidupan
makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis seperti diungkapkan dalam
(QS. Al-A’raf: 13-14).
3. Kisah ghaib yang terjadi pada masa yang akan
dating. Contohnya:
a)
Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an surah al-Qari’ah,
surah al-Zalzalah, dan lainnya.
b)
Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan di neraka seperti di ungkapkan dalam al-Qur’an surah al-Ghasyiah dan lainnya.
b.
Dari Segi Materi
Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah
(Qashash) dalam al-Qur’an ada tiga diantaranya yaitu:
1.
Kisah-kisah
para nabi terdahulu
Bagian ini
berisikan seruan dan ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat dari Allah Swt yang memperkuat dakwah
mereka, sikap orang-orang yang memusuhinya, serta tahapan-tahapan dakwah
perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang beriman dan orang yang
mendustakan para nabi. Contohnya:
a.
Kisah Nabi
Adam (QS.Al-Baqarah:
30-39.
Al-Araf: 11 dan lainnya).
b.
Kisah Nabi
Nuh (QS.Hud : 25-49).
c.
Kisah Nabi Hud (QS. Al-A’Raf: 65, 72, 50, 58).
d.
Kisah Nabi
Idris (QS.Maryam: 56-57, Al-Anbiya: 85-86).
e.
Kisah Nabi
Yunus (QS.Yunus: 98, Al-An’am: 86-87).
f.
Kisah Nabi
Luth (QS.Hud: 69-83).
g.
Kisah Nabi Musa (QS.Al-Baqarah: 49,61, Al-A’raf: 103-157)
h.
Kisah Nabi
Harun (QS.An-Nisa: 163).
i.
Kisah Nabi Daud (QS.Saba: 10, Al-Anbiya: 78).
j.
Kisah Nabi
Sulaiman (QS.An-Naml : 15, 44, Saba: 12-14).
k.
Kisah Nabi
Ayub (QS. Al-An ‘am: 34, Al-Anbiya: 83-84).
l.
Kisah Nabi Ibrahim (QS.Al-Baqarah: 124, 132, Al-An’am:
74-83).
m.
Kisah Nabi
Ismail (QS.Al-An’am: 86-87).
n.
Kisah Nabi
Ishaq (QS.Al-Baqarah: 133-136).
o.
Kisah Nabi
Ya’qub (QS.Al-Baqarah: 132-140).
p.
Kisah Nabi
Yusuf (QS.Yusuf: 3-102).
q.
Kisah Nabi
Yahya (QS.Al-An’am: 85).
r.
Kisah Nabi
Zakaria (QS.Maryam: 2-15).
s.
Kisah Nabi
Isa (QS.Al-Maidah: 110-120).
t.
Kisah Nabi
Muhammad (QS.At-Takwir: 22-24, At-Taubah: 43-57).
Kisah-kisah para Nabi tersebut menjadi
informasi yang sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan Rasul Allah. Keimanan
pada para Nabi dan Rasul merupakan suatu keharusan bagi umat Islam yang harus
ditamamkan semenjak usia dini. Tanpa adanya keyakinan ini, seseorang tidak akan
bisa membenarkan wahyu Allah Swt yang terdapat dalam kitab Allah Swt yang
berisi berbagai macam perintah maupun larangan-Nya.
Jika seorang telah memiliki kemantapan
dalam mengimani para Nabi dan Rasul, mereka akan dibawa dalam suatu keyakinan
yang sama-sama diimani semua Nabi, yakni keesaan Allah Swt.
Kisah Nabi juga bisa dijadikan teladan bagi
kehidupan seseorang. Keteladanan diperlukan agar seseorang memiliki sosok yang
bisa dijadikan idola. Misalnya sosok yang tampan seperti Nabi Yusuf AS, yang
kaya seperti Nabi Sulaiman, yang handal pertempuran seperti Nabi Musa AS. Dalam
pembelajaran, peserta didik memiliki bermacam-macam karakter, bakat, dan
pembawaan. Hal ini perlu dikembangkan dengan memberikan kisah-kisah pilihan
Nabi dan Rasul.
2.
Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah
a.
Kisah
tentang Ababil (QS.Al-Fil: 1-5).
b.
Kisah
tentang hijrahnya Nabi SAW (QS.Muhammad: 13).
c.
Kisah
tentang perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran).
d.
Kisah
tentang perang Hunain dan
At-Tabuk (QS. Taubah).
Dan lain sebagainya.
Kisah-kisah tersebut dapat dipergunakan
untuk memantapkan keyakinan dan keimanan peserta didik agar benar-benar
mencontoh kebaikan yang dilakukan para sahabat yang telah berjuang dengan
semangat. Peserta didik juga di motivasi untuk selalu berjuang dan berkorban di
jalan Allah Swt.
3.
Kisah yang
berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak
disebutkan kenabiannya. Contohnya:
a.
Kisah tentang Luqman (QS.Luqman: 12-13).
b.
Kisah tantang Dzul Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98).
c.
Kisah tentang Ashabul Kahfi (QS.Al-Kahfi: 9-26).
d.
Kisah tentang thalut dan jalut (QS.Al-Baqarah: 246-251).
e.
