Pembahasan
A. Kelahiran Abbasiyah
Khilafah
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah
Ibn Al-Abbas yang merupakan paman nabi Muhammad SAW, khalifah Abbasiyah sendiri
mulai lahir sejak keruntuhan kepemerintahan bani Umayyah yaitu dengan
digulingkanya bani umayyah oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan abu Muslim
al-Khurasi pada tahun 750 M, sejak itu pula Daulah Abbasiyyah berkuasa dalam
rentang yang sangat panjang yaitu dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M)
B. Kedudukan Khalifah
Kedudukan
khalifah pada masa kepemerintahan Bani Abbasiyyah sangatlah berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya (Khulafa’
al-Rasyidin dan Bani Ummayah), mereka beranggapan bahwa seorang khalifah
merupakan seseorang yang diberi mandat oleh Allah, bukan dari manusia ataupun
sekedar pelanjut nabi sebagimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Dan
Bani Abbaslah yang mendapatkan mandat tersebut.Oleh karena itu kedudukan
khalifah itu dipegang sepenuhnya oleh keturunan bani abbas, bahkan pada masa
al-Mansur, dia pernah berkata :”innama ana sulthan Allah fi ardhi” [1]
C. Sistem Politik,
Pemerintahan, dan Bentuk Negara Buwaihi dan Saljuki
Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik sosial, dan budaya. Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi
masa pemerintahan bani Abbas menjadi empat periode :
1. Masa Abbasy I; semenjak
lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H sampai meninggalnya khalifah al-Wasiq
tahun 232 H.
2. Masa Abbasy II, tahun 232-334
H mulai khalifah al-Mutawakkil sampai berdirinya Daulah Buwaihi di Baghdad.
3. Masa Abbasy III, tahun
334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi sampai masuknya Daulah Saljuk.
4. Masa Abbasy IV, tahun 447-
656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di Baghdad, sampai jatuhnya Baghdad ke
tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu.[2]
Sistem
Politik dan Kepemerintahan
Secara garis besar sistem politik dan kepemerintahan yang di jalankan oleh
Daulah Abbasiyyah dibagi menjadi dua periode, yaitu :
1. Politik yang dijalankan oleh
Daulah Abbasiyyah I
2. Politik yang dijalankan oleh
Daulah Abbasiyyah II,III, dan IV
Ad. 1. politik yang di jalankan oleh Daulah
Abbasiyyah I, meliputi
a. Kekuasaan sepenuhnya dipegang
oleh khalifah yang mempertahankan keturunan arab murni dibantu wazir, mentri,
gubernur dan para panglima beserta para pegawai yang berasal dari berbagai
bangsa.
b. Kota Baghdad sebagai ibukota
negara, menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan kebudayaan, dijadikan kota
Internasional yaang terbuak untuk segala bangsa
dan keyakinan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang
sebagai sesuatu yang sangt penting dan mulia. Para kahlifah dan para pembesar
lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
d. Kebebasan berpikir diakui
sepenuhnya.
e. Para mentri turunan Persia
diberikan hak penuh dalam memnjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang
peranan penting dalam membina tamadun Islam.
Ad. 2. politik
yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II, III, dan IV
a. Kekuasaan khalifah sudah
lemah bahkan kadang-kadang sebagai lambang saja. Kekuasaan sebenarnya ditangan
wazir atau panglima atau sultan yang berada di Baghdad, oleh karena itu kekuasaan politik sentral jatuh wibawanya
karena negara-negara bagian tidak menghiraukan lagi pemerintahan pusat kecuali
pengakuan politis saja.
b. Kota Baghdad bukan
satu-satunya kota Internasional dan terbesar, sebab masing-masing kerajaan
berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad. Dibarat tumbuh
kota Cordon, Toledo, Sevilla. Di Afrika kota Koiruan, Tunisia dan Maroko, dll
c. Kalau keadaan politik dan
militer merosot, maka ilmu pengetahuan di majukan sehingga tambah maju dan
pesat, hal ini disebabkan masing-masing kerajaan, Amir, khalifah ataupun
sulatan berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mmendirikan
perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan, para pengarang, penterjemah, hasilnya
pada abad ke-4 H ilmu pengetahuan Islamiyah lebih tinggi martabatnya.[3]
Bentuk Negara
Buwaihi
Bani Buwaihi didirikan oleh tiga orang putra Buwaihi, yaitu Ali, Hasan dan
Ahmad, ketiganya pemeimpin negeri Dailam. Mereka mulai muncul dalam Medan
siasat diawal abad ke 4 H, berkhidmad kepada panglima Dailam yang mempunyai
pengaruh besar di tanah Persia.
