Terimakasih mengunjungi Juragan Makalah, berikut ini adalah artikel tentang aliran pemikiran ekonomi Islanm yang meliputi aliran Baqir as-Sadr/Istishaduna, Aliran Mainstream, dan aliran Alternatif Kritis.
Aliran Ekonomi Islam
Dalam dunia ekonomi
Islam saat ini terdapat setidaknya tiga mazhab pemikiran ekonomi yang
berkembang. Tetapi hal ini tidaklah mengurangi arti
eksistensi dan vitalitas ekonomi
Islam itu sendiri.
Hal ini justru merupakan
keragaman yang digunakan untuk memperkokoh
ekonomi
Islam, dan
keragaman merupakan berkah bagi umat
Islam.
Dari sisi karakter dasar pemikiran
ekonomi Islam pada saat ini, secara garis besar tiga mazhab (corak pemikiran)
utama yaitu:
1. Mazhab Baqir as-Sadr/Iqtishaduna
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir
as-sadr dengan bukunya yang fenomenal yaitu Iqtishaduna (ekonomi
kita). Baqir as-Sadr, dengan nama lengkap
Muhammad Baqir al-Sadr dilahirkan di Kadhimiyeh pada
25 Dzulqaidah 1353 H/ 1 Maret 1935 M.
Datang dari suatu keluarga yang
terkenal dari sarjana-sarjana Shi’i dan para intelektual Islam, dan Baqir al-Sadr mengikuti
jejak mereka. Ia
memilih untuk belajar studi-studi Islam tradisional di Hauzas (sekolah-sekolah
tradisional di Iraq), di mana Ia
belajar fiqh, ushul dan teologi. Baqir
as-Sadr adalah ulama syiah Irak terkemuka,
pendiri organisasi hizbullah di Lebanon.
Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu
ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi dan
Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat dipersatukan karena
keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti Islam
sedangkan yang lainnya Islam.
Menurut mereka perbedaan filosofi
ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah
ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya
keinginan manusia yang tidak terbatas dan ketersediaan sumberdaya yang
terbatas.
Mazhab Baqir menolak pernyataan
ini, karena menurut mereka Islam tidak mengenal sumberdaya yang terbatas.
Seperti yang ada di dalam Al-quran ” Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu
dalam ukuran yang setepat-tepatnya (54:49). Oleh karena itu segala
sesuatunya telah terukur dengan sempurna, Allah telah memberikan sumberdaya
yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Pendapat bahwa keinginan
manusia tidak terbatas juga ditolak. Contohnya manusia akan berhenti
minum jika dahaganya telah terpuaskan.
Mazhab Baqir
berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak
merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan exploitasi dari
pihak yang kuat terhadap yang lemah. Dimana yang kuat memiliki akses
terhadap sumberdaya sehingga menjadi sangat kaya sedangkan yang lemah tidak
meiliki akses ke sumberdaya sehingga menjadi sangat miskin.
Oleh karena itu masalah ekonomi
bukan karena sumberdaya yang terbatas tetapi karena keserakahan manusia yang
tidak terbatas. Oleh karena itu menurut mazhab ini istilah ekonomi Islami adalah
istilah yang menyesatkan dan kontradiktif. Sebagai gantinya ditawarkan dengan
istilah yang berasaldari filosofi Islam yaitu Iqtishad, yang secara harfiah
berarti keadaan sama seimbang. Semua
teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan
dibuang. Sebagai gantinya maka disusunlah teori-teori ekonomi baru yang
digali dari Alquran dan Assunah.
2. Mazhab Mainstream
Mazhab mainstrean berbeda pendapat
dengan mazhab Baqir. Mazhab ini sependapat
bahwa masalah ekonomi muncul dikarenakan sumberdaya yang terbatas yang
dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Seperti yang
disabdakan Nabi Muhammad Saw. Bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila
diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua
lembah maka dia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai ia masuk kubur.
Dengan demikian, pandangan mazhab
ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi
konvensional. Perbedaannya terletak pada cara menyelesaikan masalah
tersebut. Dilema sumberdaya terbatas dihadapkan dengan keinginan manusia
yang tidak terbatas memaksa manusia itu melakukan pilihan-pilihan atas
keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas dalam memenuhi
keinginannya.
Dalam Ekonomi konvensional
pemilihan sekala prioritas berdasarkan selera masing-masing pribadi.
Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama atau boleh juga
mengabaikannya. Tetapi dalam ekonomi Islami pilihan tidak dapat dilakukan
semaunya, harus berdasarkan tuntunan Alquran dan Assunah.