Kisah tentang Yajuj Ma’fuz (QS.Al-Anbiya: 95-97).
f.
Kisah tentang bangsa Romawi (QS.Ar-Rum: 2-4).
g.
Kisah tentang Maryam (QS. Ali Imron: 36-45, dan
lain-lain)
h.
Kisah tentang Fir’aun (QS. Al-Baqarah: 49-50, dan
lain-lain)
i.
Kisah tentang Qorun (QS. Al-Qashash: 76-79, dan lain-lain) dan lain
sebagainya.
Kisah tersebut ada yang patut kita
teladani dan tidak perlu diteladani. Kisah teladan dari selain para Nabi dan
rasul dapat dijadikan pelajaran bahwa meskipun tidak sebagai Nabi atau Rasul
manusia tetap berpeluang menjadi orang baik yang bisa menjadi pilihan.
Sedangkan kisah yang tidak patut diteladani juga bermanfaat bagi upaya
penjagaan diri agar tidak terjerumus pada perbuatan yang sama.
C. Faedah Kisah
Dalam al-Qur’an
Kisah-kisah
al-Qur'an pada dasarnya terdapat banyak sekali faedah yang dapat dipetik
manfaatnya.
Berikut ini faedah kisah dalam al-Qur’an
di antaranya:
1.
Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah Swt dan menjelaskan pokok-pokok
syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
2.
Menanamkan
akhlakul karimah dan budi yang mulia.
3.
Menampakan
kebenaran Nabi Muhammad. Dalam dakwahnya dengan tepat beliau menerangkan
keadaan umat-umat terdahulu.
4.
Menyibak
kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan petunjuk
yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri
sebelum kitab itu diubah dan diganti.
5.
Meneguhkan
hati Rasulullah dan umat Muhammad atas agama Islam, memperkuat kepercayaan
orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya
kebatilan dan para pembelanya. Sesuai Firman Allah Swt yang berbunyi:
وَكُلا
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Dan semua kisah rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan
kisah itu Kami teguhkan hatimu dan di dalamnya
telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang
yang beriman.(QS. Hud: 120)
6.
Membenarkan
para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan
jejak dan peninggalannya.
7.
Menarik
perhatian para mendengar.
8.
Sugesti bagi
kaum Mukminin.
9.
Peringatan
kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran.
10. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat
menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung
didalamnya kedalam jiwa.
Sesuai
Firman Allah Swt yang berbunyi:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ
لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي
بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
Artinya: Sungguh, pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal (Al Quran) itu
bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. (QS. Yusuf: 111).
D. Pengaruh
Kisah al-Qur’an Dalam Pendidikan Dakwah dan Pengajaran
Tidak
diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus jiwa
manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa
merasa jemu serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal. Pelajaran yang
disampaikan dengan metode ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak
dapat di ikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan mudah sulit dan
berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka kisah
dalam al-Quran sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah.
Pada
umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat
kisah, dan ingatnya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian
ia menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena
fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam
lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang memerlukan inti pengajaran
dan guru pendidikan.
Dalam
kisah-kisah Qur’ani terdapat sarana yang dapat membantu kesuksesan para
pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal
kependidikan berupa kehidupan para nabi, berita tentang umat terdahulu, sunnatullah
dalam kehidupan masyarakat dan tentang bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan
dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah
Qur’ani itu dengan aturan bahasa yang sesuai dengan nalar pelajar dalam segala
tingkatan.
Tidak diragukan lagi
bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia
dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu
atau kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat
memetik dari keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.
Pelajaran yang
disampaikan dengan metode talqiin dan
ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat diikuti sepenuhnya oleh
generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup
lama pula. Oleh karena itu, maka uslub
gashashi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada
umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, pemperhatikan riwayat
kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya,
kemudian ia menirukan dan mengisahkannya
Fenomena fitrah
kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan
pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran dan sosok guru pendidikan.
Dalam kisah-kisah
al-Qur’an ini terdapat lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik
dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan
berupa teladan hidup para Nabi, berita-berita tentang umat terdahulu,
sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua
itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan
kisah-kisah qur’ani itu dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat pelajar
dalam segala tingkatan. Sejumlah kisah keagamaan yang disusun oleh Ustadz Sayid
Qutub dan Ustadz as-Sahhar telah berhasil memberikan bekal bermanfaat dan
berguna bagi anak-anak kita, dengan keberhasilan yang tiada bandingnya.
Demikian pula al-Jarim telah menyajikan kisah-kisah Qur’ani dengan gaya sastra yang
indah dan tinggi, serta lebih banyak analisis mendalam. Alangkah baiknya
andaikata orang lain pun mengikuti dan meneruskan metode pendidikan baik ini.