Ketika di Baghdad timbul kekacauan, Khalifah Abbasiyyah yang ke XXII al
mustakfi meminta bantuan kepada mereka. Permintaan khalifah itu dikabulkan
mereka dan mereka pergi ke Baghdad, kemudian mereka di beri kedudukan untuk
memegang kendali kepemerintahan. Ali diberikan gelar Imad Al Daulah,
Hasan, Rukn Al Daulah dan Ahmad, Mu’iz al daulah, bahkan gelar
mereka di capkan pada mata uang pada waktu itu. Dengan demikian maka kekuasaan
Abbasiyyah berada ditangan mereka, sedangkan bagi khalifah Abbasiyyah hanya
sekedar nama.[4]
Setelah Baghdad dikuasai, Bani Buwaih memindahkan markas kekuasaan dari
Syiraz ke Baghdad, mereka membangun gedung tersendiri di tengah kota dengan
nama Dar al Mamlakah. Meskipun demikian kendali politik yang sebenarnya masih
berasal di Syiraz, dengan kekuatan militer bani Buwaih, beberapa dinasti kecil
yang sebelumnya memerdekakan diri dari Baghdad dapat dikendalikan lagi dari
Baghdad.[5]
Sebagaimana khalifah Abbasiyyah periode pertama, para penguasa bani Buwaih
mencurahkan secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan dan sastra, pada masa ini banyak bermunculan ilmuwan besar, diantaranya
al faraby, ibnu sina, abdul rohman al
shufi dan lain-lain. Jasa bani Buwaih juga terlihat dalam pembangunan
kanal-kanal, mesjid, rumah sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya.[6]
Kekuatan politik bani Buwaih tidak lama bertahan, setelah generasi pertama
kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak bani Buwaih, sehingga
kekuatan bani Buwaih makin melemah yang mengakibatkan banyaknya gangguan dari
luar seperti serangan Bizantium, Bani Seljuk yang akhirnya Bani Buwaih berhasil
direbut oleh dinasti Seljuk.
Bentuk Negara
Saljuk
Bani Saljuk adalah keluarga dari Turki yang bernama Saljuk, dia masuk
Islam setelah menguasai kerajaan
Abbasiyyah. Di zaman al Qaim -khalifah Abbasiyyah ke XXVI – merebut kekuasaan
atas seluruh daulah Abbasiyyah dari sultan Buwaih yang terakhir, sedangkan raja
yang pertama dari Bani Saljuk adalah Thogrolbek yang bergelar Rukn Al Din.[7]
Pada tahun 432 H dinasti saljuk mendaapaat pengakuan dari khalifah
Abbasiyyah di Baghdad, di saat kepemimpinan Thugrulbek inilah, dinasti saljuk
memasuki Baghdad menggantikan posisi bani Buwaih.[8]
Ada sedikit perubahan yang diterapkan oleh penguasa saljuk terhadap daulah
Abbasiyyah yaitu pengangkatan kembali perdana mentri yang sebelumnya telah di
hapus oleh penguasa bani Buwaih, jabatan ini membawahi beberapa departemen.
D. Sistem Sosial
Sistem sosial yang
diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan penguasa
yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah pada waktu itu, tetapi secara garis besar
dapat kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa Abbasiyyah membentuk
masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan menggunakan sistem administrasi
dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan ras atau
kesukuan, melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin
tinggi pula kelasnya.
Mungkin sistem sosial yang paling sesuai di
antara para penguasa bani Abbasiyyah menurut kami terjadi pada masa Harun
ar-Rasyid yang berkelanjutan pada masa
pemerintahan putranya al-Ma’mun.
Kekayaan yang
banyak dimanfaatkan oleh Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit,
lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat
paling tidak sekitar 800 orang dokter, di samping itu pemandian- pemandian umum
juga dibangun.