Mazhab ini berpendapat mengambil
hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non Islam
tidak diharamkan. Nabi bersabda hikmah atau ilmu itu bagi umat Islam adalah
ibarat barang yang hilang. Dimana saja ditemukan maka umat Islam paling
berhak mengambilnya.
3. Mazhab Alternatif – Kritis
Mazhab ini mengkritik dua mazhab
sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha menemukan
sesuatu yang baru yang sebenarnya telah ditemukan oleh orang lain.
Menghancurkan teori yang lama dengan menggantinya dengan teori yang baru.
Sedangkan mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik
dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat.
Mazhab ini adalah mazhab
kritis. Meraka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan
terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu
sendiri. Mereka meyakini bahwa Islam itu benar tetapi ekonomi Islami belum
tentu benar karena ekonomi Islami adalah hasil tafsiran manusia atas Alquran
dan Assunnah. Oleh karena itu nilai kebenarannya tidaklah mutlak.
Teori-teori yang diajukan oleh Ekonomi
Islami harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap
ekonomi konvensional. Masing-masing dari ketiga mazhab diatas telah memiliki
ciri menonjol yang bisa saling berkonfrontasi, sepertihalnya mainstream yang
terlihat paling moderat karena sikapnya terhadap teori ekonomi konvensional
yang tidak semata-mata dihapus, melainkan dipilah berdasarkan prinsip
metodologi teori ekonomi Islam jika didapatkan sesuatu yang tidak salah dan
dibolehkan atau dibenarkan maka hal itu dilaksanakan, dan apabila ada yang
salah maka hal itu dihilangkan. Begitu juga sikapnya terhadap permasalahan
pangkal dari sebuah teori ekonomi berupa scrachity (kelangkaan) yang titik
tolaknya pada dasarnya sama, melainkan lebih pada pola distribusinya.
Hal ini berbeda
sama sekali dengan As Shadr, yang dengan tegasnya mazhab ini berpendapat bahwa
jika, ingin dinamakan dengan ekonomi Islam, seharusnya tidak perlu pakai
istilah ekonomi melainkan dengan istilah yang berubah total yakni iqtishoduna. Permasalahan
ini dikarenakan mazhab as Sadhr tidak menyetujui jika permasalahan ekonomi
adalah sama dengan konvensional yakni pada kelangkaan sumber daya. Sebab
menurut mazhab ini, pada dasarnya Allah telah menurunkan secara jelas ayat yang
menegaskan bahwa sumber daya yang ada itu pada dasarnya sudah cukup, tinggal
bagaimana manusia mengolahnya dan mendistribusikannya.
Sedangkan mazhab
kritis, lebih pada analisa mendalam mengenai hasil temuan-temuan sistem ekonomi
yang ada termasuk ekonomi Islam untuk dikritisi kembali dan secara terus
menerus.
Diantara ketiga
mazhab ini, jika dikaji berdasarkan teori dialektika dan sebuah kesatuan
metodolgi bukanlah tiga teori yang sebenarnya layak untuk menimbulkan klaim
hingga pada akhirnya menimbulkan terjadi konflik dialektika teori yang
meruncing. Akan tetapi, dari ketiga mazhab ekonomi Islam ini, pada dasarnya
memiliki sebuah kesatuan dan mampu untuk saling mengisi satu sama lain yang
didasarkan dari peran teori yang diusung oleh masing-masing mazhab. Seperti halnya
kekurangan pada mazhab mainstream yang cenderung mudah disalah persepsikan
sebagai ekonomi minus riba plus zakat dapat untuk kemudian ditegaskan kembali
oleh mazhab As Shadr dan dikoreksi secara terus menerus oleh alternatif kritis.
Teori
pada dasarnya akan mengalami evolusi melalui pelestarian, inovasi, dan
kepunahan, maka terdapat suatu proses evolusi dalam sejarah manusia. Proses ini
ditandai dengan dua kecenderungan, yakni adanya keanekaragaman dan kemajuan.
keanekaragaman mengacu kepada kenyataan bahwa jumlah dan aneka ragam masyarakat
sangat meningkat, dan pola-pola adaptasi manusia semakin lama semakin
berbeda-beda. Sementara kemajuan tidak mengacu kepada peningkatan kebahagiaan
atau moralitas tetapi kepada perkembangan teknologi dan kepada perubahan
organisasi dan ideologi yang terjadi bersamaan dengan perkembangan teknologi.
No comments:
Post a Comment