Bentuk ini adalah untuk memberikan pelajaran sebuah kebenaran, agar selalu
mengerti akan pentingnya sebuah pengetahuan dan hikmah. Contoh tentang hal ini
dalam surat Luqman, sebagaimana diketahui bahwa menurut jumhur ulama’, Luqman
bukanlah seorang nabi, kecuali pendapat Ikrimah dan Al-Syaibani, akan tetapi ia
adalah seorang yang sholeh yang diberi oleh Allah kelebihan, hikmah dan
kemampuan memutuskan antara yang haq dan yang batal dan dimuliakan oleh Allah
dengan ma’rifat dan ilmu dan ta’bir yang tepat dan benar. Dalam kepribadiaanya
ia adalah sosok hamba yang sangat sederhana, dan sebagai qodli atas bani
isroil. Adapun tentang Luqman ini Allah berfirman :
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada
Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah”. Dan barang siapa yang bersyukur
(kepada Allah), maka sesungguhnya ia besyukur untuk dirinya sendiri dan barang
siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnaya Allah Maha Kaya dan Maha
Terpuji. Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya: Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah
benar-benar kedzoliman yang besar”. Dan kami perintahkan manusia (berbuat baik)
kepada kedua orang tua, ibunya telahmengandungnya dalamkeadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan
kedua orangtuamu, hanya kepadaKulah kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergauilah mereka di dunia
dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya
kepadaKulah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
(Luqman berkata): Hai anakku, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau dilangit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui. (Q.S. Luqman 12-16 ).
Dalam ayat diatas, pengertian yang dapat dipetik bahwa
pendidikan orang tua, kepayahan dan kesulitannya baik malam maupun siang hari,
agar anak mau mengingat kebaikan orang tua yang telah diterimanya.
Selain itu pula terdapat konsep ancaman yang membuat bentuk ini adalah untuk membuat sebuah peringatan (warning) agar
meninggalkan sesuatu yang buruk atau jangan melakukan sesuatu yang buruk, karena
segala sesutu yang buruk itu mengandung konsekuensi sebagai balasan atas
perbuatan buruk tersebut, dapat berupa hukuman atau musibah karma.
Dapat dicontohkan sebagaimana dalam firman Allah
Al-Lahab ayat: 1-5. Surat ini menceritakan akan konsekuensi sebuah perbuatan
buruk yang telah dilakukan oleh Abu Lahab, sehingga cerita ini akan menjadi
peringatan sekaligus ancaman bagi mereka yang mengulang perbuatan jahat seperti
apa yang telah dilakukan oleh Abu lahab dan Isterinya. Jelaslah bahwa
peringatan dan ancaman dalam kisah-kisah dalam al-Qur’an hakikatnya tidak lain
merupakan bentuk psikoterapi dari kesombongan dan keangkuhan dari orang-orang
yang menyimpang dari jalan Allah, yang harus dihadapi dengan peringatan dan
ancaman yang dapat merendahkan diri mereka.
Dari sisi lain, manusia sendiri secara psikologis
merupakan makluk dengan karakteristik dan sifat yang tangkas sejak lahir yakni
seperti naluri cinta hidup, naluri takut, tunduk, menentang,dan sebagainya.
Dari sifat khusus manusia itu selanjutnya akan memunculkan dorongan-dorongan
dalam diri manusia. Dengan dorongan-dorongan inilah manusia akan memenuhi
kebutuhannya, baik rasa aman, minat dan sebagainya.
Namun sebaliknya bila dorongan itu berlebihan, maka
akibatnya justru manusia tidak lagi dapat mengendalikan dorongan itu, akan
tetapi dorongan itulah yang akan mengendalikannya dan hal ini disebut dengan
penyimpangan dorongan, misalnya seseorang menjadi berlebihan dalam memusuhi dan
menganiaya terhadap sesama.
Penggunaan ancaman sebagai akibat dari sebuah
perbuatan yaitu berupa siksa Allah di akhirat kelak, seseorang berusaha
menghindarinya, bahkan apabila ketakutan itu begitu dahsyat, hal ini akan
membuat seseorang tertimpa kebingungan untuk waktu yang lama, dimana ia tidak
akan mampu bergerak dan berpikir. Dalam keadaan seperti inilah, seluruh
perhatiaannya akan tertuju pada bahaya yang mengancam dan usahanya untuk
melepaskan diri dari bahaya itu serta memalingkannya dari hal-hal lain.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut bahasa kata Qashash
jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita atau keadaan. Sedangkan menurut
istilah Qashashul Quran ialah kisah-kisah dalam al-Quran tentang Nabi
dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa
kini, dan masa yang akan datang.
Tiga
macam kisah dalam al-Quran yakni kisah para nabi
terdahulu, kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan
orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya, dan kisah-kisah yang terjadi
pada masa Rasulullah.
Kisah (Qashash) dalam al-Quran
dapat digunakan sebagai sarana dakwah, hiburan, motivasi, dan lain-lain. Selain
itu Qashash biasanya menceritakan semua keadaan dengan cara yang menarik dan
mempesona. Dan bahkan tulisan di dalam al-Qur’an dapat mengalahkan syair-syair yang terkenal di Arab.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Rohison,
Ilmu Tafsir, (Cet.III;
Bandung: Pustaka Setia,
2006)
al-Khaldi Fattah Abdul Shalah, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah,
Kisah-kisah al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta:
Gema Insani Press, 1999)
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998)
Syadali Ahmad, Rofi’I Ahmad, Ulumul
Qur’an II, ( Cet; I, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1997)