Di zaman
pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid itu juga, Baitul Mal ditugaskan
menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang cukup serta
pakaian musim panas dan musim dingin[9],
ini tentunya berbeda dengan sistem khalifah sebelumnya, karena Harun ar-Rasyid
menjadikannya tugas dan tanggung jawab baitul mal, sedangkan khalifah sebelumnya mangatsnamkan suatu
pemberian.
E. Orientasi Politik
Secara garis besar
Orientasi politik yang diterapkaan oleh para penguasa Bani Abbasiyyah terbagi
menjadi dua macam, yaitu :[10]
1. Menekankan pada perluasan
daerah kekuasaan, biasanya di terapkan oleh khalifah yang gagah (berkehidupan
mewah) dalam penaklukan negeri-negeri lain.
2. Menitikberatkan pada
perkembangan Ilmu Pengetahuan, banyak diterapkan oleh penguasa bani Abbasiyyah
yang alim
F. Strategi Kebudayaan :
Rasionalita
Ada beberapa
strategi yang di terapkan oleh kepemerintahan daulat abbasiyyah untuk memajukan
perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam, strategi itu antara lain :
1. Terjadinya asimilasi antara
bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan
dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa
non arab banyk yang masuk Islam, asimilasi berlangsung secara efektif dan
berniali guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dalam Islam, bangsa Persia misalnya, banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat dan sastra, pengaruh India terlihat dalam bidang
kedokteran, ilmu mathematika dan astronomi, sedangkan pengaruh Yunani masuk
melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama ilmu filsafat.
2. Gerakan terjemahan yang
berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa al-mansyur hingga Harun
ar-Rasyid, pada fase ini banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang
astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun
hingga tahun 300 H, buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang
filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama
setelah adanya pembuatan kertas. Bidang- bidang ilmu yang diterjemahkan semakin
meluas.[11]
G. Perkembangan Intelektual,
Keagamaan Pendidikan, Sains dan Teknologi, Astronomi, Matematika, Filsafat,
Kedokteran, Ilmu Bumi, Sejarah, Sastra dll
Pada masa abbasiyah banyak sekali perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan yang bermunculan, terutama terjadi pada masa kepemimpinan khalifah
al-ma’mun, beliau dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu
pengetahuan, pada masanya digalakkan penerjemahan-penerjemahan buku-buku asing
terutama buku-buku berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab dengan memberi gaji
kepada penerjemahnya, dia juga mendirikan sekolah-sekola, salh satu karya
terbesarnya adalah pendirian Baitul Hikmah, pusat penerjemahan
yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan besar.[12]
Di antara sekian banyak ilmu pengetahuan yang ada, antara lain :
·
Astronomi dan Ilmu Perbintangan
Kaum muslimim pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah mempunyai modal yang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Mereka mengkaji dan mengalisa berbagai aliran ilmu perbintangan, di antara para
ahli imu perbintangan yang terkenal pada waktu itu antara lain :
- Abu Mansur al-Falaky, di antara karyanya yang terkenal adalah isbat al-ulum dan hayat al-falak
- Jabir al-Batany, termasuk di antara pencipta teropong bintang yang pertama, karya yang terkenal antara lain Kitab Ma’rifat Mathlail Buruj Baina Arbai al-Falak
- Rayhan al-Bairuny, Di antar karyanya yang terkenal adalah al-Tafhim Li Awal al-Shinaat al-Tanjim
·
Matematika
Di antara ahli matematika yang
terkenal pada masa abbasiyah adalah al-Khawarizmi, ia mengarang kitab al-Ghebra
(Aljabar), ahli dalam bidang matemetika yang menemukan angka nol (0)
·
Filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat yunani di
terjemahkan ke dalam bahsa arab pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid dan al
Makmun, kaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan
mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam, oleh kerena
itu lahirlah filsafat islam yang pada akhirnya menjadi bintangnya dunia
filsafat, di antar filosof terkenal pada waktu itu al:
a. Abu Ishak Al-Kindy, karyanya
lebih dari 231 judul
b. Abu Nasr Al-Faraby, ia
memeliki karya sebanyak 12 buah
c. Al-Ghazaly, ia diberi gelar Hujjat
al-Islam
d. Ibnu ar-Ruyd, dll.[13]
·
Kedokteran
Ilmu kedokteran mulai berkembang
dengan pesat pada masa akhir Daulah Abbasiyyah I, sedangkan puncaknya pada masa
pemerintahan abasiyyah II, III, dan IV, daulah abbasiyyah telah melahirkan
banyak dokter kenamaan, begitu juga rumah sakit besar dan sekolah tinggi
kedokteran banyak sekali didirikan diantaranya adalah, sekolah tinggi
kedokteran di Harran, Syria, dan sekolah tinggi di Baghdad, di antar para
dokter yang terkenal antara lain :
a. abu zakaria yuhana ibnu
masiwaih, seorang ahli farmasi di rumah sakit jundhishapur, Iran.
b. Sabur ibnu sahal, direktur
rumah sakit jundhishapur.
c. Abu zakaria al-razy, kepala
rumah sakit di baghdad
d. Ibnu sina, seorang filosuf
dan ahli kedokteran, di antar karyanya yang terkenal dalam bidang kedokteran
adalah al-Qonun fi at-thibb.[14]
·
Ilmu bumi
·
Sejarah
·
Sastra, dll
H. Keruntuhan Abbasiyah
Menurut Dr. Badri Yatim M.A setidaknya ada empat
faktor yang menyebabkan kemunduran bani abbasiyyah yang berakibat pada
keruntuhan bani abbas, faktor-faktor itu antar lain :
- Persaingan Antar Bangsa
Khilafah Abbasiyah
didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia, tetapi
dalam perkembangnnya antara keduanya terjadi kemelut yang saling mengedepankan
prioritasnya masing-masing yang kemudian berakibat terhadap lemahnya sistem
kepemerintahan, persaingan antar bangsapun tidak hanya berhenti pada persaingan
antara bangsa Arab dengan bangsa Persia, tetapi persaingan juga terjadi dengan
bangsa Turki[15], sehingga keadaan
yang seperti ini memperlemah kekuatan
Bani Abbasiyyah itu sendiri.
- Kemerosotan Ekonomi
Pada periode pertama, pemerintahan bani abbas
merupakan pemerintahan yang kaya, dana yang masuk lebih besar dari pada adan
yang keluara sehingga Bait al-Mal menjadi penuh dengan harta, tetapi
memasuki periode kedua, bani abbasiyyah mulai mengalami penurunan pendapatan
sedangkan pengeluaran sangat menigkat, menurunya pendapatan negara ini
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan , banyak terjadi kerusuhan
yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti
kecil yang memerdekakan diri dan tidak mau membayar upeti, sedangkan
pengeluaran membengkak antara lain disebabkan kehidupan para khalifah dan
pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat
melakukan korupsi.[16]
Kondisi perekonomian
yang tidak stabil dan lemah semakin memperlemah kekuatan politik Dinasti
Abbasiyyah sehingga membuat kekuasaan Bani Abbasiyah mengalami kemunduran
- Konflik Aliran Keagamaan
Fanatisme keagamaan
berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan, karena cita-cita orang persia tidak
sepenuhnya tercapai, maka sering membuat kekecewaan terhadap masyarakat
sehingga mendorong sebagian mereka memprogandakan ajaran Manuisme,
Zoroasterisme atau yang sering disebut dengan gerakan Zindiq, tetapi dengan
adanya propaganda tersebut membuat khalifah cemas sehingga khalifah berusaha
memberantasnya. Disamping itu konflik antara Syi’ah dengan Ahlus-sunnah semakin
memperkeruh keadaan, sehingga banyak dinasti-dinasti yang berhaluan Syi’ah
memerdekakan diri dari Bagdad yang Sunni (pusat Bani Abbasiyyah), dan masih
banyak lagi konflik antar aliran agama yang lainya, keadaan inilah yang semakin
membuat kekuatan Bani Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya hancur
- Adanya Ancaman dari Luar
Sebenarnya apa yang disebutkan diatas adalah faktor-faktor
internal, disamping itu, ada pula faktor eksternal yang menyebabkan bani
abbasiyah lemah dan akhirnya hancur yaitu adanya serangan dari dua musuh Islam,
yang pertama adanya perang salib yang berlangsung beberapa gelombang dan
menelan banyak korban. Kedua serangan tentara mongol ke wilayah kekuasaan
islam. Kedua kejadian inilah yang membuat kekuasaan bani abbasiyyah akhirnya
semakin terperosot dan jatuh
I. Transmisi Peradaban dan
Kebudayaan Muslim Kedunia Barat
Setelah terjadinya perang salib yang telah
menghancurkan hampir seluruh daerah kekuasaan islam pada waktu itu, sungguh
sangat membawa dampak yang besar bagi Islam terutama adalah tranmisi peradaban
dan kebudayaan muslim ketangan Eropa (barat)
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama
setalah terjadinya perang salib, banyak sekali kitab- kitab ilmiah karangan
orang-orang Islam yang dirampas oleh bangsa barat, bahkan dibuang ke laut
merah.
Penutup
Kesimpulan
Kepemerintahaan
bani abbasiyyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn
Abdullah Ibn Al-Abbas, dalam masa kepemerintahnya Daulah Abbasiyyah berkuasa
selama 5 abad lebih (132-656 H), selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya, berdasarkan
pola pemerintahan tersebut masa pemerintahan Abbasiyyah terbagi menjadi empat
periode, yaitu :
·
Masa Abbasy I; semenjak lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H sampai
meninggalnya khalifah al-Wasiq tahun 232 H.
· Masa Abbasy II, tahun 232-334 H mulai khalifah al-Mutawakkil sampai
berdirinya Daulah Buwaihi di Baghdad.
· Masa Abbasy III, tahun 334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi sampai
masuknya Daulah Saljuk.
· Masa Abbasy IV, tahun 447- 656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di
Baghdad, sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan
Hulagu.
Selama masa kekuasaan bani Abbasiyyah banyak
sekali melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar dalam bidang keilmuan dan pengetahuan
seperti ibnu sina, al-falky, al- ghair, al-ghazaly, imam maliki dan lain sebaginya,
bukan hanya itu saja pembangunan sekolah-sekolah keagamaan dan berbagai
bangunan umum lainnyapun dibangun.
Daulah Abbasiyyah semakin mundur karena adanya
persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, dan konflik antar aliran agama
serta adanya ancaman dari luar, karena hal itulah daulah Abbasiyyah semakin
lemah dan akhirnya runtuh takluk oleh bangsa mongol. Wallahu A’lam
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Jilid I, (Kairo :
Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, Tanpa tahun)
Ridwan, dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, (
Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004)
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3,
Cet. I, (Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993)
Sunanto, Musyrifah, Sejarah
Islam Klasik, (Jakarta : Kencana. 2003)
Watt, W. Montgomery, Kajian Islam : Kajian Kritis dari
Tokoh Orientalis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1900)
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II, Ed. I, Cet. 13, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002)
Osman, Latif, Ringkasan
Sejarah Islam, Cet. XXVII, (Jakarta : Widjaya, 1983)
[1] Dr. Badri Yatim,
MA, Sejarah Peradaban Islam
Dirasah Islamiyah II, Ed. I, Cet. 13, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
hal.52
[2] Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta : Kencana. 2003),
hal. 50
[3] Ibid, hal. 50-54
[4] A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII,
(Jakarta : Widjaya, 1983), hal. 132
[5] Dr. Badri Yatim,
MA, Op.cit, hal. 70
[6] Ibid, hal. 71
[7] A. latief Osman, Op.cit, 134
[8] Dr. Badri Yatim,
MA, Op.cit, hal. 73
[9] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3,
(Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993), hal. 110
[10] Coba bandingkan dengan Prof. Dr. A. Syalabi, Ibid, hal. 41
[11] Dr. Badri Yatim,
MA, op.cit, hal. 55-56
[12] Drs. HM. Ridwan dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, (
Jakarta :
Kirana Cakra Buana, 2004), hal. 204
[13] Ibid, hal. 205
[14] Ibid, hal. 205-206
[15] Dr. Badri Yatim, MA op.cit, hal. 40
[16] Ibid, h. 82, lihat juga Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid
I, (Kairo : Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, Tanpa tahun), h. 42
Terima kasih kak sudah berbagi pengetahuan mengenai sejarah daulah abasyiah. Yuk kunjungi website kampus kami https://walisongo.ac.id/
ReplyDelete